06 Oktober 2016

Mahasiswa, Seks dan Kenikmatan

Pernakah anda berkumpul dan bercerita dengan para mahasiswa yang seringkali menceramaimu tentang banyaknya pacar dan hubungan seks mereka. Dengan semangat yang tinggi serta dengan keterbata-batahannya, mereka akan medudukanmu berjam-jam hanya sekedar mendengarkannya tentang cerita hubungan seks. Mereka akan mengatakan, saya sering berhubungan seks dengan pacar, para pekerja seks komersial, baik ibu-ibu maupun yang masih gadis. Pada saat seperti itu kadang saya hanya mengatakan, owh…luar biasa itu, keren, jantan. Dengan pujian itu, mereka kemudian menyingir seperti orang hebat yang berhasil menaklukan hati gadis-gadis.

Kadang saya tak pernah menduga, bisa bertemu dengan teman-teman seperti itu. Dibalik status mahasiswa mereka, saya menemukan sekeping pelajaran bahwa mahasiswa sekarang sudah tak tertarik dengan dialog-dialog ke-intelektualan. Mereka mencampakan akan isu-isu sosail masyarakat yang seringkali menjerit akan keangkuhan penguasa. Mereka dengan bangga menceritakan cerita-cerita seks yang murahan itu, meskipun kuping saya tak menghendaki. Pengalaman mereka hanya sebatas sampai disitu, tak lebih. Tiap hari ia akan mengulanginya dan mengulanginya lagi. Mereka tak menemukan mutiara dan tak melihat pelajaran apa, dibalik perempuan-perempuan yang menjual dirinya itu.

Saya bertemu mereka beberapa minggu yang lalu, saat ada beberapa urusan yang hendak saya selesaikan. Saat itu saya hendak bergabung dan mendengarkan cerita-cerita mereka. Saya menyimak beberapa bahasa yang mereka ucapkan dan ternyata ceritanya tentang main perempuan dan minum-minuman keras. Pikirku, menantang juga ini bertemu mahasiswa-mahasiswa seperti ini. Saat saya tanya, apakah anda tau perempuan itu apa? Dan mengapa mereka melakukan itu? Dengan pertanyaan ini mereka terdiam dan tak tau hendak bicara apa.

Yang mereka tau memang hanya kesenangan, kenikmatan sesaat saat berhubungan badan dengan pacar mereka atau para perempuan malam. Tanpa mereka tau bahwa perempuan itu adalah lautan kehidupan, seperti yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer. Tak akan ada peradaban tanpa perempuan. Kita terlahir karena perempuan yang dengan susah paya mengeluarkan kita di alam kehidupan ini. Kita ada karena atas perjuangan seorang perempuan, ibu kita yang dengan susah paya melahirkan kita untuk melihat kehidupan ini. Seharusnya pacar-pacar mereka harus dimuliakan. Adapun yang perempuan malam, mereka juga harus dihargai.
Saya pernah bertemu dengan para perempuan malam. Saat saya bercerita dengan mereka ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dibalik pekerjaan hina mereka. Kata perempuan malam itu, saya lakukan ini untuk menghidupi anakku yang masih kecil. Saya butuh pekerjaan, butuh uang, tapi di Kendari tak ada pekerjaan yang bisa menerimaku, saya hanya bisa lakukan ini, katanya.

Perempuan malam melakukan itu karena persoalan ekonomi. Ada beban dan tanggungjawab yang diembannya. Ia perlu menghidupi anak gadisnya yang masih kecil. Dibalik pekerjaannya yang dianggap hina itu, ia lebih mulia daripada para mahasiswa itu. Perempuan malam itu, tau akan tanggungjawabnya sedangkan mahasiswa itu sama sekali tidak. Tak tau akan tanggungjawabnya sebagai mahasiswa.

Kita seharusnya harus berbesar hati, bersimpul dibawa kolom langit ini dengan kerendahan hati. Kehidupan adalah seusatu yang indah, menawan dengan bingkaian secercah harapan akan sesuatu peradaban yang mulia. Yang kita lakukan adalah mencoba memberikan suatu perubahan secuil demi secuil pada kehidupan ini. Secuil itu kemudian akan menjadi sebuah pohon yang besar dan akar yang kuat jika kita menyiraminya dengan kemuliaan dan kerendahan hati.

Mungkin benar yang dikatakan oleh Sujiwo Tedjo dalam acara Mata Nadjwa, katanya pendidikan tinggi (untuk mahasiswa) itu penting kalau untuk memperbanyak mantan. Namun sebenarnya ungkapan ini mempunyai makna, untuk kemudian mengingatkan mahasiswa sekarang ini agar mengawal perjalanan bangsa ini kedepan. Dengan apa itu? Yaitu dengan belajar, membaca buku-buku dan berorganisasi. Jika hanya sekedar pacaran dan tidak belajar dan membaca berbagai macam buku atau berorganisasi berarti pendidikan tinggi itu sama sekali tidak penting. Anda ambil ijazah dan selanjutnya selesai. Sudah.

Namun bukan itu makna sebagai mahasiswa. Ia ujung tombak dalam mengawal generasi bangsa ini kedepan. Generasi muda yang seharusnya mencerahkan peradaban, bukan sebaliknya menodainya dengan cerita-cerita murahan yang tak bermutu itu.

Inilah yang saya lihat mahasiswa hari ini, khususnya di Kendari. Cerita dibawah bayang-bayang akan kehidupan seks dan kenikmatan. Ini hanya persoalan paradigma yang tidak menonjolkan pemikiran mereka pada isu-isu social. Dan pada akhirnya kehidupan intelektual mereka sama sekali mati, tak bangkit.

 
                                                                                                                    La Ode Halaidin
                                                                                                                    Kendari, 7 Oktober 2016

0 komentar:

Posting Komentar