Berbicara
jarak antara bumi dan langit memang kedua mempunyai jarak yang amat jauh, yang
sampai saat ini, belum ada para astronom yang menemukan titik yang tepat untuk
jarak tersebut. tetapi saya tidak ingin mengarah atau mengidentifikasi pada
pembahasan tersebut. Namun, yang saya ingin eksplikasikan adalah membandingkan
bagaimana kemajuan antara negara Indonesia dengan negara-negara seperti Amerika
Serikat, China, Australia. Topik diatas merupakan inspirasi yang saya tonton
disuatu media Trans7 yang berjudul Bumi Langit.
DALAM ACARA Bumi Langit tersebut, memang menghadirkan
beragam kontradiksi yang terjadi di sekitar kita, dalam kehidupan sehari-hari,
antar daerah, dan juga antar negara. Dalam Bumi Langit dibandingkan
berbagai sisi kehidupan antara si kaya dan si miskin, pejabat dan masyarakat,
sosial budaya, lingkungan, pendidikan, hukum dll. Diantaranya seperti
seorang nenek mencuri 2 buah coklat dihukum 2 bulan penjara, sedangkan Koruptor
melakukan korupsi 20 M dihukum 6 bulan penjara. Masyarakat kecil harus mengantri
untuk mendapat pelayanan rumah sakit, orang kaya tinggal milih rumah sakit
sesukanya.
Selain hal diatas, ada juga kehidupan sosial di
jakarta yang selalu berbarengan tinggal dan hidup dengan suara-suara berisik yang
mungkin sangat menganggu pendengaran mereka. seperti warga yang hidup didekat
rel kereta api. kalau kita pergi ke Jakarta memang terlihat jelas
deretan-deretan bangunan, dan sampah yang mengotori pemandangan lingkungan
setempat. Kehidupan sosial di Indonesia banyak menuai kontroversial. Hidup
disamping jalan rel kereta api merupakan hal yang biasa bagi masyarakat
Jakarta.
Penetapan regulasi seakan tidak ada
dan tidak diperhatikan sama sekali.
Tetapi didalam acara Trans7 tersebut dikatakan bahwa
regulasi pemerintah sudah ditetapkan bahkan sering melakukan pembongkaran
terhadap rentetan bangunan-bangunan tersebut. Kesadaran sosial sangat
diperlukan oleh pemerintah, selain daripada penetapan regulasi sehingga akan
terjalin suatu koordinasi dan kerjasama yang baik. Disis lain, masyarakat tidak
dapat disalahkan, mengapa kemudian masyarakat tetap kembali membangun
rumah-rumah atau kios-kios di samping jalan kereta api! Jawaban masyarakat
sederhana yaitu mereka membutuhkan makanan untuk hidup dan mereka akan tinggal
dimana. Jakarta sudah dipadati oleh penduduk, dan pembangunan yang padat
sehingga tidak ada jalan lain selain mereka menetap dan bertahan hidup di
samping jalan kereta api.
Selain itu, anak-anak jalanan yang sering mencari
recehan dijalanan dengan cara mengamen dan mengemis merupakan suatu hal yang
lumrah bagi masyarakat Jakarta dan juga daerah-daerah lain. Dalam data Kemensos
dikatakan bahwa sekitar 7000 pengemis dan pengamen anak-anak jalan yang ada di
Indonesia. Ini merupakan hal yang memprihatinkan. Seharusnya mereka masih
mempunyai masa depan dan perjalanan hidup yang panjang untuk mempreoritaskan
waktu mereka dalam dunia pendidikan. Program pemerintah pendidikan gratis
selama 9 tahun mereka kesampingkan demi mencari uang recehan dijalanan untuk
menyambung hidup. Sedangkan dalam
Undang-Undang juga sudah ditegaskan bahwa orang-orang miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh Negara artinya hidup dan juga masa depan mereka suda
ada dalam roh pemerintah.
Faktor kemiskinan seakan menjerah dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, sehingga mengapa kemudian tidak melanjutkan pendidikan. Pengangguran
ada dimana-mana, kriminalitas, pembunuhan, pemerkosaan, pencabulan anak dibawah
umur dan lain sebagainya. Dalam Bukunya Prof. Dr. Hendrawan mengatakan bahwa pada
tingkat global, sekitar empat miliar manusia hidup dalam kemiskinan, dengan
penghasilan rata-rata kurang dari USD 2
per hari. Setiap hari, sekitar 50.000 orang mati lantaran faktor-faktor yang
terkait dengan kemiskinan. Banyak pengamat ekonomi mengatakan, untuk kemajuan
sebuah bangsa yang perlu didorong adalah yang pertama, kualitas sumber daya
manusia dengan menempatkan diri dan banyak bergelut dalam dunia pendidikan. Dan
yang kedua adalah ketersediaan infrastruktur yang memadai guna untuk dapat
mengakses adanya ketersediaan sumber daya alam. Dan yang ketiga, adanya penguasaan
yang berbasis teknologi tinggi.
