02 April 2015

KISAH KKN-N II : Indah Dan Menggetarkan Jiwa



RASANYA sudah terlalu lama saya menyimpan dan tidak menuliskan kisah ini. Namun malam ini saya akan mencoba menuliskan kisah itu dengan menyusunnya yang kemudian membingkainya dengan kata-kata untuk hanya sekedar menginspirasi banyak orang. Inilah yang akan kulakukan sekarang dan kedepannya mengasah tantangan ini sekaligus menutupi kejenuhan dan kebosanan yang menyelimuti batin ini. 
Kisah itu, yang terjadi sekitar bulan Januari yang lalu, dimana kami dari Universitas Halu Oleo melakukan Kuliah Kerja Nyata Nusantara II dan kami saat itu ditempatkan di sebuah kampung terpencil yakni Desa Sandang Pangan.

Desa Sandang Pangan merupakan desa yang terletak di Kec. Sampolawa, Kab. Buton Selatan yang merupakan hasil dari pemekaran dari Kab. Buton yang dimekarkan beberapa tahun lalu. Desa Sandang Pangan dulu dikenal dengan sebuah dusun atau kampung yang dinamakan dengan  kampung Rongi. Setelah pada tahun sekitar ±1980-an kampung tersebut berubah nama menjadi Desa Sandang Pangan.
Dari beberapa masyarakat setempat mengatakan bahwa nama Desa tersebut dirubah karena dulu Kampung Rongi merupakan lumbung padi ladang/gunung dan jagung terbesar di Kab. Buton yang kemudian nama kampung tersebut diganti dengan desa Sandang Pangan.

Dulu nama Rongi melejit kesantero Buton bukan saja terkenal dengan penghasil sandang dan pangannya tetapi juga terkenal dengan pawang hujannya sampai sekarang. Ketika itu saya berkunjung dari desa tetangga  dan sempat ditanya, anda mahasiswa KKN ya, poskonya dimana? Saya jawab, Sandan Pangan, Pak. Lalu Bapak itu menjawab, Oww…itu kampung Rongi yang terkenal dengan pawang hujannya di Buton ini. Apa!!! 

Bagi saya dikampung, kepintaran menjadi pawang hujan bukan sesuatu hal yang luar biasa dan sama sekali tidak membuat desa terkenal. Bagi masyarakat Sandang Pangan, pawang hujan di ibaratkan sebagai nahkoda kapal yang memiliki peran penting untuk mengendalikan kapal ketika akan tenggelam untuk kemudian menyelamatkan banyak orang.

Inilah yang membuat saya terkesimah, menjelang tiga hari sebelum pesta masyarakat ini akan bekerja keras dan saling bantu membantu. Bagi masyarakat ini pesta merupakan hal yang sakral di adakan dan tidak bisa diganggu gugat, termasuk hujan. Ketika langit mulai menghitam, dengan membawah percikan kilatnya yang bergemuruh maka seorang pawang hujan akan memulai tugasnya dengan meniupkan berbagai mantra-mantra ke langit. Dan seketika itu pun awan-awan hitam tersebut menghindar dan bertebrangan larih entah kemana. Percaya atau tidak. Langit yang hitam tadi kemudian kelihatan mulai cerah dan masyarakat akan mulai beraktifitas kembali.

Seorang sahabat mengatakan kepada saya, bahwa mereka adalah para tokoh-tokoh adat yang dipercaya dan diangkat di desa ini. Merekalah yang memegang kendali desa Sandang Pangan agar tetap tentram dan aman dari bahaya ilmu-ilmu ghaib. Merekalah nahkoda tersebut yang bisa menafsirkan segala sesuatu kemana desa akan diarahkan ketika berada dalam gejolak pertikaian dan ancaman.

Salah satu tokoh adat yang paling dipercaya tersebut adalah Parabela. Parabela merupakan ketua tokoh adat, yang diangkat oleh masyarakat dan pemerintah desa berdasarkan keturunan Sultan. Saya tidak menemukan banyak cerita tentang Parabela dan seingat saya ketika melakukan musyawara dengan masyarakat bahwa Parabela juga merupakan penafsir bintang dan juga hari-hari yang baik.

