06 Desember 2014

Belajar Dari Bengawan


Berbicara jarak antara bumi dan langit memang kedua mempunyai jarak yang amat jauh, yang sampai saat ini, belum ada para astronom yang menemukan titik yang tepat untuk jarak tersebut. tetapi saya tidak ingin mengarah atau mengidentifikasi pada pembahasan tersebut. Namun, yang saya ingin eksplikasikan adalah membandingkan bagaimana kemajuan antara negara Indonesia dengan negara-negara seperti Amerika Serikat, China, Australia. Topik diatas merupakan inspirasi yang saya tonton disuatu media Trans7 yang berjudul Bumi Langit. 

DALAM ACARA Bumi Langit tersebut, memang menghadirkan beragam kontradiksi yang terjadi di sekitar kita, dalam kehidupan sehari-hari, antar daerah, dan juga antar negara.  Dalam Bumi Langit dibandingkan berbagai sisi kehidupan antara si kaya dan si miskin, pejabat dan masyarakat, sosial budaya, lingkungan, pendidikan, hukum dll.  Diantaranya seperti seorang nenek mencuri 2 buah coklat dihukum 2 bulan penjara, sedangkan Koruptor melakukan korupsi 20 M dihukum 6 bulan penjara.  Masyarakat kecil harus mengantri untuk mendapat pelayanan rumah sakit, orang kaya tinggal milih rumah sakit sesukanya.

Selain hal diatas, ada juga kehidupan sosial di jakarta yang selalu berbarengan tinggal dan hidup dengan suara-suara berisik yang mungkin sangat menganggu pendengaran mereka. seperti warga yang hidup didekat rel kereta api. kalau kita pergi ke Jakarta memang terlihat jelas deretan-deretan bangunan, dan sampah yang mengotori pemandangan lingkungan setempat. Kehidupan sosial di Indonesia banyak menuai kontroversial. Hidup disamping jalan rel kereta api merupakan hal yang biasa bagi masyarakat Jakarta. Penetapan regulasi seakan tidak ada dan tidak diperhatikan sama sekali.

Tetapi didalam acara Trans7 tersebut dikatakan bahwa regulasi pemerintah sudah ditetapkan bahkan sering melakukan pembongkaran terhadap rentetan bangunan-bangunan tersebut. Kesadaran sosial sangat diperlukan oleh pemerintah, selain daripada penetapan regulasi sehingga akan terjalin suatu koordinasi dan kerjasama yang baik. Disis lain, masyarakat tidak dapat disalahkan, mengapa kemudian masyarakat tetap kembali membangun rumah-rumah atau kios-kios di samping jalan kereta api! Jawaban masyarakat sederhana yaitu mereka membutuhkan makanan untuk hidup dan mereka akan tinggal dimana. Jakarta sudah dipadati oleh penduduk, dan pembangunan yang padat sehingga tidak ada jalan lain selain mereka menetap dan bertahan hidup di samping jalan kereta api.

Selain itu, anak-anak jalanan yang sering mencari recehan dijalanan dengan cara mengamen dan mengemis merupakan suatu hal yang lumrah bagi masyarakat Jakarta dan juga daerah-daerah lain. Dalam data Kemensos dikatakan bahwa sekitar 7000 pengemis dan pengamen anak-anak jalan yang ada di Indonesia. Ini merupakan hal yang memprihatinkan. Seharusnya mereka masih mempunyai masa depan dan perjalanan hidup yang panjang untuk mempreoritaskan waktu mereka dalam dunia pendidikan. Program pemerintah pendidikan gratis selama 9 tahun mereka kesampingkan demi mencari uang recehan dijalanan untuk menyambung hidup.  Sedangkan dalam Undang-Undang juga sudah ditegaskan bahwa orang-orang miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara artinya hidup dan juga masa depan mereka suda ada dalam roh pemerintah.

Faktor kemiskinan seakan menjerah dalam kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga mengapa kemudian tidak melanjutkan pendidikan. Pengangguran ada dimana-mana, kriminalitas, pembunuhan, pemerkosaan, pencabulan anak dibawah umur dan lain sebagainya. Dalam Bukunya Prof. Dr. Hendrawan mengatakan bahwa pada tingkat global, sekitar empat miliar manusia hidup dalam kemiskinan, dengan penghasilan rata-rata  kurang dari USD 2 per hari. Setiap hari, sekitar 50.000 orang mati lantaran faktor-faktor yang terkait dengan kemiskinan. Banyak pengamat ekonomi mengatakan, untuk kemajuan sebuah bangsa yang perlu didorong adalah yang pertama, kualitas sumber daya manusia dengan menempatkan diri dan banyak bergelut dalam dunia pendidikan. Dan yang kedua adalah ketersediaan infrastruktur yang memadai guna untuk dapat mengakses adanya ketersediaan sumber daya alam. Dan yang ketiga, adanya penguasaan yang berbasis teknologi tinggi.