Pada negara-negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia pertumbuhan ekonomi selalu didengung-dengungkan lebih sering dicapai
dengan pengorbanan yang besar. Data-data pertumbuhan ekonomi dijadikan justifikasi
sebagai bentuk kampanye prestasi kerja pemerintah. Tetapi pada fakta dan
realitas pertumbuhan tidak selalu disertai dengan adanya penurunan kemiskinan
yang menuju pada kesejahteraan masyarakat banyak artinya terjadi ketimpangan
yaitu pertumbuhan tanpa ada pemerataan. Kita akan salah besar ketika mengatakan
bahwa apabila terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka kemiskinan mengalami
penurunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan ukuran dari upaya pengentasan
dan penurunan kemiskinan.
Maka tidak salah ketika Prof. Sri Edi Swasono
mengatakan bahwa program anti kemiskinan di Indonesia bentuknya bukan untuk
menggusur kemiskinan melainkan untuk menggusur orang miskin . Dan tidak heran
ketika Prof. Dr. Hendrawan mengatakan bahwa dalam system ekonomi yang tinggi
seperti yang terjadi di Indonesia di sebagian besar Negara sedang berkembang,
termasuk Indonesia penduduk miskin terjebak dalam apa yang disebut Prahalad
sebagai ‘ the poverty penalty’ ( Hukuman bagi si miskin ). Itu karena mereka
harus membayar lebih untuk semua layanan yang mereka nikmati ‘ the poor pay a
premium for everything’ (Prahalad, 2005:11).
Selanjutnya yakni warga papua yang membangun rumah
diatas pohon yang tingginya sekitar 50 meter juga merupakan suatu hal yang
lumrah. Kemerdekaan Indonesia yang sudah berjalan 68 tahun ternyata masih ada
rakyatnya yang belum merdeka secara insani. Dana atau anggaran pemerintah yang
seringkali dikucurkan seakan-akan tidak menghampiri dan menyentuh mereka. Nasib
dan masa depan mereka yang biasa disebut orang keriting dan kulit hitam (orang
Papua) seakan-akan dimarjinalkan.
Penyegaran komitmen dan cita-cita kita perlukan
sebagai bangsa yang ingin berdaulat. Apalagi semangat itu seringkali kita
nyatakan dalam pembukaan UUD 1945 “ melindungi bangsa Indonesia dan segenap
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaiaan
abadi, dan keadilan sosial”.
Dengan adanya hal tersebut maka perlu adanya proses
penguatan insani dalam berbagai segala bentuk. Seperti yang dikutip oleh prof.
Hendrawan yang ditegaskan oleh Amarty Sen, Pemenang Nobel Ekonomi 1998 bahwa
tujuan akhir dari kebijakan publik adalah penguatan kehidupan dan kebebasan insani
(the enhancement of human life and freedoms).
Kepergian saya ke Papua pada tahun 2009 lalu memang
saya melihat, Papua memiliki sumber daya alam dan kesuburan tanah yang
insentif. Tanah yang tidak kenal musim, dan juga tambang PT. Freeport yang
merupakan aikon penting untuk masyarakat papua. Tetapi, apa yang menjadi
kelemahan mereka adalah rendahnya kualitas SDM untuk mengelola kesuburan tanah
tersebut dan masih memakai cara-cara yang tradisional. Selain dari pada itu
ketersediaan infrastruktur masih minim sehingga tidak dapat mengakses untuk
mengelola sumber daya alam secara maksimal. Tambang PT. Freeport yang
disebut-sebut sebagai perusahaan tambang terbesar didunia, kini tidak berpihak
kepada kesejahteraan masyarakat papua. Sementara itu, masyarakat Papua sendiri, hanya bisa melihat
dan menjadi penonton menyaksikan kekayaan alamnya yang setiap hari di bawah
kelur negeri.
Banyaknya pendatang termasuk orang-orang Jawa, Buton,
Makasar, Batak dan pendatang lainnya memanfaatkan lahan tersebut. Sebagian masyarakat
Papua tidak suka dengan keramayan sehingga banyak lahan-lahan mereka dijual
kependatang dan mereka lebih memilih berdiam diri dan berkeluarga ditengah
hutan. Singkat kata, ketika orang-orang pendatang sukses termasuk orang jawa, saya
sering mendengar makian yang dikatakan, kalau
dijawa makannya tinggal tahu dan tempe tiba disini makananya tinggal ikan dan
ada juga orang papua mengatakan datang di
Papua pakayannya ditaruh dikantung pulang disimpan dikofor. Ini yang
membuat saya ketawa-ketawa, saya bilang paceee-pacee….
Lalu bagaimana dengan kehidupan sosial di China,
Amerika Serikat dan Australia?.
