Ilustrasi: dari indrajied.blogspot.com |
Selalu
ada saja orang-orang yang mengulurkan kebaikan di lingkungan sekitar kita.
Orang-orang itu tak melihat seberapa besar yang diberikannya kepada kita dan
juga orang lain. Mereka tak memandang apa yang diberikannya. Entah akan disukai
orang lain atau tidak, entah enak dan juga tidak, mereka dengan ikhlas meringankan
tangan lalu memberikannya. Mereka seperti tak ada beban dan keputusan itu ada
pada yang mau diberikan, menerima atau tidak menerima, mereka hanya mencoba
menghamburkan kebaikan antar sesama.
Bukankah
kebaikan adalah lentera. Ia seperti setitik api, lalu mencoba menerangi
jiwa-jiwa kita ketika berada dalam gua-gua gelap. Kebaikan adalah tempat
sandaran-sandaran manusia. Ia seperti bahu, tempat penyandaran kita ketika letih
di perjalanan dalam bergumul dengan kehidupan. Ia adalah cahaya, yang lalu membentangkan
jalan menuju yang bernama Ilahi. Bukankah jalan untuk menuju surga Ilahi bukan
hanya bergantung pada sujud dan Iqra, namun juga kebaikan dan penghargaan antar
sesama manusia!
Ahh…tiba-tiba
saja saya teringat dengan perempuan muda yang berbagi denganku diangkot
(pete-pete). Apa yang diberikan memang sederhana, namun ia tak merisaukan itu. Ia
tak malu, apakah pemberian itu saya akan terima atau tidak. Ia hanya tau
meringankan tangan, lalu berbagi dengan orang lain.
***
Waktu
menunjukan pukul 18.00, saya bergegas pergi menunggu angkot untuk pulang ke
pondok teman. Sebelumnya saya telah berbuka puasa ke kamar adik sepupu, Ibu kos
memberikanku es buah yang rasanya cukup segar dan dingin seperti ditaruhkan
satu buah es batu. Tenggorokanku yang kering seperti terairi kembali, lalu
menyuburkan dahagaku yang suda lama menahan kehausan. Puasa memang seperti itu,
lapar dan haus terus membayangi kita selama kurang lebih l4 jam.
Diangkot
itu, sepanjang perjalanan yang jauh, penumpangnya hanya sendirianku. Tak ada
penumpang yang lain. Supir pun saya melihatnya agak kecewa dan menggelengkan
kepala. Mungkin rezekinya akan berkurang malam itu atau tidak akan mendapatkan
setorannya. Mungkin juga karena orang-orang yang bekerja pada berbuka puasa,
dan belum sempat menunggu angkot untuk pulang, pikirku.
Tak
lama kemudian, dijalanan muncul seorang perempuan muda dengan pegangan tasnya. Ia
masuk, lalu duduk dihadapan saya. Selama perjalanan diangkot itu saya hanya
terdiam, tak berbicara apapun. Ini menggambarkan saya juga sosok seorang
pendiam, dan memang saya seperti itu tak banyak berbicara. Cewek itu juga diam
dan tak menyapa, namun sesekali ia melihatku. Setelah beberapa menit
perjalanan, ia merogo tasnya, mengambil apa yang ada didalam ditasnya.
Dalam
angkot, saya hanya menikmati angin sepoi-sepoi yang masuk, sambil memikirkan
perut yang tengah terguncang karena kelaparan. Memang saya belum menyentuh
makanan berat. Keinginanku membeli makanan terhenti, ketika kakak saya
memberikan masangger bahwa dia tengah memasak. Cewek itu tiba-tiba menyodorkan
sepotong kue (katanya jipang) yang diambil dari tasnya. Kak mau kue, ini dari teman saya orang Raha, katanya.
Saya
memperhatikan kue yang diberikan, lalu cewek muda itu bertanya, pernah melihat
kue yang seperti ini. Saya lalu mengatakan, ia pernah. Waktu kecil dikampung
saya pernah makan kue yang seperti ini, namun bukan didatangkan dari Raha,
biasanya dari Kendari atau Baubau. Di Raha tidak ada yang produksi kue seperti
ini, kataku, mungkin teman kamu membelinya ditempat lain. Kak dari Raha, dia
bertanya seperti terheran-heran. Ia saya dari Raha. Baru-baru ini ketika adik
sepupuku pulang KKN di Konda daerah bagian Konawe, ia membawah kue yang seperti
ini. Adik sepupuku bilang yang memproduksi kue jipang ini dari Konda dan banyak
masyarakat yang melakukan usaha-usaha kue seperti ini disana.
Perempuan
muda itu seperti tertegun ketika mendengar saya menjelaskan. Kamu asalnya
dimana dek, saya bertanya. Sambil memperkenlkan namanya Dita, ia juga
mengatakan bahwa ia Dari Sulawesi Tengah, bagian Morowali. Diangkot kami sama-sama memakan kue itu sambil
bercerita banyak terutama mengenai kampus Universitas Halu Oleo. Mahasiswa di UHO
ya? Ia saya di Fakultas Fisip angkatan 2014, imbuhnya. Bagaimana kuliahnya sekarang?