Pada negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia pertumbuhan ekonomi selalu didengung-dengungkan lebih sering dicapai dengan pengorbanan yang besar. Data-data pertumbuhan ekonomi dijadikan justifikasi sebagai bentuk kampanye prestasi kerja pemerintah. Tetapi pada fakta dan realitas pertumbuhan tidak selalu disertai dengan adanya penurunan kemiskinan yang menuju pada kesejahteraan masyarakat banyak artinya terjadi ketimpangan yaitu pertumbuhan tanpa ada pemerataan. Kita akan salah besar ketika mengatakan bahwa apabila terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka kemiskinan mengalami penurunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan ukuran dari upaya pengentasan dan penurunan kemiskinan.

Maka tidak salah ketika Prof. Sri Edi Swasono mengatakan bahwa program anti kemiskinan di Indonesia bentuknya bukan untuk menggusur kemiskinan melainkan untuk menggusur orang miskin . Dan tidak heran ketika Prof. Dr. Hendrawan mengatakan bahwa dalam system ekonomi yang tinggi seperti yang terjadi di Indonesia di sebagian besar Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia penduduk miskin terjebak dalam apa yang disebut Prahalad sebagai ‘ the poverty penalty’ ( Hukuman bagi si miskin ). Itu karena mereka harus membayar lebih untuk semua layanan yang mereka nikmati ‘ the poor pay a premium for everything’ (Prahalad, 2005:11).

Selanjutnya yakni warga papua yang membangun rumah diatas pohon yang tingginya sekitar 50 meter juga merupakan suatu hal yang lumrah. Kemerdekaan Indonesia yang sudah berjalan 68 tahun ternyata masih ada rakyatnya yang belum merdeka secara insani. Dana atau anggaran pemerintah yang seringkali dikucurkan seakan-akan tidak menghampiri dan menyentuh mereka. Nasib dan masa depan mereka yang biasa disebut orang keriting dan kulit hitam (orang Papua) seakan-akan dimarjinalkan.

Penyegaran komitmen dan cita-cita kita perlukan sebagai bangsa yang ingin berdaulat. Apalagi semangat itu seringkali kita nyatakan dalam pembukaan UUD 1945 “ melindungi bangsa Indonesia dan segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaiaan abadi, dan keadilan sosial”.   

Dengan adanya hal tersebut maka perlu adanya proses penguatan insani dalam berbagai segala bentuk. Seperti yang dikutip oleh prof. Hendrawan yang ditegaskan oleh Amarty Sen, Pemenang Nobel Ekonomi 1998 bahwa tujuan akhir dari kebijakan publik adalah penguatan kehidupan dan kebebasan insani (the enhancement of human life and freedoms).

Kepergian saya ke Papua pada tahun 2009 lalu memang saya melihat, Papua memiliki sumber daya alam dan kesuburan tanah yang insentif. Tanah yang tidak kenal musim, dan juga tambang PT. Freeport yang merupakan aikon penting untuk masyarakat papua. Tetapi, apa yang menjadi kelemahan mereka adalah rendahnya kualitas SDM untuk mengelola kesuburan tanah tersebut dan masih memakai cara-cara yang tradisional. Selain dari pada itu ketersediaan infrastruktur masih minim sehingga tidak dapat mengakses untuk mengelola sumber daya alam secara maksimal. Tambang PT. Freeport yang disebut-sebut sebagai perusahaan tambang terbesar didunia, kini tidak berpihak kepada kesejahteraan masyarakat papua. Sementara itu, masyarakat Papua sendiri, hanya bisa melihat dan menjadi penonton menyaksikan kekayaan alamnya yang setiap hari di bawah kelur negeri

Banyaknya pendatang termasuk orang-orang Jawa, Buton, Makasar, Batak dan pendatang lainnya memanfaatkan lahan tersebut. Sebagian masyarakat Papua tidak suka dengan keramayan sehingga banyak lahan-lahan mereka dijual kependatang dan mereka lebih memilih berdiam diri dan berkeluarga ditengah hutan. Singkat kata, ketika orang-orang pendatang sukses termasuk orang jawa, saya sering mendengar makian yang dikatakan, kalau dijawa makannya tinggal tahu dan tempe tiba disini makananya tinggal ikan dan ada juga orang papua mengatakan datang di Papua pakayannya ditaruh dikantung pulang disimpan dikofor. Ini yang membuat saya ketawa-ketawa, saya bilang paceee-pacee….

Lalu bagaimana dengan kehidupan sosial di China, Amerika Serikat dan Australia?.

