24 Oktober 2019

Semalam Bersama ILA


Semalam, seorang teman bernama ILA menghubungiku untuk bertemu. Tak tahu persis kami hendak bertemu tentang apa. Namun diujung telpon, dia seperti sedikit memaksa saya untuk bertemu malam itu. Rasanya dia juga kangen, sama seperti diriku. Karena mau ditraktir, akhirnya saya memutuskan untuk bertemu dengannya.
Sehari sebelumnya, dia juga sempat menghubungiku, mengajak untuk nonton bersama di bioskop Hollywood Cinema Kendari. Tidak dua kali, saya pun langsung meng-iya-kan. Katanya, dia ingin nonton film yang dibintangi oleh pasangan suami istri, Cut Meyriska dan Roger Danuarta itu bersama saya. Judul film bergenre religi itu yakni Ajari Aku Islam.
Tapi ternyata malam itu tidak jadi. Dia masih punya urusan kerja dan harus dibatalkan. Semalamlah pertemuan itu baru terjadi. Duh, kira-kira apa ya, yang ingin dibicarakan?
Kami bercerita sekitar sejam lebih. Dia masih ceria seperti dulu, waktu sama-sama kos di Asrama Tersanjung. Sesekali dia mengingat-ingat persahabatan di asrama dulu. Juga menanyakan kabar teman-teman Asrama yang dia sudah tidak ketahui dimana keberadaannya.
Ada nama Firman, Amir, Rasul dan teman-teman lainnya. Dia masih kangen dengan sahabat-sahabat itu. Dia terhenti berbicara saat mengingat dan menyebut nama Alan. Katanya, dia tak menyangka sahabat kita, Alan pergi begitu cepat, menghadap pada sang pemberi kehidupan. Dalam hati kami mengucap, membacakan Alfatiha untuknya.
Kedatangannya di Kendari mewakili sekolahnya, untuk mengikuti kegiatan pendampingan dan pelatihan. Rupanya dia kini telah menjadi guru di salah satu SMA di Tampo. Ada rasa senang mendengar dia memilih mengabdi menjadi guru meski dengan honor kecil. Di luar sana, ada banyak orang yang menolak mengabdi untuk menjadi guru karena honor kecil atau tak menerima honor sama sekali.
Dia berujar, alasan seperti itu masuk akal sebab guru yang mengabdi juga punya tanggungan baik untuk orang tua, maupun anak-anaknya bagi yang sudah menikah. Mereka harus punya pendapatan. Di desanya, bahkan ada yang memilih untuk menjadi petani tambak dari pada mengabdi jadi guru.
Namun, dia tak mempermasalahkan hal itu. Baginya, honor kecil tidak ada masalah. Yang dipentingkan sekarang adalah dia bisa berbagi ilmu pengetahuan dengan siswa-siswinya. Dia juga belajar membangun jejaring sesama guru-guru untuk mendapatkan akses dan pengalaman yang lebih luas. Buktinya, dia dimintai oleh kepala sekolah di SMA-nya untuk berangkat ke Jakarta dalam rangka mengikuti kegiatan pelatihan. Katanya, di usia sekarang pengalaman itu memang lebih penting.
Sambil menikmati makanan dan minuman yang tersedia, dia lalu menunjukan chat whatsapp dengan siswa-siswinya. Untuk mempermuda komunikasi dengan siswa-siswinya, dia lalu membuatkan WAG (WhatsApp Grup). “Ini untuk mempermuda komunikasi dengan siswa-siswi saya. Saat ada kegiatan seperti ini, saya tinggal menyuruh mereka agar tetap di dalam kelas. Saya memberitahu mereka, tidak ingin di kantor ada yang menelpon saya gara-gara mereka ribut. Nah, sekarang sudah ada siswa yang sering nelpon-nelpon saya nih”, cetusnya sambil tertawa.
“Jangan-jangan siswanya naksir sama gurunya”, kataku sambil terkekeh bersama.
Saat bergegas pulang dan hendak mengendarai motor masing-masing, ada suara yang tiba-tiba seperti berbisik.
“Din, nanti kalau pulang dikampungmu, jangan lupa singgah di rumah ya. Nanti saya kenalkan kamu ke.....” katanya seraya bergegas pergi bersama malam.
Kata-kata itu tiba-tiba terputus, tak dilanjutkan. Pada hal saya masih penasaran apa kelanjutannya. Apakah saya akan dikenalkan ke orang tuanya atau ke komunitas petani tambak di desanya. Duh, ingin rasanya ku chat saja, memintai penjelasannya.

                             Kendari, 24 Oktober 2019

0 komentar:

Posting Komentar