Kisah Seorang Nelayan di Purirano

Ini adalah cerita saat saya bertemu dengan nelayan di purirano. Keadaan mereka penuh dengan ketidakadilan.

Kenangan di Puncak Terindah Buton Selatan

Ini adalah bentuk penghayatan, akan indahnya alam. Olehnya itu, alam harus dijaga dengan baik agar kita hidup dalam penuh damai dan tentram.

Menggeluti Ilmu di Perguruan Tinggi

Bersama dengan ilmu pengetahuan kita dapat maju, bergerak dan bersaing dengan pihak-pihak lain. Mari, kita dahulukan pendidikan kita.

Sebuah Perjalanan di Muna Barat

Kami mencari keadilan atas masyarakat yang selama ini teralienasi. Lahan-lahan mereka dipermainkan oleh elit-elit desa, mengeruk keuntungan dengan membodohi masyarakat. Kami menolak dan melawan.

Mencari Keindahan di Danau Maleura

Di danau ini, ada panorama keindahan, yang membuat pengunjung sangat menikmati suasana. Hawa dingin dan air yang jernih dan terdapat banyaknya gua-gua. Ini keren kan. Adanya hanya di Muna.

30 Juni 2016

Alfan Alfian: Guru Menulis di Media

22 Juni 2016

Menjadi Asisten Dr. La Ode Suriadi, Awal Belajar Penelitian

Hari itu kamis, saya cukup bahagia ketika Dr. La Ode Suriadi meminta saya untuk bertemu di kampus, katanya ada pekerjaan dan meminta saya untuk mengerjakannya. Saat itu saya tengah mewawancarai salah satu pegawai di kantor Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) di Kota Kendari untuk dimuat dalam berita koran lokal. Saya memang tengah menjadi wartawan yang masih magang di salah satu koran lokal di Kota Kendari.
Ini memang suatu kepercayaan yang luar biasa, ketika saya diminta untuk mengerjakannya, padahal saya belum pernah mengerjakan satu penelitian apapun. Pikirku, saya masih cukup bodoh, mengapa saya yang dipanggil untuk mengerjakannya! Namun saya memilih untuk mengerjakannya, apapun nanti resikonya.
Saat itu saya disuruh untuk mengolah dan menganalisis data PDRB, baik sektor-sektor ekonomi maupun komoditi-komoditi sektornya dengan menggunakan metode Location Quoetion (LQ) dan Boston Consulting Group (BCG) di seluruh Kabupaten/Kota Sulawesi Tenggara. Metode ini memang tidak asing bagi saya, karena sama seperti dalam penelitian skrispi saya pada bulan lalu. Namun saya berpikir, tidak mungkin cara analisisnya akan sama dengan isi skripsi yang saya hasilkan, pasti akan berbeda karena karena pekerjaan tersebut bukan untuk sebuah skripsi. Penjelasannya memang cukup baik dan satu persatu diuraikan, namun tetap saja kemampuan otakku masih terbatas.
Dengan itu saya memang memiliki kenekatan, saya tidak usah berpikir dengan hasil kerjaanku karena ini merupakan awal dalam menjamah dunia penelitian, pikirku. Sontak saja saya mengiyakan. Lagian Dr. La Ode Suriadi suda mengetahui dengan banyaknya ketidaktahuanku. Ia mengatakan “kamu kerjakan saja, nanti saya yang perbaiki”. Lagi-lagi saya semakin nekat dan berani. Pikirku, mungkin ia akan melihat proses belajarku, bukan hasil yang saya kerjakan saat ini. Saya pun sangat bahagia menjadi asistennya.
***
Hari ini saya kembali merenungi, apa yang saya kerjakan setelah mengikuti Dr. La Ode Suriadi menjadi asisten penelitiannya. Saya merasa masih menjadi orang yang bodoh, tidak bisa memberikan yang terbaik di penelitian itu. Namun ini merupakan awal bagi saya dalam memahami sebuah penelitian. Saya baru belajar. Saya baru memahami dunia penelitian.
