Sumber Gambar: dakwatuna.com
ISTILAH MUDIK atau pulang
kampung sudah menjadi hal biasa yang terjadi dalam masyarakat Indonesia pada
umumnya, dimana momenya yaitu pada saat-saat lebaran. Bahkan mudik ini bukan saja
terjadi di Indonesia namun diberbagai negara di dunia misalnya Tiongkok, Amerika
Serikat, dan juga negara India. Lebaran bagi masyarakat Indonesia sangat
identik dengan mudik, begitupun dengan negara Tiongkok pada saat hari raya
Imlek, Amerika Serikat hari raya Natal, dan juga India pada saat hari raya agama
Budha. Semua masyarakat berbondong-bondong untuk pulang kampung, untuk bersilahturahmi
dan berkumpul bersama keluarga, teman-teman dan juga saudara-saudara mereka.
Mudik atau pulang
kampung sangat bersifat humanisme, semua orang akan mengatakan senang ketika
pulang kampung. Banyak masyarakat mengatakan, ada uang, tidak ada uang yang
penting pulang kampung dan bisa berkumpul bersama keluarga. Menurut pandangan
seorang Budayawan, masyarakat yang bekerja di kota-kota besar pada saat lebaran
akan sangat senang sebab mereka bisa mudik atau pulang kampung. Tujuan mereka
bukan saja untuk bersilahturahmi atau sungkeman kepada orang tua, tetapi mereka
berbagi cerita pengalaman kerja bersama keluarga maupun teman-temannya. Bahkan akan
menceritakan, betapa menariknya untuk bekerja di sebua kota-kota besar daripada
bekerja di daerah asal yang upahnya belum tentu besar.
Di Indonesia mudik atau
pulang kampung sangat kontroversial, dimana semua pelabuhan laut, Bandar udara,
kereta api maupun di jalan-jalan raya banyak dimuat lautan manusia, bukan saja
ribuan tetapi mencapai jutaan pemudik. Ada yang mudik dengan kendaraan roda dua,
roda empat, naik kereta api dan juga pesawat terbang. Tentu bagi yang mudik
ini, bukan saja pulang dengan tangan kosong atau tanpa ole-ole dari kota, mereka
membawa berbagai macam ole-ole untuk para keluarga dikampung halamanya dengan
mengeluarkan uang yang tentu jutaan rupiah. Saat ini mudik dianggap sebagai
ritual tahunan, dan juga dianggap sebagai momen libur yang panjang dengan keluarga
misalnya reuni dipantai bersama keluarga atau berwisata dimana hal ini hanya dapat
dilakukan satu kali setahun pada saat-saat lebaran.
Hal yang sama dengan arus
balik, mereka yang telah mudik akan berbondong-bondong untuk balik ditempat
kerja mereka. Di semua stasiun televisi yang menyiarkan arus balik sangat
terlihat jelas, sangat dipadati lautan manusia. Dalam arus balik, para pemudik
juga banyak membawa ole-ole dari kampung untuk para teman-teman dan juga keluarga,
tentu ini mengeluarkan uang yang hampir jutaan rupiah. Inilah bentuk dari
kegembiraan dari para pemudik pada saat lebaran. Masyarakat bilang, “ tidak apa-apa biar banyak mengeluarkan
uang, ini kan sekali setahun, kami juga sangat senang” .
Dari sini kita bisa
menilai, ada perputaran nilai ekonomi yang terjadi, uang yang dihasilkan di kota-kota
besar akan dibelanjakan dan dikeluarkan pada saat berwisata atau reuni di desa-desa.
Selain itu, arus balik para pemudik juga membawa anggota keluarga baik saudara,
maupun teman-temannya untuk diajak melawan ketatnya persaingan kehidupan di kota.
Urbanisasi atau biasa
disebut perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi ini juga ternyata
terjadi ketika arus balik lebaran. Dalam sebuah media social salah satu pemudik
yang diwawancarai oleh reporter Metro Teve mengatakan bahwa mereka pergi karena
diajak saudara, teman-teman, dan juga keluarga.
Dari keikutsertaan ini,
banyak yang tidak mempunyai keahlian untuk bekerja, sedangkan persaingan
kehidupan di kota tentu sangat ketat. Hanya orang-orang yang mempunyi keahlian
atau keterampilan sajalah yang akan bekerja disektor formal, sedangkan yang
tidak mempunyai keahlian, kemugkinan mereka akan bekerja disektor informal
seperti pembantu rumah tangga, buruh bangunan, buruh kapal atau yang bergerak
pada usaha kecil-kecilan. Alasannya, tentu sangat berbeda-beda, ada yang
mengatakan “dari pada menganggur di desa
lebih baik ikut keluarga”, ada juga yang mengatakan “upah didaerah mereka bekerja sangat kecil “ sehingga mengharuskan
mereka untuk mencari kerja dengan upah yang lebih besar, dan ada juga “mencari pengalaman dan ingin sukses
ditempat mereka bekerja”.
