06 Februari 2016

Pemikir Pencerahan vs Pemikir Romantisme

sumber gambar: alaailiyya.wordpress.com

REVOLUIS lahir di ranah jiwa, itulah keyakinan para pendukung zaman pemikir pencerahan pada abad kedelapan belas. Revolusi Prancis pada 1789 telah mengobarkan imajinasi orang-orang Eropa. Sejarawan Revolusi Prancis George Rude pernah mengatakan bahwa gerakan-gerakan revolusioner memerlukan badan ide-ide yang menyatukan, suatu kosa kata harapan dan protes yang sama, singkatnya sesuatu seperti psikologi revolusioner yang sama. Dengan alasan inilah banyak sejarawan Barat melihat bahwa ada hubungan antara pencerahan dan sebuah Revolusi besar di Prancis.
Revolusi Prancis merupakan suatu periode yang menentukan dalam pembentukan barat moderen. Revolusi Prancis pada abad kedelapan belas dengan gencarnya menggunakan dan melaksanakan para pendukung pencerahan dengan menghancurkan masyarakat hiearkis dan korporat Rezim lama, mendorong kepentingan-kepentingan kaum borjuis serta mempercepat pertumbuhan negara modern.
Revolusi Prancis semakin berusaha merekonstruksi masyarakat berdasarkan pemikiran pencerahan. Hingga abad Revolusi industri pemikiran pencerahan masih mendominasi dalam setiap kehidupan masyarakat. Hal ini mengundang pemikir-pemikir Barat yang kemudian merekonstruksi kembali pemikir-pemikir abad pencerahan tersebut. Salah satunya adalah sebuah orientasi budaya baru yaitu pemikiran romantisisme.
Muncunya gerakan romantik dipengaruhi oleh adanya pergeseran pemahaman dan kesadaran orang-orang Eropa. Mereka menyadari bahwa setelah kekalahan Napoleon para penguasa tradisional Eropa sebagaian dari mereka akan berkuasa kembali dan bertekad untuk melindungi diri dan masyarakat dari Revolusi selanjutnya. Sehingga disinilah para pemikir romantisme menyerang semangat pembaharuan para pemikir pencerahan dari berbagai sudut pandang. Pasca Revolusioner terlihat semakin mekarnya orientasi budaya baru atau romantisme ini. Dengan pembelaanya yang semakin menggemah terhadap emosi-emosi manusia dan ekspresi bebas dari kepribadian, gerakan romantik juga menantang penekanan pencerahan atas rasionalitas.
Namun para pemikir pencerahan juga tak hanya diam di tempat, dengan serangan yang bertubi-tubi itu. Mereka melakukan suatu tandingan argumentasi pemikiran, yang terus melancarkan pada pemikir-pemikir romantisme. Para pemikir pencerahan memusatkan perhatian pada manusia secara umum—yaitu unsur-unsur hakikat manusia yang dimiliki semua orang sebaliknya kaum romatik menekankan keragaman dan keunikan—yaitu sifat-sifat yang membuat seorang manusia terlepas dari orang lain.
Para pemikir kaum romantik dengan tegas menekankan; temukan dan ungkapkan dirimu yang sejati, mainkan musik anda sendiri; tulislah puisimu sendiri; lukislah penglihatanmu atas alam; hidup; mencintai dan menderitalah dengan caramu sendiri. Lain halnya pemikir pencerahan yang menegaskan otonomi pikiran— yakni kemampuan untuk berpikir sendiri yang bebas dari otoritas.
Kaum romantik terutama memberikan pentingnya otonomi kepada kepribadian. Yang terpenting adalah kebutuhan dan hak individu untuk menemukan dan memenuhi batin diri. Bagi pemikir pencerahan, perasaan justru akan menghalangi pemikiran yang jernih, namun bagi para pemikir romantik perasaan adalah esensi manusia. Orang tidak akan hidup dengan akal saja kata kaum romantik. Hal ini menegaskan bahwa para pemikir kaum romantik sepakat dengan pendapat Rousseau yang mengatakan bahwa:
“Bagi kita, eksis adalah untuk merasa dan tidak terbantahkan bahwa kesanggupann merasakan lebih dulu ada ketimbang akal”
