Sumber Gambar: merdeka.com
HARI INI kita memperingati
Hari kemerdekaan Republik Indonesia yang Ganjil ke 69 tahun dengan perayaan
yang lebih semangat dan optimisme yang lebih besar. Perjuangan para pendahulu
kita yang tidak pernah kenal lelah, yang mengorbankan tenaga, waktu dan pikiran mereka sehingga menghasikan
kemerdekaan yang secara subtansial terbebas dari penjajahan dari bangsa-bangsa
barat. Segala tumpa darah para pahlawan kita terbayar ketika Indonesia berhasil
memproklamirkan kemerdekaan sebagai negara yang merdeka.
Pada pernyataan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
1945, ini merupakan langka awal kemerdekaan dan menjadi titik balik
kehidupan bangsa Indonesia untuk membangun negeri dibumi pertiwi Indonesia
tercinta ini. Makna proklamasi merupakan lahirnya sebuah bangsa baru yang bernama
Indonesia, berhak menentukan nasibnya sendiri tanpa ada intervensi jajahan dari
bangsa asing. Melalui proklamasi yang singkat, sederhana dan bersejarah itulah,
para pendiri bangsa ini mengobarkan suatu revolusi kemerdekaan yang mampu menginspirasi
bangsa-bangsa lain di seluruh dunia, melahirkan Republik besar di Asia dan membuka sejarah Indonesia yang lebih moderat.
Sudah 69 Tahun Indonesia merdeka, berarti selama 69 tahun
juga Indonesia melakukan berbagai penetrase perubahan dan pembangunan yang dimulai dari nol serta mampu melahirkan berbagai gagasan yang agresif efensif yang secara riil. Berbagai
program pemerintah telah diterapkan dan direalisasikan meskipun semua implementasinya
tidak berhasil secara subtantif.
Hari
ini, sebagian masyarakat bangsa Indonesia suda menikmati berbagai perubahan dan
pembangunan tersebut, misalnya dari pendidikan dimana yang awalnya sebagian besar
penduduknya buta huruf kini kita mempunyai system pendidikan yang baik, dapat
berpendidikan gratis yang kemungkinan Tahun 2015 akan diterapkan selama 12
Tahun. Kita harus mengapresiasi usaha-usaha yang telah dilakukan
oleh pemimpin kita, dengan asumsi pemerintah tidak
selalu berpuas diri dan menepuk dada karena masih banyak “PR” yang
perlu dilakukan pemimpin kita kedepan.
Dalam mencapai hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan
dan keadilan social tentu membutuhkan suatu konsistensi dan kognisi yang tidak
bersifat utopis. Berbagai rangkaian kisah sukses, sering dikampanyekan baik di
media cetak maupun di media massa (social) meskipun dengan sejumlah catatan
sering tampak masih mewarnai suasana hati masyarakat luas. Para pakar dan para ahli-ahli
ilmu tertentu sering mempertanyakan progress tersebut. Tentu pertanyaan masyarakat
adalah apakah kesuksesan yang dicapai pemerintah tersebut secara substansial dapat
memberikan pengaruh terhadap masyarakat?. Apakah data-data pertumbuhan Ekonomi
dan PDB yang sering didengung-dengunkan selama ini merupakan bagian dari ukuran
bahwa masyarakat sudah berkehidupan yang sejahtera?
Kisah sukses ini, kita akan catat misalnya pemilihan umum
yang berlangsung secara aman dan tertib, kisah perburuan para teroris seperti
kelompok Radikal ISIS yang secara tegas pemerintah dan para Majelis Ulama
Indonesia (MUI) serta BNPT sepakat untuk menolak masuk di Indonesia. Pada saat
yang bersamaan, laporan kondisi Ekonomi juga terlihat penuh harapan, misalnya
inflasi dan suku bunga sampai saat ini menurun, indeks harga saham gabungan dan
kurs rupiah beberapa bulan ini sedikit menguat meskipun terjadi degradasi serta
pertumbuhan ekonomi dalam beberapa periode ini 2009-2013
secara rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,9
persen dan pada semester pertama tahun 2014 ekonomi kita
mengalami perlambatan sebesar 5,2 persen.