China
yang biasa dikenal dengan sebutan negara tirai bambu merupakan negara maju,
yang mempunyai komposisi penduduk terbesar didunia. Kehidupan sosial di negara China
sangat tertata dengan baik, secara komprehensif dan sangat efektif. Jalan
kereta api yang terhubung antara satu dengan yang lain, dapat menunjukan
kelancaran transportasi meskipun jalan tersebut merupakan bukan satu-satunya
jalan yang harus dilewati oleh kereta api tetapi juga kendaraan-kendaraan lain
seperti kendaraan roda empat (mobil) dan juga kendaraan roda dua (motor). Kalau
di Indonesia jalan kereta api kebanyakan hanya terdapat dijalan daratan, negara
China mempunyai jalan kereta api kalau dijakarta biasa disebut jalan layangan
atau jalan kereta api diatas jalan raya. Kini China sedang akan menyelesaikan
proses pembangunan jalan kereta api terpanjang di dunia.
Selain itu, penataan ruang-ruang disamping jalan
kereta api terlihat sangat menyejukan. Tidak ada bangunan rumah-rumah atau
pondok-pondok yang menjadi tempat berteduh atau kios-kios yang menjadi tempat
untuk berjualan. China menetapkan regulasi-regulasi yang kongkrit, untuk
mengawasi serta memberikan sanksi terhadap warga atau masyarakat yang
mendirikan atau membangun disamping jalan rel kereta api. Sehingga tidak ada
komplikasi yang dilakukan oleh pemerintah China. Maka tidak salah, banyak
pengamat ekonomi mengatakan bahwa Negara China memiliki ketersediaan SDM,
infrastruktur dan penguasaan teknologi yang memadai sehingga mempunyai daya
saing untuk menuju negara yang akan menyaingi negara Amerika Serikat.
Amerika
serikat, dengan penduduk terbanyak setelah China. Amerika serikat yang terkenal
sebutannya dengan negara paman sam, mempunyai kehidupan social yang penuh
dengan control oleh pemerintah. Anggap saja misalnya kehidupan anak-anak
jalanan. Pemerintah AS mempunyai hak asuh untuk merawat dan memberikan
kesempatan kepada anak-anak jalanan untuk menempuh pendidikan. Memberikan
kehidupan yang layak, seperti tempat tinggal yang layak huni, dan kebutuhan
konsumsi lain yang layak dan lain sebagainya. Sama halnya dengan pengemis. Di
acara media trans7 tersebut memang terposting bahwa para pengemis mendapatkan
perlakuan yang manusiawi dan ditempatkan di dinas sosial yang lebih efektif.
Negara
Amerika Serikat sangat memfokuskan perhatiannya dalam bidang pendidikan,
terutama pendidikan bagi anak-anak, kaum muda dan juga para remaja. Pertanyaannya;
mengapa Amerika Serikat lebih memilih memusatkan perhatiannya kepada pendidikan
anak-anak, kaum muda dan juga para remaja?. Menurut Heidenheimer (1990:23)
karena negara memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kader-kader bangsa.
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap warga
negara. Selain dari pada itu Amerika Serikat memberikan pendidkan gratis bagi
anak sekolah untuk masa 12 tahun pendidikan awal dan biaya pendidikan relative
murah untuk tingkat pendidikan tinggi.
So,
bagaimana dengan kehidupan social di negara Australia. Kalau di papua
mendirikan rumah diatas pohon sebagai tempat tinggal penghidupan mereka, di
Australia mendirikan tempat tinggal diatas pohon sebagai tempat pariwisata.
Warga Australia memanfaatkan ide-ide kreatif tersebut sebagai bagian dari
penghasilan. Didalam acara media Trans7 Bumi Langit tersebut terlihat, model
rumahnya bermacam-macam, ada yang berbentuk bola dan ada juga berbentuk rumah
panggung. Rumah-rumah tersebut didalamnya diisi dengan berbagai perlengkapan
untuk keperluan para pengunjung sehingga memperoleh kepuasan. Ketika hari
libur, biasanya waktu mereka dihabiskan untuk berwisata di News Australia
dengan menikmati berbagai indahnya pemandangan.
Sebagai
negara yang sedang berkembang, kita perlu belajar dari ketiga negara-negara
ini. Perhatian dan penetapan regulasi didalam kebijakan pendidikan perlu
ditingkatkan yang harus difokuskan pada tatanan masyarakat menengah kebawah. Walaupun
kemajuannya antara Indonesia dan China, Amerika Serikat, Australia diibaratkan
antara langit dan bumi tetap kita harus yakin dan optimis dengan melakukan
perubahan secara bertahap. Indonesia harus menjadi negara yang kuat,
bermartabat dan juga berdaulat terutama pada sektor pendidikan yang harus
ditempatkan pada posisi yang penting dan urgen. Karena seperti yang diungkapkan
oleh AP. Batubara bahwa, kemajuan
sebuah bangsa selalu di tandai dengan tingginya kualitas sumber daya manusianya
dan sejarah juga membuktikan bahwa, ketertinggalan dan kemunduran sebuah bangsa
karena rendahnya rata-rata kualitas sumber daya manusianya.
0 komentar:
Posting Komentar