Sumber gambar: newsth.com
JOKOWI alias Joko widodo merupakan sosok yang sederhana dan ramah yang saat ini masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Jokowi terkenal dengan ala blusukannya yang sering atau banyak menyapa kalangan masyarakat menengah, sehingga media sosial tak tanggung-tanggung untuk memosting blusukan tersebut. Namun orang-orang tertentu atau pihak yang berbeda jalur apakah dalam hal Partai Politik ataupun perbedaan argumentasi lain harus membeberkan bahwa blusukan tersebut hanya bagian dari pada pencitraan untuk menarik simpati masyarakat. Dan bahkan orang-orang tertentu juga tidak mempercayai akan menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan yang ada di Jakarta, sehingga tidak heran dimedia sosial banyak perseteruan yang menyerang kepemimpinan Jokowi.
Ditengah kesibukan-kesibukannya sebagai Gubernur yang mengurus berbagai persoalan di Jakarta misalnya persoalan Banjir, macet dan lain-lain, kini juga harus sibuk mempersiapkan diri sebagai Capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) setelah didaulat oleh ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Kesibukannya tidak hanya berhenti sampai disitu, setelah Pileg tanggal 9 April kemarin kini partai yang tempatnya bernaung dalam berkader menurut hasil hitung cepat (Quick count) menempati posisi pertama dengan perolehan suara 18,94 persen. Dan kini Jokowi sibuk melakukan Konsolidasi ke partai-partai untuk mengkomunikaskan koalisi, menawarkan program kerja berupa pembentukan kabinet dan lain sebagainya. Tentu dalam kesibukannya selain hal diatas, tidak lupa juga saat ini Jokowi sedang mencari orang yang ingin mendampinginya sebagai Cawapres.
Dengan adanya hal tersebut, kini menyebabkan dan mengundang sebagian keresahan masyarakat DKI Jakarta. Berbagai polemik pun harus terjadi, ada yang beranggapan bahwa Jakarta saat ini tidak diperhatikan lagi dan seperti halnya di anak tirikan, akan diusir dari Jakarta dan akan dikembalikan di Solo dan ada yang memintanya untuk segera mengundurkan diri dari kursi Gubernur. Disisi lain, Jokowi banyak mendapatkan dukungan dari pihak-pihak tertentu misalnya para relawan Jokowi yang tersebar diseluruh Indonesia termasuk di DKI Jakarta dan juga di Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk mendukung mempersiapkan diri dalam pertarungan pemilihan umum Pilpres tanggal 9 Juli mendatang. Artimya persoalan untuk memperhatikan Jakarta dimarjinalkan dulu, yang kemudian harus memfokuskan diri untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan persiapan dan pemenangan Pilpres 2014 ini.
Namanya bukan Jokowi kalau satu hari tidak diliput oleh media, dan melakukan berbagai pertemuan baik dengan tokoh-tokoh nasional maupun antar kader partai. Namun, ternyata tanggal 15 kemarin malam Jokowi dan juga Megawati Soekarnoputri bertemu sejumlah Duta besar termasuk Duta Besar Amerika Serikat Robert O' Blacke. Pertemuan tersebut dilakukan di rumah salah seorang pengusaha yakni Jacob Soetoyo yang berada di Jalan Sircon No 73, Permata Hijau Jakarta Selatan. Dengan adanya pertemuan tersebut, membuat para pengamat politik geram untuk memberikan kritikan dan argumentasi. Seperti yang diungkapkan oleh pengamat politik Universitas Jayabaya Igor dirgantara bahwa pertemuan tersebut tidak akan pernah terlepas dari kepentingan Amerika Serikat dalam Pilpres 2014. Pertemuan tersebut juga meyakinkan AS dan sangat mungkin untuk mendikte pemerintahan Jokowi nanti.
Igor menjelaskan, ini merupakan wujud nyata kepentingan AS dalam menguasai perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia yang sebetulnya telah terungkap dari kasus terbongkarnya penyadapan AS dan kebocaran kawat diplomatik AS oleh Edward Snowden. Karena itu, bukan AS namanya jika tidak punya agenda politik ekonomi. Belum lagi menurutnya jika itu dikaitkan dengan adanya kepentingan korporasi besar AS seperti kontrak Freeport di Papua, Newmont dan lainnya. Karena, AS ingin agar Asia Tenggara lebih membuka akses perdagangannya demi memulihkan kembali perekonomiannya yang terpuruk akibat krisis.
Lain halnya dengan pengamat media UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra menilai bahwa pertemuan tersebut tidak etis, sebab membuka penafsiran adanya intervensi asing dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden dan bahkan dapat melukai rasa independensi Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat secara politik. Selain dari pada itu Iswandi juga mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut sebagai menjadi semacam ajang transaksi politik dan bisnis. Karena pertemuan itu hanya dilakukan dengan duta besar negara yang notabene hanya memiliki kepentingan bisnis besar di Indonesia.
Pada masa orde baru ini biasa disebut akan terjadi hubungan ekonomi politik Patron-klien. Dan saat ini hubungan patron-klien tersebut akan mungkin terjadi. Hubungan Patron-klien merupakan hubungan yang dibangun atas dasar hubungan balas jasa maupun ikatan kekerabatan yang memiliki kepentingan bisnis dengan elit-elit birokrasi pemerintahan. Dengan adanya pertemuan Jokowi dan duta besar AS tersebut, mungkin saja ini bisa menjadi langka awal untuk membangun hubungan patron-klien, apalagi tempat pertemuannya dirumah salah seorang pengusaha Jacob Soetoyo.
Melalui hubungan Patron-klien tersebut maka bukan sesuatu yang mustahil jika orang-orang yang mempunyai kepentingan bisnis akan memperoleh banyak kemudahan dalam mendirikan dan mengembangkan usaha mereka. Apalagi berbicara mengenai kontrak PT Freeport di papua ada kemungkinan semua akan bisa terjadi. Karena dalam berita dimedia social menteri perekonomian Hata Rajasa mengatakan nasib PT Freeport akan berada ditangan pemimpin baru. Inilah yang menjadi kesempatan Dubes AS untuk memberikan dukungan kepada Capres Jokowi, untuk memperlancar aksinya agar PT Freeport tetap berada dipihak AS.Namun hal ini sebenarnya yang akan menjadi kekhawatiran oleh masyarakat Indonesia.
Bagi saya, memilih pemimpin harus memperhatikan perjalanan hidup dari seorang pemimpin tersebut. karena orang yang bisa menjadi pemimpin negeri ini, bukan hanya dilihat kalangan militernya, sipilnya atau pun pengusaha tetapi orang yang mempunyai komitmen dan tanggung jawab penuh untuk mengejewantakan jabatnnya untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan partai politik ataupun kepentingan kelompok, karena sesungguhnya jabatan presiden tidak bisa dijadikan sebagai jabatan politik.
Di Asrama Tersanjung saat sepi dan mendengarkan lagu kesukaan (once : Matilah kau)
0 komentar:
Posting Komentar