Data kementrian
perhubungan, jumlah biaya yang dikeluarkan oleh para pemudik baik yang memakai kendaraan roda dua, roda
empat, pelabuhan laut, kereta api dan juga Bandar udara selama dengan arus
balik mencapai sekitar 90 Triliun rupiah. Secara nasional, Jumlah pemudik tahun
2014 ini, mencapai sekitar kuarang lebih 30 juta orang.
Akibat banyaknya urbanisasi
yang terjadi, seperti dikota-kota besar terutama kota Dki Jakarta yang diperkirakan
akan mencapai 68 ribu pendatang baru, sehingga pemerintah Jakarta mengeluarkan
berbagai regulasi bahwa pendatang baru atau para urbanisasi yang tanpa identitas
dilarang untuk bekerja di Jakarta. Selain dari pada itu, pemerintah Jakarta juga
menghimbau agar para pemudik pada arus balik tidak membawa keluarga, maupun teman-teman
untuk menghindari adanya kepadatan penduduk.
Inilah realitas masyarakat
kita hari ini, yang dikarenakan masih maraknya ketimpangan baik pendapatan maupun
pembangunan yang terjadi antar wilaya sehingga masyarakat tidak mempunyai pilihan
lain, selain meninggalkan lahan-lahan mereka didesanya untuk mencari sebuah
pekerjaan di kota-kota besar. Lahan-lahan pertanian tersebut tentu sangat
produktif ketika digunakan dan dimanfaatkan dengan memakai cara-cara yang moderen.
Masyarakat kita hari ini, tidak hanya membutuhkan makan yang diperoleh dari
bercocok tanam, tetapi membutuhkan sebuah pendapatan yang intensif dan jangka panjang
untuk kehidupan dan masa depan anak-anak mereka.
Saya akan memberikan
sebuah gambaran kecil yang terjadi di daerah saya sendiri dimana saya dilahirkan
yaitu Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Kabupaten Muna sebagian besar masyarakatnya
banyak bergerak dan bergelut disektor pertanian terutama tanaman jagung dan padi.
Disebuah desa kecil namanya Desa wantiworo, ,disinilah tempat saya dilahirkan.
Sejak kecil, hingga saat ini pengelolaan lahan pertanian mereka masih digunakan
dengan cara-cara yang sederhana dan masih tradisional. Masyarakatnya bertani padi
dan jagung dengan cara berpindah-pindah tempat. Ketika lahan-lahan tersebut sudah
ditanami dua kali menanam, maka mereka akan berpindah ke tempat yang lain karena
dianggap tidak akan subur atau produktif lagi.
Masyarakatnya hidup
seperti dalam kehidupan hanya untuk berburuh sepiring makanan sebagai bentuk dari
tuntutan untuk bertahan hidup. Setiap hari, aktivitas masyarakatnya yang
mengelola lahan pertaniannya hanya seperti itu-itu saja. Banyaknya lahan-lahan
pertanian yang seharusnya sebagai cerminan bagi kesejahteraan masyarakatnya, sampai
hari ini hanya menghadirkan sedih dan banyak
kemelaratan.
Profesi petani selalu
identik dengan kemiskinan sebab ketika panen masyarakatnya hanya mendapatkan hasil
yang sedikit karena ketidak adanya pasaran. Banyak pemuda di desa ini yang tidak
melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi, sebab orang tua mereka tidak mempunyai
kemampuan untuk membiayai pendidikan anaknya. Sehingga dari kesekian anak-anak
muda dan masyarakatnya lebih memilih pergi di kota-kota besar, untuk mencari
sebuah pekerjaan dari pada mengelola lahan-lahan pertaniannya yang tidak
mempunyai intensif jangka panjang. Ini hanyalah merupakan salahsatu potret daerah
yang ada di Indoneesia, yang mungkin banyak
juga dialami oleh daerah-daerah lain.
Ketika berbicara mengenai
pembangunan ekonomi daerah, berarti kita berbicara mengenai proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakat bekerjasama mengelola sumber daya dan
membentuk suatu pola kemitraan dengan pihak swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja. Selain itu, sebagian besar untuk potensi sumber daya terdapat didaerah
pedesaan baik lahan pertanian, sumber air dan tenaga kerja.
Pada dasarnya, pembangunan
daerah adalah bagian dari integral pembangunan nasional. Oleh karena itu, pembangunan
nasional diperlukan untuk focus pada upaya kegiatan mendorong berkembangnya
seluruh kegiatan ekonomi didaerah-daerah. Pembangunan nasional bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Maka seharusnya, pemerintah melibatkan secara
langsung maupun tidak langsung 80% penduduk pedesaan untuk memanfaatkan potensi
sumber daya yang terdapat di daerah. Memberikan pengetahuan dengan pendampingan
serta memberikan bantuan alat-alat moderen guna untuk memberikan kontribusi yang
maximal bagi pembangunan nasional. Dengan demikian, masyarakat akan terfokus di
daerah-daerah tertentu dan kemungkinan besar akan mengurangi adanya terjadinya
urbanisasi yang besar-besaran.
0 komentar:
Posting Komentar