Setiap tahun Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang secara konsisten dapat
menjadi rujukan dengan menghasilkan data-data dalam bentuk angka-angka kemiskinan
dan pengangguran, PDB dan PDB perkapita, yang terlepas dari
kemungkinan adanya perubahan meteodologis yang terjadi semakin memperkuat keyakinan bahwa
itu semua berada pada jalur yang benar.
Perayaan hari kemerdekaan merupakan saat yang paling tepat
untuk selalu menyegarkan komitmen dan cita-cita kita bersama sebagai bangsa, yang
selalu dituangkan dalam pembukaan UUD 1945. Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah
kebebasan untuk pengembangan peningkatan kualitas manusia berbagai bentuk
seperti kemampuan berpikir, untuk merasa dan untuk memilih bagi dirinya sendiri
dan tentu bukan kebebasan yang berkonotasi negative atau identik dengan keliaran
misalnya kebebasan seks dan lain sebagainya.
Bila
kebebasan yang berkonotasi positif tergadai maka yang lahir adalah tirani atau
paksaan (coercion). Dalam versi yang
populer, cita-cita kemerdekaan dinyatakan sebagai “Trisakti” oleh Bung Karno, yaitu
berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian
dalam bidang kebudayaan.
Ekonomi kita atau ekonomi kerakyatan sesunggunya
terhimpun dalam satu wadah yaitu rakyat. Bukan milik negara, dan juga bukan milik swasta tetapi kalau boleh saya meminjam istilah Prof. Rhenald Kasali, milik “kita” bukan “kami” dan juga bukan “Gue”. Konsep dari ekonomi
kerakyatan yaitu berbasis pada kekuatan ekonomi yang ada pada rakyat. Dalam
buku politik ekonomi kerakyatan oleh Sarbini Sumawinata (2004:161) mengatakan, ekonomi kerakyatan adalah gagasan tentang cara, sifat, dan
tujuan pembangunan dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat yang pada umumnya
bermukim dipedesaan.
Ekonomi kerakyatan bukanlah suatu ideology atau gagasan baru
tentang perekonomian, namun tetapi sekedar percobaan perumusan interpretasi
serta cita-cita pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Dengan adanya hal
ini, maka diperlukan penerjemahan dalam suatu strategi dan program yang lebih
berfungsi dan lebih menjamin untuk mencapai cita-cita tersebut. Singkat kata,
dengan melihat realitas saat ini maka kita dapat menyatakan bahwa keadaan
ekonomi kita sekarang terjadi adanya ketimpangan yakni adanya ketidakmerataan dan
ketidakadilan dimana masyarakat yang ada dipedesaan masih tetap terbelakang dan
tetap miskin.
Berkaitan dengan hal diatas, maka dapat kita katakan bahwasannya
poin tersebut suda melanggar hak konstitusi kita yang terdapat dalam UUD 1945.
Di mana UUD 45 kita telah menjujung tinggi asas pemerataan dalam bidang
ekonomi, dan asas kesejahteraan social yang dapat dinyatakan sebagai berikut “ Perekonomian berasaskan kekeluargaan
(pasal 33, ayat 2),
Penguasaan oleh negara atas cabang produksi strategis dan
kekayaan alam, yang dipergunakan untuk kepentingan rakyat (pasal 33 ayat 2
dan 3.
Perekonomian
nasional berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, Fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (pasal 34, ayat 1), Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah (pasal 34, ayat 2), Negara bertanggungjawab atas
penyediaan fasilitas kesehatan dan pelayanan umum yang layak (pasal 34 ayat 3).
