sumber gambar: alaailiyya.wordpress.com |
REVOLUIS lahir di ranah jiwa, itulah
keyakinan para pendukung zaman pemikir pencerahan pada abad kedelapan belas. Revolusi
Prancis pada 1789 telah mengobarkan imajinasi orang-orang Eropa. Sejarawan Revolusi
Prancis George Rude pernah mengatakan bahwa gerakan-gerakan revolusioner memerlukan
badan ide-ide yang menyatukan, suatu kosa kata harapan dan protes yang sama,
singkatnya sesuatu seperti psikologi revolusioner yang sama. Dengan alasan
inilah banyak sejarawan Barat melihat bahwa ada hubungan antara pencerahan dan sebuah
Revolusi besar di Prancis.
Revolusi Prancis merupakan suatu periode
yang menentukan dalam pembentukan barat moderen. Revolusi Prancis pada abad
kedelapan belas dengan gencarnya menggunakan dan melaksanakan para pendukung
pencerahan dengan menghancurkan masyarakat hiearkis dan korporat Rezim lama, mendorong
kepentingan-kepentingan kaum borjuis serta mempercepat pertumbuhan negara modern.
Revolusi Prancis semakin berusaha
merekonstruksi masyarakat berdasarkan pemikiran pencerahan. Hingga abad
Revolusi industri pemikiran pencerahan masih mendominasi dalam setiap kehidupan
masyarakat. Hal ini mengundang pemikir-pemikir Barat yang kemudian
merekonstruksi kembali pemikir-pemikir abad pencerahan tersebut. Salah satunya adalah
sebuah orientasi budaya baru yaitu pemikiran romantisisme.
Muncunya gerakan romantik dipengaruhi
oleh adanya pergeseran pemahaman dan kesadaran orang-orang Eropa. Mereka menyadari
bahwa setelah kekalahan Napoleon para penguasa tradisional Eropa sebagaian dari
mereka akan berkuasa kembali dan bertekad untuk melindungi diri dan masyarakat
dari Revolusi selanjutnya. Sehingga disinilah para pemikir romantisme menyerang
semangat pembaharuan para pemikir pencerahan dari berbagai sudut pandang. Pasca
Revolusioner terlihat semakin mekarnya orientasi budaya baru atau romantisme
ini. Dengan pembelaanya yang semakin menggemah terhadap emosi-emosi manusia dan
ekspresi bebas dari kepribadian, gerakan romantik juga menantang penekanan pencerahan
atas rasionalitas.
Namun para pemikir pencerahan juga tak
hanya diam di tempat, dengan serangan yang bertubi-tubi itu. Mereka melakukan
suatu tandingan argumentasi pemikiran, yang terus melancarkan pada
pemikir-pemikir romantisme. Para pemikir pencerahan memusatkan perhatian pada
manusia secara umum—yaitu unsur-unsur hakikat manusia yang
dimiliki semua orang sebaliknya kaum romatik menekankan keragaman dan keunikan—yaitu
sifat-sifat yang membuat seorang manusia terlepas dari orang lain.
Para
pemikir kaum romantik dengan tegas menekankan; temukan dan ungkapkan dirimu
yang sejati, mainkan musik anda sendiri; tulislah puisimu sendiri; lukislah
penglihatanmu atas alam; hidup; mencintai dan menderitalah dengan caramu
sendiri. Lain halnya pemikir pencerahan yang menegaskan otonomi pikiran— yakni
kemampuan untuk berpikir sendiri yang bebas dari otoritas.
Kaum
romantik terutama memberikan pentingnya otonomi kepada kepribadian. Yang terpenting
adalah kebutuhan dan hak individu untuk menemukan dan memenuhi batin diri. Bagi
pemikir pencerahan, perasaan justru akan menghalangi pemikiran yang jernih,
namun bagi para pemikir romantik perasaan adalah esensi manusia. Orang tidak
akan hidup dengan akal saja kata kaum romantik. Hal ini menegaskan bahwa para
pemikir kaum romantik sepakat dengan pendapat Rousseau yang mengatakan bahwa:
“Bagi kita, eksis adalah untuk
merasa dan tidak terbantahkan bahwa kesanggupann merasakan lebih dulu ada
ketimbang akal”
Inilah yang membuat saya tertegun ketika
membaca Buku Peradaban Barat: Dari Revolusi Prancis Hingga Zaman Global karya Marvin
Perry. Betapa gagasan dan ide-ide para pemikir Barat sangat mempengaruhi
perkembangan negara-negara Eropa saat ini. Negara-negara Eropa meluncur dengan
cepat dalam kemajuan karena adanya kontribusi para pemikir-pemikir abad
pencerahan dan romantisme yang mendasarinya, meskipun kita mengakui bahwa
dibalik itu banyak negara-negara Barat harus membayar dengan mahal karena banyaknya
korban jiwa yang meninggal. Namun ini hanya sejarah kelam, mereka tidak ingin
diam terlalu lama dan kemudian memilih bangkit menjadi mercusuar peradaban
dunia saat ini.