Cewek muda itu mengatakan bahwa mereka tengah sementara final, namun ia mulai
bosan dan malas dikampus. Kenapa, tanya saya. Namun ia sejenak terdiam dan
tidak menjawab pertanyaanku.
***
Empat
tahun lalu ketika saya memasuki perguruan tinggi, ditengah banyaknya
ketidaktahunaku tentang ilmu pengetahuan dan tentang kehidupan, saya berharap
perguruan tinggi dengan dosen-dosen yang ku kagumi, yang berada dilangit-langit
pengetahuan dapat memberikan apa yang diharapkan. Tentunya yang saya harapkan
adalah ilmu pengetahuan yang kemudian dapat membimbing langkah ini untuk
menembus sulitnya kehidupan. Saya setiap hari kecuali hari Sabtu dan Minggu
penuh dengan jadwal mata kuliah, dua sampai dengan tiga mata kuliah. Karena
banyaknya mata kuliah yang harus diambil pada setiap semester, kadang saya
mengambil antara 21 sampai 24 sks.
Saya
kemudian bertatap muka setiap hari dengan para dosen, mendengarkan
ceramah-ceramah mereka. Harapan saya satu, ilmu pengetahuan. Ditengah
perjalanan perkuliahan, kemudian saya merevisi anggapan yang kian suda lama
tertampung dalam pikiran itu, bahwa ternyata kuliah hanya terfokus untuk
pencarian nilai. Saya memperhatikan teman-teman mahasiswa ketika pergi dikampus
dan memang yang dikejar hanya nilai, bukan sesuatu yang lebih dari itu. Saya
merubah haluan bahwa dosen-dosen yang saya hormati, didalam kelas tak akan
memberikan ilmu yang cukup untuk bekal perjalanan kita. Mereka hanya akan
memberikan sekadar teori, tak lebih.
Yang
kita lakukan adalah berguru kepada mereka, bukan saja diruangan kelas karena
itu akan sangat terbatas, namun diluar dari pada itu. Saya katakan kepada Dita
perempuan muda itu bahwa ketika kita hendak ke kampus dan hanya untuk
mendapatkan nilai, belajar diruangan kelas lalu pulang ke kamar, kamu memang
tidak akan bahagia dan tak akan menikmati yang namanya mahasiswa dan perguruan
tinggi. Kampus adalah tempat bagaimana cara menemukan diri kita. Banyak cara
mendapatkan ilmu pengetahuan salah satunya lewat buku. Untuk itu, belajar bukan
hanya kepada para dosen-dosen dikelas-kelas, namun dengan membaca banyak buku.
Perempuan
muda itu sejenak terdiam, lalu ia mengatakan kepada saya bahwa ia tidak
menemukan dirinya yang sebenarnya dikampus. Ia jenuh, bosan ketika berada
dikampus dan ia tidak tahu kedepan menjadi apa. Saya hanya mengatakan kepadanya
bahwa temukan inspirasi dalam dirimu dan dari orang lain. Banyak hal yang perlu
kita lakukan di dunia ini, meskipun itu hal-hal kecil. Banyak-banyak berguru
kepada orang lain, dan kamu harus punya motivasi dan inspirasi tentang sesuatu.
Misalnya punyai motivasi dan inspirasi ingin menjadi penulis seperti siapa atau
pejabat seperti siapa, atau mungkin bersahabat dengan mereka, itu yang kamu
lakukan.
Lantaran
kita bercerita panjang lebar, tiba-tiba saya lupa tempat turun dari angkot dan
suda lewat. Pak sopir saya turun disini,
kataku. Dek makasih kuenya ya, saya
turun duluan. Kemudian saya turun dari angkot dengan membayarkan sewa
angkot perempuan muda itu.
Sepanjang
perjalan pulang menuju ke rumah, saya terus berpikir, tak ada anak-anak muda
perempuan maupun laki-laki seperti itu di Kendari selama saya bolak-balik dan
naik turun dari angkot menuju ke kampus atau ke tempat kerja. Atau anak-anak
mahasiswa dan mahasiswi yang hanya sekedar bercerita denganku, mungkin cerita
tentang cinta, novel atau buku-buku lain. Bahkan pernah saya menyapa seorang
perempuan diangkot untuk hanya sekedar bercerita tidak digubrik sama sekali.
Pikirku, saat itu hidupku sungguh sial dan sepertinya saya mimpi buruk semalam.
Sementara
perempuan muda dari Sulawesi Tengah itu melakukannya. Ia cukup bersahabat. Ia
tak peduli kenal atau tidak. Mungkin juga inilah yang menggambarkan orang-orang
Sulawesi Tengah. Ia hanya ingin sekedar bercerita dengan banyak orang. Ia baik
dan peduli tentang kebaikan, namun ia juga begitu banyak memiliki keresahan
yang ada didalam dirinya. Sama seperti diriku yang selama ini banyak memiliki
keresahan tentang kehidupan di negeri para borjuis ini.
Semoga
dikemudian hari kita sama-sama memenggal semua keresahan itu.
Kendari,
11 Juni 2016
0 komentar:
Posting Komentar