Selama saya kuliah saya tidak pernah menjamah, atau diikut sertakan dalam penelitian dosen-dosen. Mungkin ini pengaruh karena kebodohanku, otaku yang tak sanggup memahami metode dan analisis dalam penelitian. Dan ini mungkin karena akibat sangat jarangnya saya membaca buku-buku penelitian tentang ekonomi. Namun saya melihat ada juga orang-orang tertentu yang diikut sertakan, meskipun kemampuannya juga sangat minim. Namun entalah. Mungkin ini hanya persoalan relasi atau kedekatan.
Sebenarnya saya tidak mengharapkan apapun waktu itu seperti digaji, ketika diminta untuk membantu mengolah data dan menganalisis. Saya hanya perlu pengalaman, untuk kemudian memahami metode-metode penelitian dalam berbagai ilmu ekonomi. Saya juga ingin melihat metode-metode yang saya pakai, kemudian menautkannya dengan realitas, apakah penelitian itu bias atau tidak.
***
Sebagai orang yang masih belajar dalam penelitian, saya selalu merasa asing setiap diperkenalkan dengan metode-metode tertentu. Tentunya yang saya tidak pelajari di waktu kuliah, seperti ICOR, analisis Overlay, analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) seperti Rasio Pertumbuhan Wilayah Refrensi (RPR) dan Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs), Analytical Hierarchy Process (AHP), analisis Skalogram, Tipologi klassen dan analisis LQshift dan LQshare. Namun secara perlahan-lahan saya mulai mempelajari metode-metode ini, termasuk dengan metode-metode penelitian yang lainnya.
Berbagai metode analisis diatas, memang tidak terlepas dari angka-angka atau boleh dibilang banyak diambil dari data-data statistik, kecuali mungkin penelitian kualitatif dan biasanya dilakukan dengan memakai sampel, observasi, wawancara, kuisioner atau biasa juga dengan hipotesis. Mengolahnya pun juga kadang kebanyakan dengan menggunakan Exel dan SPSS. Banyak sahabat-sahabat saya yang melakukan penelitian dengan analisis kualitatif, dan seringkali mengalami kesusahan karena sulitnya mengobservasi dan melakukan wawancara. Namun bagi saya sama saja, selama kita masih asing dengan metode tersebut atau selama kita tidak mengetahui cara-cara mengerjakannya, termasuk memahami si kuisioner supaya dapat mengisi.
Seorang Dosen sekaligus guru yang dekat dengan saya Dr. Fajar Saranani pernah mengatakan ketika seorang sahabat tidak berhasil mewawancarai atau tidak mengisi kuisioner penelitiannya disalah satu kantor perusahaan elektronik di Kota Kendari. Sambil bercanda ia mengatakan, itu harus pake amplop baru mereka mau ngisi kuisioner, anak saya di Jawa seperti itu. Sejenak saya tertawa, lalu kemudian ia mencoba menjelaskan metode penelitian dan cara-cara analisa dalam ilmu ekonomi.
***
Ketertarikanku dalam dunia penelitian memang suda lama, ketika saya banyak bercerita dengan dosen-dosen dan peneliti-peneliti. Pikirku, dunia penelitian memang sangat bagus, dan salah satunya adalah untuk menyikapi atau menggambarkan apakah hasi-hasil penelitian itu sesuai dengan realitas atau tidak. Kita diajak untuk menajamkan otak, pengetahuan dan pengalaman ketika melakukan penelitian, agar kemudian dapat menghasilkan penelitian yang lebih terukur. Kita selalu diajak untuk membuka refrensi-refrensi lama maupun yang baru lalu menyesuaikannya dengan hasil penelitian agar kemudian dapat menghasilkan ilmu pengetahuan yang lebih komprehensif, labih luas. Dan yang saya suka bekerja dalam dunia penelitian adalah untuk kemaslahatan dan perubahan sosial di masyarakat.