Saya terdiam ketika saya membaca
pemikiran kaum romantik yang menilai bahwa perasaan-perasaan spontan tidak
dikekang dan merupakan jalan raya menuju kebenaran ketimbang intelek yang
berkerut. Lebih lanjut pemikir romantik melanjutkan bahwa dengan mengembangkan
naluri dan imajinasi para individu dapat mengalami kenyataan dan menyadari diri
mereka yang otentik. Bagi kaum romantik, setiap orang harus merasakan dan
mengalami—‘mandi di dalam air kehidupan’ kata Blake.
Perbedaan
pemikir pencerahan dan romantik tidak berhenti sampai disitu. Dari perbedaan
argumentasi tentang alam, Tuhan dan sejarah juga berbeda. Pemikir pencerahan
melihat alam sebagai sebuah mesin tak bernyawa—sebuah jam raksasa, yang semua
bagiannya bekerja bersama dengan presisi dan harmoni yang sempurna. Bagi kaum romantik
alam itu hidup dan diliputi dengan kehadiran Tuhan. Lebih lanjut kaum romantik mengatakan
bahwa alam merangsang energi-energi kreatif imajinasi; ia mengajarkan manusia
bentuk pengetahuan yang lebih tinggi.
Sedangkan Tuhan bagi pemikir pencerahan
merupakan pembuat jam yang agung—yakni pengamat yang
terpisah dari jagad mekanis yang bekerja sendiri—dan mereka berusaha
menyusutkan agama menjadi serangkaian dalil ilmiah. Dan bagi kaum romantik
Tuhan merupakan daya rohaniah yang mengilhami—agama kata kaum romantik bukan
ilmu dan silogisme tetapi ekspresi yang bersemangat dan otentik dari hakikat
manusia. Kamu romantik menyeruhkan pengakuan individu sebagai mahluk rohaniah
dan pengembangan sisi religius hakikat manusia selaras dengan tujuan mereka
untuk memulihkan kepribadian yang utuh, yang terpecah-belah oleh tekanan hebat
dari pemikir pencerahan pada intelek.
Kaum
romantik dan pemikir pencerahan menganut suatu konsepsi yang berbeda juga atas
sejarah. Pemikir pencerahan menilai bahwa sejarah membantu tujuan yang mendidik
dengan memberikan contoh-contoh kebodohan manusia. Lebih lanjut pemikir
pencerahan mengatakan bahwa pengetahuan itu membantu orang mempersiapkan diri
untuk masa depan yang lebih baik, dank arena alasan itu sejarah harus
dipelajari. Beda halnya dengan kaum romantik yang menekankan pendapatnya
tentang sejarah. Bagi kaum romantik suatu periode historis seperti seorang
individu adalah suatu entitas unik bersama jiwanya sendiri. Mereka menginginkan
sejarawan memotret dan menganalisis aneka bangsa, tradisi, dan lembaga yang menyusun
pengalaman historis. Bagi kaum romantik, setiap orang mempelajari rincian
khusus sejarah dan kebudayaan dan untuk memahaminya dengan konteks zamannya
adalah fondasi wawasan pengetahuan historis modern.
Saya
membaca buku ini hanya sampai pada bab ke tiga, namun saya melihat inilah sejarah
kelam negara Eropa. Perbedaan bukan merupakan suatu penghalang untuk menuju pada
suatu peradaban dunia yang lebih maju. Mereka lebih banyak menyerap hikma
dibalik sejarah pahit yang memakan korban ribuan bahkan miliaran jiwa. Lalu kemudian
memilih bangkit dengan memperlihatkan gigi taringnya pada negara-negara
tetangga bahwa mereka telah terbangun dari tidur lelapnya yang berkepanjangan. Hingga
mereka selalu siap untuk kemudian berkompetisi pada zaman global ini—zaman yang penuh dengan persaingan
kemajuan dalam bidang ekonomi, teknologi serta pertahanan dan keamanan.
Untuk
bab selanjutnya semoga saya bisa menuliskan dilain kesempatan…..
Kendari,
6 Februari 2016
0 komentar:
Posting Komentar