Inilah yang membuat saya tertegun ketika membaca Buku Peradaban Barat: Dari Revolusi Prancis Hingga Zaman Global karya Marvin Perry. Betapa gagasan dan ide-ide para pemikir Barat sangat mempengaruhi perkembangan negara-negara Eropa saat ini. Negara-negara Eropa meluncur dengan cepat dalam kemajuan karena adanya kontribusi para pemikir-pemikir abad pencerahan dan romantisme yang mendasarinya, meskipun kita mengakui bahwa dibalik itu banyak negara-negara Barat harus membayar dengan mahal karena banyaknya korban jiwa yang meninggal. Namun ini hanya sejarah kelam, mereka tidak ingin diam terlalu lama dan kemudian memilih bangkit menjadi mercusuar peradaban dunia saat ini.
Saya terdiam ketika saya membaca pemikiran kaum romantik yang menilai bahwa perasaan-perasaan spontan tidak dikekang dan merupakan jalan raya menuju kebenaran ketimbang intelek yang berkerut. Lebih lanjut pemikir romantik melanjutkan bahwa dengan mengembangkan naluri dan imajinasi para individu dapat mengalami kenyataan dan menyadari diri mereka yang otentik. Bagi kaum romantik, setiap orang harus merasakan dan mengalami—‘mandi di dalam air kehidupan’ kata Blake.
Perbedaan pemikir pencerahan dan romantik tidak berhenti sampai disitu. Dari perbedaan argumentasi tentang alam, Tuhan dan sejarah juga berbeda. Pemikir pencerahan melihat alam sebagai sebuah mesin tak bernyawa—sebuah jam raksasa, yang semua bagiannya bekerja bersama dengan presisi dan harmoni yang sempurna. Bagi kaum romantik alam itu hidup dan diliputi dengan kehadiran Tuhan. Lebih lanjut kaum romantik mengatakan bahwa alam merangsang energi-energi kreatif imajinasi; ia mengajarkan manusia bentuk pengetahuan yang lebih tinggi.
Sedangkan Tuhan bagi pemikir pencerahan merupakan pembuat jam yang agung—yakni pengamat yang terpisah dari jagad mekanis yang bekerja sendiri—dan mereka berusaha menyusutkan agama menjadi serangkaian dalil ilmiah. Dan bagi kaum romantik Tuhan merupakan daya rohaniah yang mengilhami—agama kata kaum romantik bukan ilmu dan silogisme tetapi ekspresi yang bersemangat dan otentik dari hakikat manusia. Kamu romantik menyeruhkan pengakuan individu sebagai mahluk rohaniah dan pengembangan sisi religius hakikat manusia selaras dengan tujuan mereka untuk memulihkan kepribadian yang utuh, yang terpecah-belah oleh tekanan hebat dari pemikir pencerahan pada intelek.
Kaum romantik dan pemikir pencerahan menganut suatu konsepsi yang berbeda juga atas sejarah. Pemikir pencerahan menilai bahwa sejarah membantu tujuan yang mendidik dengan memberikan contoh-contoh kebodohan manusia. Lebih lanjut pemikir pencerahan mengatakan bahwa pengetahuan itu membantu orang mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih baik, dank arena alasan itu sejarah harus dipelajari. Beda halnya dengan kaum romantik yang menekankan pendapatnya tentang sejarah. Bagi kaum romantik suatu periode historis seperti seorang individu adalah suatu entitas unik bersama jiwanya sendiri. Mereka menginginkan sejarawan memotret dan menganalisis aneka bangsa, tradisi, dan lembaga yang menyusun pengalaman historis. Bagi kaum romantik, setiap orang mempelajari rincian khusus sejarah dan kebudayaan dan untuk memahaminya dengan konteks zamannya adalah fondasi wawasan pengetahuan historis modern.
Saya membaca buku ini hanya sampai pada bab ke tiga, namun saya melihat inilah sejarah kelam negara Eropa. Perbedaan bukan merupakan suatu penghalang untuk menuju pada suatu peradaban dunia yang lebih maju. Mereka lebih banyak menyerap hikma dibalik sejarah pahit yang memakan korban ribuan bahkan miliaran jiwa. Lalu kemudian memilih bangkit dengan memperlihatkan gigi taringnya pada negara-negara tetangga bahwa mereka telah terbangun dari tidur lelapnya yang berkepanjangan. Hingga mereka selalu siap untuk kemudian berkompetisi pada zaman global inizaman yang penuh dengan persaingan kemajuan dalam bidang ekonomi, teknologi serta pertahanan dan keamanan.
Untuk bab selanjutnya semoga saya bisa menuliskan dilain kesempatan…..

                                                                                                Kendari, 6 Februari 2016

0 komentar:

Posting Komentar