06 Desember 2014

Mudik, Arus Balik, Dan Redistribusi Ekonomi



                                                       Sumber Gambar: dakwatuna.com

ISTILAH MUDIK atau pulang kampung sudah menjadi hal biasa yang terjadi dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, dimana momenya yaitu pada saat-saat lebaran. Bahkan mudik ini bukan saja terjadi di Indonesia namun diberbagai negara di dunia misalnya Tiongkok, Amerika Serikat, dan juga negara India. Lebaran bagi masyarakat Indonesia sangat identik dengan mudik, begitupun dengan negara Tiongkok pada saat hari raya Imlek, Amerika Serikat hari raya Natal, dan juga India pada saat hari raya agama Budha. Semua masyarakat berbondong-bondong untuk pulang kampung, untuk bersilahturahmi dan berkumpul bersama keluarga, teman-teman dan juga saudara-saudara mereka.

Mudik atau pulang kampung sangat bersifat humanisme, semua orang akan mengatakan senang ketika pulang kampung. Banyak masyarakat mengatakan, ada uang, tidak ada uang yang penting pulang kampung dan bisa berkumpul bersama keluarga. Menurut pandangan seorang Budayawan, masyarakat yang bekerja di kota-kota besar pada saat lebaran akan sangat senang sebab mereka bisa mudik atau pulang kampung. Tujuan mereka bukan saja untuk bersilahturahmi atau sungkeman kepada orang tua, tetapi mereka berbagi cerita pengalaman kerja bersama keluarga maupun teman-temannya. Bahkan akan menceritakan, betapa menariknya untuk bekerja di sebua kota-kota besar daripada bekerja di daerah asal yang upahnya belum tentu besar.

Di Indonesia mudik atau pulang kampung sangat kontroversial, dimana semua pelabuhan laut, Bandar udara, kereta api maupun di jalan-jalan raya banyak dimuat lautan manusia, bukan saja ribuan tetapi mencapai jutaan pemudik. Ada yang mudik dengan kendaraan roda dua, roda empat, naik kereta api dan juga pesawat terbang. Tentu bagi yang mudik ini, bukan saja pulang dengan tangan kosong atau tanpa ole-ole dari kota, mereka membawa berbagai macam ole-ole untuk para keluarga dikampung halamanya dengan mengeluarkan uang yang tentu jutaan rupiah. Saat ini mudik dianggap sebagai ritual tahunan, dan juga dianggap sebagai momen libur yang panjang dengan keluarga misalnya reuni dipantai bersama keluarga atau berwisata dimana hal ini hanya dapat dilakukan satu kali setahun pada saat-saat lebaran.

Hal yang sama dengan arus balik, mereka yang telah mudik akan berbondong-bondong untuk balik ditempat kerja mereka. Di semua stasiun televisi yang menyiarkan arus balik sangat terlihat jelas, sangat dipadati lautan manusia. Dalam arus balik, para pemudik juga banyak membawa ole-ole dari kampung untuk para teman-teman dan juga keluarga, tentu ini mengeluarkan uang yang hampir jutaan rupiah. Inilah bentuk dari kegembiraan dari para pemudik pada saat lebaran. Masyarakat bilang, “ tidak apa-apa biar banyak mengeluarkan uang, ini kan sekali setahun, kami juga sangat senang” . 

Dari sini kita bisa menilai, ada perputaran nilai ekonomi yang terjadi, uang yang dihasilkan di kota-kota besar akan dibelanjakan dan dikeluarkan pada saat berwisata atau reuni di desa-desa. Selain itu, arus balik para pemudik juga membawa anggota keluarga baik saudara, maupun teman-temannya untuk diajak melawan ketatnya persaingan kehidupan di kota.

Urbanisasi atau biasa disebut perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi ini juga ternyata terjadi ketika arus balik lebaran. Dalam sebuah media social salah satu pemudik yang diwawancarai oleh reporter Metro Teve mengatakan bahwa mereka pergi karena diajak saudara, teman-teman, dan juga keluarga.

Dari keikutsertaan ini, banyak yang tidak mempunyai keahlian untuk bekerja, sedangkan persaingan kehidupan di kota tentu sangat ketat. Hanya orang-orang yang mempunyi keahlian atau keterampilan sajalah yang akan bekerja disektor formal, sedangkan yang tidak mempunyai keahlian, kemugkinan mereka akan bekerja disektor informal seperti pembantu rumah tangga, buruh bangunan, buruh kapal atau yang bergerak pada usaha kecil-kecilan. Alasannya, tentu sangat berbeda-beda, ada yang mengatakan “dari pada menganggur di desa lebih baik ikut keluarga”, ada juga yang mengatakan “upah didaerah mereka bekerja sangat kecil “ sehingga mengharuskan mereka untuk mencari kerja dengan upah yang lebih besar, dan ada juga “mencari pengalaman dan ingin sukses ditempat mereka bekerja”. 