Ketika itu kami mengusulkan untuk melakukan penghijauan desa (Reboisasi) dan pengecetan sebuah Baruga atau Rumah adat. Seorang sahabat mengatakan kepada kami bahwa kami harus meminta izin sebelum melakukan pengecetan Baruga tersebut dan menanyakan hari penanaman yang baik. Jika tidak, maka tanaman akan mati dan ketika melangkahi Parabela maka bencanalah yang akan melanda desa ini. Hari itu detak jantungku bergemuruh kian cepat, dan terlintas dalam benaku, sepertinya saya harus menjaga langka yang tepat agar saya tidak memasuki jurang dalam ini yang penuh keghaiban.

Di desa ini memang terdapat banyak hal yang perlu dieksplorasi, mulai dari potensi pariwisata, pertanian juga budaya dan lembaga adat yang mesti harus dipertahankan. Desa Sandang Pangan berupa dataran tinggi sehingga diberbagai sisi wilaya di kelilingi oleh pegunungan atau puncak-puncak yang sangat tinggi nan-indah.
Inilah yang saya anggap sebagai potensi pariwisata. Seorang sahabat menceritakan kepada saya bahwa dulu puncak Teletubies (yang biasa disebut anak-anak Sandang Pangan) atau puncak Lamando pernah ingin dijadikan tempat pariwisata oleh pemerintah daerah. Namun kemudian niat tersebut terbengkalai yang disebabkan oleh tidak adanya kesepakatan antara pemerintah daerah dan tokoh-tokoh adat.

Dengan adannya hak otonom setiap Desa, sebagaimana yang telah diamatkan Undang-Undang Desa No 6 Tahun 2014 maka setiap Desa mempunyai wewenang untuk mengembangkan basis sumber daya yang ada di desanya. Sebagaimana yang kita ketahui dalam Undang-Undang Desa tersebut dapat mengamanatkan empat hal. Yang pertama adalah membangun desa berarti membangun kawasan pedesaan. Hal ini menegaskan bahwa Desa dibangun berdasarkan basis sumber daya yang dimiliki yakni termasuk hasil-hasil kekayaan alam yang ada didesa tersebut. Yang kedua, bahwa pengembangan ekonomi desa yang melalui BUM-Desa. Ketiga, desa melakukan pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan dana desa. Dan yang keempat adalah system informasi Desa untuk kemudian dapat memudahkan desa dalam melakukan pembangunan dan memetahkan kawasan pedesaan.

Selain itu, lembaga adat juga memiliki peran penting dalam menjaga kearifan local desa Sandang Pangan. Desa ini begitu sangat kental dengan hukum adat yang diterapkannya. Salah satu masyarakat mengatakan kepada saya bahwa hukum yang berlaku di desa ini, adalah hukum adat. Masyarakat itu memberikan contoh, beliau mengatakan ketika anak laki-lakinya membuat kekacaunan atau berbuat onar di desa, maka dia tidak berhak untuk menginjakan kakinya diatas rumah. Hukum ini merupakan suatu kesepakatan kami antara masyarakat dan pemerintah desa dan ini tetap berlaku sampai sekarang. Tandasnya.” 

Bagi masyarakat sandang pangan lembaga adat di ibaratkan sebuah benteng yang kokoh yang kemudian dapat meleburkan masyarakat pada satu kesatuan yang urgen, menciptakan keharmonisan dan kedamayan antar sesama. Setiap masaalah dapat diselesaikan melalui lembaga adat agar tidak berkepanjangan dan tidak menciptakan permusuhan antar sesama. Keputusan seorang Parabelah (tokoh adat) adalah keputusan yang fainal yang tidak dapat diganggu gugat dan sangat sakral.

Saya menemukan banyak hal di Sandang Pangan ini, keramah-tamahan masyarakatnya, ke-gotong-royongannya yang sangat kuat, keharmonisan antar sesama dan penghargaan terhadap seseorang meskipun itu buatnya orang yang masih asing, dan anak-anaknya yang siap dan setia mendengarkan setiap materi yang saya berikan.

