11 Juni 2016

Tentang Dita: Si Perempuan Baik, Yang Memiliki Banyak Keresahan

Ilustrasi: dari indrajied.blogspot.com

Selalu ada saja orang-orang yang mengulurkan kebaikan di lingkungan sekitar kita. Orang-orang itu tak melihat seberapa besar yang diberikannya kepada kita dan juga orang lain. Mereka tak memandang apa yang diberikannya. Entah akan disukai orang lain atau tidak, entah enak dan juga tidak, mereka dengan ikhlas meringankan tangan lalu memberikannya. Mereka seperti tak ada beban dan keputusan itu ada pada yang mau diberikan, menerima atau tidak menerima, mereka hanya mencoba menghamburkan kebaikan antar sesama.
Bukankah kebaikan adalah lentera. Ia seperti setitik api, lalu mencoba menerangi jiwa-jiwa kita ketika berada dalam gua-gua gelap. Kebaikan adalah tempat sandaran-sandaran manusia. Ia seperti bahu, tempat penyandaran kita ketika letih di perjalanan dalam bergumul dengan kehidupan. Ia adalah cahaya, yang lalu membentangkan jalan menuju yang bernama Ilahi. Bukankah jalan untuk menuju surga Ilahi bukan hanya bergantung pada sujud dan Iqra, namun juga kebaikan dan penghargaan antar sesama manusia!
Ahh…tiba-tiba saja saya teringat dengan perempuan muda yang berbagi denganku diangkot (pete-pete). Apa yang diberikan memang sederhana, namun ia tak merisaukan itu. Ia tak malu, apakah pemberian itu saya akan terima atau tidak. Ia hanya tau meringankan tangan, lalu berbagi dengan orang lain.
***
Waktu menunjukan pukul 18.00, saya bergegas pergi menunggu angkot untuk pulang ke pondok teman. Sebelumnya saya telah berbuka puasa ke kamar adik sepupu, Ibu kos memberikanku es buah yang rasanya cukup segar dan dingin seperti ditaruhkan satu buah es batu. Tenggorokanku yang kering seperti terairi kembali, lalu menyuburkan dahagaku yang suda lama menahan kehausan. Puasa memang seperti itu, lapar dan haus terus membayangi kita selama kurang lebih l4 jam.
Diangkot itu, sepanjang perjalanan yang jauh, penumpangnya hanya sendirianku. Tak ada penumpang yang lain. Supir pun saya melihatnya agak kecewa dan menggelengkan kepala. Mungkin rezekinya akan berkurang malam itu atau tidak akan mendapatkan setorannya. Mungkin juga karena orang-orang yang bekerja pada berbuka puasa, dan belum sempat menunggu angkot untuk pulang, pikirku.
Tak lama kemudian, dijalanan muncul seorang perempuan muda dengan pegangan tasnya. Ia masuk, lalu duduk dihadapan saya. Selama perjalanan diangkot itu saya hanya terdiam, tak berbicara apapun. Ini menggambarkan saya juga sosok seorang pendiam, dan memang saya seperti itu tak banyak berbicara. Cewek itu juga diam dan tak menyapa, namun sesekali ia melihatku. Setelah beberapa menit perjalanan, ia merogo tasnya, mengambil apa yang ada didalam ditasnya.
Dalam angkot, saya hanya menikmati angin sepoi-sepoi yang masuk, sambil memikirkan perut yang tengah terguncang karena kelaparan. Memang saya belum menyentuh makanan berat. Keinginanku membeli makanan terhenti, ketika kakak saya memberikan masangger bahwa dia tengah memasak. Cewek itu tiba-tiba menyodorkan sepotong kue (katanya jipang) yang diambil dari tasnya. Kak mau kue, ini dari teman saya orang Raha, katanya.
Saya memperhatikan kue yang diberikan, lalu cewek muda itu bertanya, pernah melihat kue yang seperti ini. Saya lalu mengatakan, ia pernah. Waktu kecil dikampung saya pernah makan kue yang seperti ini, namun bukan didatangkan dari Raha, biasanya dari Kendari atau Baubau. Di Raha tidak ada yang produksi kue seperti ini, kataku, mungkin teman kamu membelinya ditempat lain. Kak dari Raha, dia bertanya seperti terheran-heran. Ia saya dari Raha. Baru-baru ini ketika adik sepupuku pulang KKN di Konda daerah bagian Konawe, ia membawah kue yang seperti ini. Adik sepupuku bilang yang memproduksi kue jipang ini dari Konda dan banyak masyarakat yang melakukan usaha-usaha kue seperti ini disana.
Perempuan muda itu seperti tertegun ketika mendengar saya menjelaskan. Kamu asalnya dimana dek, saya bertanya. Sambil memperkenlkan namanya Dita, ia juga mengatakan bahwa ia Dari Sulawesi Tengah, bagian Morowali.  Diangkot kami sama-sama memakan kue itu sambil bercerita banyak terutama mengenai kampus Universitas Halu Oleo. Mahasiswa di UHO ya? Ia saya di Fakultas Fisip angkatan 2014, imbuhnya. Bagaimana kuliahnya sekarang? Cewek muda itu mengatakan bahwa mereka tengah sementara final, namun ia mulai bosan dan malas dikampus. Kenapa, tanya saya. Namun ia sejenak terdiam dan tidak menjawab pertanyaanku.