Menurut
Didik Rachbini, kendatipun Pancasila dan UUD 45 menekankan pentingnya konsep
kebersamaan, termasuk dalam pembangunan ekonomi, tetapi dalam kenyataannya arah
pembangunan cenderung liberal dan kapitalistik. Semakin melebarnya ketimpangan
antara kelompok kaya dan miskin, masih lebarnya perbedaan kesejahteraan antara
wilayah barat dan wilayah timur Indonesia, semakin terpuruknya masyarakat di
daerah perbatasan, dan masih banyaknya masyarakat miskin yang belum terpenuhi
syarat minimal mereka untuk memanusiakan dirinya adalah bukti ada sesuatu yang
salah dalam konsep pembangunan kita. Itu semua terjadi, terlepas dari begitu
pemurahnya Tuhan kepada rakyat Indonesia; Ia mengkaruniakan negeri keindahan,
dengan sederet kemudahan dan segudang kekayaan.
Lalu,
apa kegunaan data-data statistik yang selama ini selalu menarik perhatian
seluruh masyarakat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inflasi yang
rendah, pengangguran yang menurun, PDB/PDB perkapita yang meningkat, kini hanya
dianggap sebagai formalitas yang selalu dibanggakan sebagai tolak ukur kinerja
pemerintah. Pada kenyataanya, masyarakat diperhadapkan dengan kemiskinan dengan
intentitas yang semakin mengenaskan. Bisa kita lihat, bahwa problem pokoknya
bersumber dari kesenjangan yang luar biasa antara besaran angka-angka dengan
realitas kehidupan sehari-hari yang dialami langsung oleh masyarakat.
Saat
ini data-data statistik kerap digunakan sebagai tolak ukur kesejahteraan.
Satuan-satuan ukur yang tidak sejalan dengan presepsi individu menjadi sangat
bias dan hanya melahirkan problematis. Bila PDB naik, maka pemerintah akan
puas, tetapi sebagian besar orang merasa semakin dihimpit oleh berbagai
kesusahan, mereka bisa menganggap bahwa pemerintah melakukan kebohongan dengan
memanipulasi data-data statistic dengan harapan bahwa dengan memberitahu rakyat
bahwa keadaan membaik, mereka akan merasa baik dan senang.
Pemerintah mungkin
tidak berbohong dengan angka-angka tersebut, juga tidak memanipulasinya, tetapi
angka-angka itulah yang mengandung persoalan. Dalam masyarakat yang kian
berorientasi kinerja, satuan ukur merupakan salah satu poin yang terpenting. Apa
yang kita ukur akan mempengaruhi apa yang telah kita perbuat, apabila ukuran
yang selama ini kita pakai salah, maka kita akan memperjuangkan sesuatu yang
juga salah.
Inilah yang menjadi kekhawatiran presiden Perancis Nicholas Sarkozi
pada awal 2008, sehingga merespon makin banyaknya keprihatinan mengenai tidak
memadainya ukuran-ukuran kinerja ekonomi, terutama yang didasarkan pada
angka-angka PDB serta kekhawatiran yang lebih luas tentang relevansi angka-angka
sebagai ukuran kesejahteraan social, sekaligus ukuran keberlanjutan lingkungan
dan social.Tujuan keberadaan
negara kesatuan Republik Indonesia bukan sekedar untuk memperbesar kue ekonomi,
tetapi untuk meningkatkan kualitas hidup setiap warganegara.
Jika tujuan utama
pembangunan adalah untuk mewujudkan masyarakat yang bahagia, menurut Bentham
(1789/2008), maka pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mendorong
kesetaraan, keadilan dan kepercayaan. Kesetaraan diwujudkan dengan memeratakan kemakmuran,
bukan memeratakan kemiskinan; sehingga kebijakan pemerintah dibuat untuk
mendorong kelompok miskin menjadi makmur, bukan sebaliknya dengan menghambat
laju kelompok makmur. Dirgahayu RI. Selamat Datang Indonesia Yang Hebat…
0 komentar:
Posting Komentar