Saya masih tetap rinduh dan mesti akan terus mengunjungi desa ini. Masih ada informasi yang perlu saya gali untuk kemudian belajar banyak dengan masyarakatnya. Masih banyak hal yang perlu saya pelajari tentang kearifan local dari desa ini.

Saya sempat mendengarkan cerita dari masyarakat setempat bahwa desa Sandang Pangan ini pernah dikunjungi oleh para artis-artis di Jakarta dalam pembuatan sebuah film dan stasiun televisi swasta Trans 7 yang menayangkan sibolang di kali Tinawabako. Dan tentunya mereka sudah punya konsep mengapa desa Sandang Pangan yang harus mereka kunjungi. Dan tentunya juga sudah pasti banyak meniympan sejara dan kisah klasik yang masih tersembunyi di desa ini.

Pada saat saya menggali informasih tersebut, seorang sahabat menceritakan kepada saya bahwa pembuatan film tersebut diadakan di baruga atau rumah adat yang diperankan oleh Reza Rahardian. Dan sebenarnya tidak disetujui oleh Parabela, namun mereka tetap memaksa dan tidak mempercayai ucapan dari Parabela. 

Namun setelah pembuatan film tersebut, yang terjadi adalah malapetaka. Banyak masyarakat yang menjadi korban dan dalam sehari masyarakatnya meninggal sekitar 3-4 orang. Seorang sahabat tersebut mengatakan total masyarakat yang meninggal setelah pembuatan film tersebut sekitar 97 orang. Sahabat ini menceritakan bahwa kejadian itu berhenti ketika para tokoh-tokoh adat lalu bersemedi dengan membacakan mantra-mantra di Baruga tersebut. 

Parabela atau ketua adat ini adalah orang yang mempunyai kekuatan mistis. Dia dapat menafsirkan segala sesuatunya yang ada di desa tersebut. Dan ketika dia mengatakan itu tidak boleh maka setiap orang tidak bisa melakuka pemaksaan sesuai kehendaknya karena seorang Parabela sudah mengetahui semua konsekuensi yang akan terjadi.

Anehnya, Parabela juga mempunyai sebuah naga. Naga tersebut adalah sebuah senjata Meriam yang digunakan pada zaman kerajaan di Buton. Ketika saya menanyakan sejak kapan meriam itu ada, Parabela mengatakan bahwa Naga itu ada sejak 10 Masehi. Dan beratnya Masya Allah…. saya hampir tidak bisa mengangkatnya. Naga tersebut terus dalam posisi berdiri dan tidak dapat dibaringkan, seorang sahabat mengatakan kalau naga tersebut jatuh dari tempatnya berarti pertanda bahwa akan bencana yang akan melanda desa ini. Aahhh…Apa….!!!! 

Setiap pergantian Parabela, naga tersebut akan dimiliki Parabela yang baru. Pernah seorang sahabat bercerita bahwa naga tersebut dulu hendak mau di bawah di Kendari untuk di simpan di Museum, namun hal tersebut tidak bisa. Katanya teman ini, Mobil yang dipake tidak bisa jalan, kemudian Parabela langsung turu tangan untuk berbicara dengan naga tersebut baru kemudian bisa jalan. 

Setelah itu, lalu naga tersebut dibawah dengan kapal Very, namun hal tersebut juga tidak dapat dibawah. Pada saat itu katanya very akan tenggelam dan tidak bisa jalan sampai akhirnya dipulangkan di desa Sandang Pangan seperti semula.

Inilah yang membuat saya terus bertanya-tanya, cerita seperti ini saya dapatkan hanya dalam sebuah cerita legendah atau film-film. Rasanya inilah yang menggetarkan jiwa saya, membuat saya terus bertanya-bertanya dalam hati. Kokk… bisa yaa… pasti anda penasaran juga khan...!!!!

0 komentar:

Posting Komentar