China yang biasa dikenal dengan sebutan negara tirai bambu merupakan negara maju, yang mempunyai komposisi penduduk terbesar didunia. Kehidupan sosial di negara China sangat tertata dengan baik, secara komprehensif dan sangat efektif. Jalan kereta api yang terhubung antara satu dengan yang lain, dapat menunjukan kelancaran transportasi meskipun jalan tersebut merupakan bukan satu-satunya jalan yang harus dilewati oleh kereta api tetapi juga kendaraan-kendaraan lain seperti kendaraan roda empat (mobil) dan juga kendaraan roda dua (motor). Kalau di Indonesia jalan kereta api kebanyakan hanya terdapat dijalan daratan, negara China mempunyai jalan kereta api kalau dijakarta biasa disebut jalan layangan atau jalan kereta api diatas jalan raya. Kini China sedang akan menyelesaikan proses pembangunan jalan kereta api terpanjang di dunia.

Selain itu, penataan ruang-ruang disamping jalan kereta api terlihat sangat menyejukan. Tidak ada bangunan rumah-rumah atau pondok-pondok yang menjadi tempat berteduh atau kios-kios yang menjadi tempat untuk berjualan. China menetapkan regulasi-regulasi yang kongkrit, untuk mengawasi serta memberikan sanksi terhadap warga atau masyarakat yang mendirikan atau membangun disamping jalan rel kereta api. Sehingga tidak ada komplikasi yang dilakukan oleh pemerintah China. Maka tidak salah, banyak pengamat ekonomi mengatakan bahwa Negara China memiliki ketersediaan SDM, infrastruktur dan penguasaan teknologi yang memadai sehingga mempunyai daya saing untuk menuju negara yang akan menyaingi negara Amerika Serikat.

Amerika serikat, dengan penduduk terbanyak setelah China. Amerika serikat yang terkenal sebutannya dengan negara paman sam, mempunyai kehidupan social yang penuh dengan control oleh pemerintah. Anggap saja misalnya kehidupan anak-anak jalanan. Pemerintah AS mempunyai hak asuh untuk merawat dan memberikan kesempatan kepada anak-anak jalanan untuk menempuh pendidikan. Memberikan kehidupan yang layak, seperti tempat tinggal yang layak huni, dan kebutuhan konsumsi lain yang layak dan lain sebagainya. Sama halnya dengan pengemis. Di acara media trans7 tersebut memang terposting bahwa para pengemis mendapatkan perlakuan yang manusiawi dan ditempatkan di dinas sosial yang lebih efektif.

Negara Amerika Serikat sangat memfokuskan perhatiannya dalam bidang pendidikan, terutama pendidikan bagi anak-anak, kaum muda dan juga para remaja. Pertanyaannya; mengapa Amerika Serikat lebih memilih memusatkan perhatiannya kepada pendidikan anak-anak, kaum muda dan juga para remaja?. Menurut Heidenheimer (1990:23) karena negara memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kader-kader bangsa. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara. Selain dari pada itu Amerika Serikat memberikan pendidkan gratis bagi anak sekolah untuk masa 12 tahun pendidikan awal dan biaya pendidikan relative murah untuk tingkat pendidikan tinggi.

So, bagaimana dengan kehidupan social di negara Australia. Kalau di papua mendirikan rumah diatas pohon sebagai tempat tinggal penghidupan mereka, di Australia mendirikan tempat tinggal diatas pohon sebagai tempat pariwisata. Warga Australia memanfaatkan ide-ide kreatif tersebut sebagai bagian dari penghasilan. Didalam acara media Trans7 Bumi Langit tersebut terlihat, model rumahnya bermacam-macam, ada yang berbentuk bola dan ada juga berbentuk rumah panggung. Rumah-rumah tersebut didalamnya diisi dengan berbagai perlengkapan untuk keperluan para pengunjung sehingga memperoleh kepuasan. Ketika hari libur, biasanya waktu mereka dihabiskan untuk berwisata di News Australia dengan menikmati berbagai indahnya pemandangan.

Sebagai negara yang sedang berkembang, kita perlu belajar dari ketiga negara-negara ini. Perhatian dan penetapan regulasi didalam kebijakan pendidikan perlu ditingkatkan yang harus difokuskan pada tatanan masyarakat menengah kebawah. Walaupun kemajuannya antara Indonesia dan China, Amerika Serikat, Australia diibaratkan antara langit dan bumi tetap kita harus yakin dan optimis dengan melakukan perubahan secara bertahap. Indonesia harus menjadi negara yang kuat, bermartabat dan juga berdaulat terutama pada sektor pendidikan yang harus ditempatkan pada posisi yang penting dan urgen. Karena seperti yang diungkapkan oleh AP. Batubara bahwa, kemajuan sebuah bangsa selalu di tandai dengan tingginya kualitas sumber daya manusianya dan sejarah juga membuktikan bahwa, ketertinggalan dan kemunduran sebuah bangsa karena rendahnya rata-rata kualitas sumber daya manusianya.

0 komentar:

Posting Komentar