Data kementrian perhubungan, jumlah biaya yang dikeluarkan oleh para pemudik  baik yang memakai kendaraan roda dua, roda empat, pelabuhan laut, kereta api dan juga Bandar udara selama dengan arus balik mencapai sekitar 90 Triliun rupiah. Secara nasional, Jumlah pemudik tahun 2014 ini, mencapai sekitar kuarang lebih 30 juta orang.

Akibat banyaknya urbanisasi yang terjadi, seperti dikota-kota besar terutama kota Dki Jakarta yang diperkirakan akan mencapai 68 ribu pendatang baru, sehingga pemerintah Jakarta mengeluarkan berbagai regulasi bahwa pendatang baru atau para urbanisasi yang tanpa identitas dilarang untuk bekerja di Jakarta. Selain dari pada itu, pemerintah Jakarta juga menghimbau agar para pemudik pada arus balik tidak membawa keluarga, maupun teman-teman untuk menghindari adanya kepadatan penduduk.

Inilah realitas masyarakat kita hari ini, yang dikarenakan masih maraknya ketimpangan baik pendapatan maupun pembangunan yang terjadi antar wilaya sehingga masyarakat tidak mempunyai pilihan lain, selain meninggalkan lahan-lahan mereka didesanya untuk mencari sebuah pekerjaan di kota-kota besar. Lahan-lahan pertanian tersebut tentu sangat produktif ketika digunakan dan dimanfaatkan dengan memakai cara-cara yang moderen. Masyarakat kita hari ini, tidak hanya membutuhkan makan yang diperoleh dari bercocok tanam, tetapi membutuhkan sebuah pendapatan yang intensif dan jangka panjang untuk kehidupan dan masa depan anak-anak mereka.

Saya akan memberikan sebuah gambaran kecil yang terjadi di daerah saya sendiri dimana saya dilahirkan yaitu Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Kabupaten Muna sebagian besar masyarakatnya banyak bergerak dan bergelut disektor pertanian terutama tanaman jagung dan padi. Disebuah desa kecil namanya Desa wantiworo, ,disinilah tempat saya dilahirkan. Sejak kecil, hingga saat ini pengelolaan lahan pertanian mereka masih digunakan dengan cara-cara yang sederhana dan masih tradisional. Masyarakatnya bertani padi dan jagung dengan cara berpindah-pindah tempat. Ketika lahan-lahan tersebut sudah ditanami dua kali menanam, maka mereka akan berpindah ke tempat yang lain karena dianggap tidak akan subur atau produktif lagi.

Masyarakatnya hidup seperti dalam kehidupan hanya untuk berburuh sepiring makanan sebagai bentuk dari tuntutan untuk bertahan hidup. Setiap hari, aktivitas masyarakatnya yang mengelola lahan pertaniannya hanya seperti itu-itu saja. Banyaknya lahan-lahan pertanian yang seharusnya sebagai cerminan bagi kesejahteraan masyarakatnya, sampai hari  ini hanya menghadirkan sedih dan banyak kemelaratan.

Profesi petani selalu identik dengan kemiskinan sebab ketika panen masyarakatnya hanya mendapatkan hasil yang sedikit karena ketidak adanya pasaran. Banyak pemuda di desa ini yang tidak melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi, sebab orang tua mereka tidak mempunyai kemampuan untuk membiayai pendidikan anaknya. Sehingga dari kesekian anak-anak muda dan masyarakatnya lebih memilih pergi di kota-kota besar, untuk mencari sebuah pekerjaan dari pada mengelola lahan-lahan pertaniannya yang tidak mempunyai intensif jangka panjang. Ini hanyalah merupakan salahsatu potret daerah yang ada  di Indoneesia, yang mungkin banyak juga dialami oleh daerah-daerah lain.

Ketika berbicara mengenai pembangunan ekonomi daerah, berarti kita berbicara mengenai proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat bekerjasama mengelola sumber daya dan membentuk suatu pola kemitraan dengan pihak swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja. Selain itu, sebagian besar untuk potensi sumber daya terdapat didaerah pedesaan baik lahan pertanian, sumber air dan tenaga kerja.

Pada dasarnya, pembangunan daerah adalah bagian dari integral pembangunan nasional. Oleh karena itu, pembangunan nasional diperlukan untuk focus pada upaya kegiatan mendorong berkembangnya seluruh kegiatan ekonomi didaerah-daerah. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Maka seharusnya, pemerintah melibatkan secara langsung maupun tidak langsung 80% penduduk pedesaan untuk memanfaatkan potensi sumber daya yang terdapat di daerah. Memberikan pengetahuan dengan pendampingan serta memberikan bantuan alat-alat moderen guna untuk memberikan kontribusi yang maximal bagi pembangunan nasional. Dengan demikian, masyarakat akan terfokus di daerah-daerah tertentu dan kemungkinan besar akan mengurangi adanya terjadinya urbanisasi yang besar-besaran.

0 komentar:

Posting Komentar