***
Empat tahun lalu ketika saya memasuki perguruan tinggi, ditengah banyaknya ketidaktahunaku tentang ilmu pengetahuan dan tentang kehidupan, saya berharap perguruan tinggi dengan dosen-dosen yang ku kagumi, yang berada dilangit-langit pengetahuan dapat memberikan apa yang diharapkan. Tentunya yang saya harapkan adalah ilmu pengetahuan yang kemudian dapat membimbing langkah ini untuk menembus sulitnya kehidupan. Saya setiap hari kecuali hari Sabtu dan Minggu penuh dengan jadwal mata kuliah, dua sampai dengan tiga mata kuliah. Karena banyaknya mata kuliah yang harus diambil pada setiap semester, kadang saya mengambil antara 21 sampai 24 sks.
Saya kemudian bertatap muka setiap hari dengan para dosen, mendengarkan ceramah-ceramah mereka. Harapan saya satu, ilmu pengetahuan. Ditengah perjalanan perkuliahan, kemudian saya merevisi anggapan yang kian suda lama tertampung dalam pikiran itu, bahwa ternyata kuliah hanya terfokus untuk pencarian nilai. Saya memperhatikan teman-teman mahasiswa ketika pergi dikampus dan memang yang dikejar hanya nilai, bukan sesuatu yang lebih dari itu. Saya merubah haluan bahwa dosen-dosen yang saya hormati, didalam kelas tak akan memberikan ilmu yang cukup untuk bekal perjalanan kita. Mereka hanya akan memberikan sekadar teori, tak lebih.
Yang kita lakukan adalah berguru kepada mereka, bukan saja diruangan kelas karena itu akan sangat terbatas, namun diluar dari pada itu. Saya katakan kepada Dita perempuan muda itu bahwa ketika kita hendak ke kampus dan hanya untuk mendapatkan nilai, belajar diruangan kelas lalu pulang ke kamar, kamu memang tidak akan bahagia dan tak akan menikmati yang namanya mahasiswa dan perguruan tinggi. Kampus adalah tempat bagaimana cara menemukan diri kita. Banyak cara mendapatkan ilmu pengetahuan salah satunya lewat buku. Untuk itu, belajar bukan hanya kepada para dosen-dosen dikelas-kelas, namun dengan membaca banyak buku.
Perempuan muda itu sejenak terdiam, lalu ia mengatakan kepada saya bahwa ia tidak menemukan dirinya yang sebenarnya dikampus. Ia jenuh, bosan ketika berada dikampus dan ia tidak tahu kedepan menjadi apa. Saya hanya mengatakan kepadanya bahwa temukan inspirasi dalam dirimu dan dari orang lain. Banyak hal yang perlu kita lakukan di dunia ini, meskipun itu hal-hal kecil. Banyak-banyak berguru kepada orang lain, dan kamu harus punya motivasi dan inspirasi tentang sesuatu. Misalnya punyai motivasi dan inspirasi ingin menjadi penulis seperti siapa atau pejabat seperti siapa, atau mungkin bersahabat dengan mereka, itu yang kamu lakukan.
Lantaran kita bercerita panjang lebar, tiba-tiba saya lupa tempat turun dari angkot dan suda lewat. Pak sopir saya turun disini, kataku. Dek makasih kuenya ya, saya turun duluan. Kemudian saya turun dari angkot dengan membayarkan sewa angkot perempuan muda itu.
Sepanjang perjalan pulang menuju ke rumah, saya terus berpikir, tak ada anak-anak muda perempuan maupun laki-laki seperti itu di Kendari selama saya bolak-balik dan naik turun dari angkot menuju ke kampus atau ke tempat kerja. Atau anak-anak mahasiswa dan mahasiswi yang hanya sekedar bercerita denganku, mungkin cerita tentang cinta, novel atau buku-buku lain. Bahkan pernah saya menyapa seorang perempuan diangkot untuk hanya sekedar bercerita tidak digubrik sama sekali. Pikirku, saat itu hidupku sungguh sial dan sepertinya saya mimpi buruk semalam.
Sementara perempuan muda dari Sulawesi Tengah itu melakukannya. Ia cukup bersahabat. Ia tak peduli kenal atau tidak. Mungkin juga inilah yang menggambarkan orang-orang Sulawesi Tengah. Ia hanya ingin sekedar bercerita dengan banyak orang. Ia baik dan peduli tentang kebaikan, namun ia juga begitu banyak memiliki keresahan yang ada didalam dirinya. Sama seperti diriku yang selama ini banyak memiliki keresahan tentang kehidupan di negeri para borjuis ini.
Semoga dikemudian hari kita sama-sama memenggal semua keresahan itu.
                                                                                                            Kendari, 11 Juni 2016

0 komentar:

Posting Komentar