Banyak pejabat-pejabat daerah yang seringkali berbicara di depan podium atau di forum-forum kadang membuat saya skeptis. Seringkali bahasa yang saya dengar adalah ekonomi membaik, kemiskinan dan pengangguran kita menurun atau kesejahteraan masyarakat meningkat, pendapatan perkapita masyarakat meningkat, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat dan semua itu hanya disebutkan angka-angkanya yang diambil dari data statistik, tanpa menelah lebih lanjut apakah itu semua menetes kebawah atau keatas. Jika demikian berarti kita berbicara distribusi ekonomi, apakah itu berpihak atau mengarah kepada masyarakat kecil atau tidak. Jangan-jangan semua itu membaik, meningkat dan sejahtera hanya untuk orang-orang tertentu saja, hanya masyarakat kelas menengah atas. Kita seringkali mengagungkan angka-angka lalu menyederhanakan realitas di masyarakat yang seringkali melihatnya membuat kita mengelus dada.
Sehingga semua itu memang membutuhkan sebuah penelitian lebih lanjut. Penelitian yang lebih progresif lagi untuk kemudian dapat memberikan suatu gambaran yang lebih subtantif. Untuk menghasilkan sebuah pengetauhan yang luas, memang dibutuhkan penelitian yang terus-menerus dan pengkajian yang terus-menerus. Karena pada dasarnya kehidupan masyarakat selalu dinamis, seringkali berubah-ubah. Dan apa yang disampaikan seringkali kontradiktif dengan relaitas di masyarakat. Maka inilah yang disebut bias, tidak berkesesuaian.
***
Dan hari ini saya telah mengambil banyak pelajaran setelah menjadi asisten Dr. La Ode Suriadi. Saya masih membutuhkan banyak belajar lagi untuk kemudian bisa memahami itu semua. Saya seperti seorang anak bayi yang masih belajar berdiri, dalam memahami pijakan sebuah penelitian. Saya masih bodoh, tapi saya tidak akan berhenti untuk belajar dalam meniti sebuah aksara pengetahuan. Otak saya memiliki keterbatasan dalam memahami, namun saya tidak akan berhenti untuk membaca buku-buku untuk kemudian dapat memperluas wawasanku.
Saya pun tidak tau, sampai kapan sebuah idealis ini akan terbawah, dalam hal ini melakukan penelitian. Banyak orang-orang yang mencibir terhadapku, bahwa saya tidak bisa melanjutkan S2 ku karena tidak ada biayah kuliah. Memang saya cukup miskin dan orang tua tidak ada biaya. Namun apapun itu, saya akan terus mencoba konsisten pada jalur ini, sebagai cita-cita dan harapan. Saya akan terus mencoba membungkusnya dengan sabar dalam rasa keoptimisan. Saya akan terus merawatnya dengan baik dalam suka duka dan susah maupun senang. Jika pun tidak, inilah sejarah hidupku, akan menjadi sebuah cerita kepada anak-anak dan cucuku kelak bahwa saya pernah punya cita-cita untuk sekolah tinggi. Ini memang akan menjadi sejarah pahit, namun setidaknya saya telah berusaha dan anak-anakku tak boleh mengalami hal ini.
Semoga saja Dr. La Ode Suriadi terus menjadi guru buatku. Semoga saja ia tidak pernah letih dan menyerah untuk menjadi pembimbing, yang mengajarkanku tentang banyak hal. Semoga saja ia selalu sabar dalam menghadapi segala kebodohanku.

                                                                                  La Ode Halaidin
                                                                                  Kendari, 23 Juni 2016
                                                                                  Saat menunggu waktu sahur

20 Juni 2016

Perempuan Malam Yang Bersedekah

Ilustrasi: wisatanda.blogspot.com

JIKA dunia adalah tempat berbuat khilaf, maka hidup adalah perjuangan, sesering apapun orang mencibir bahwa apa yang diilakukannya adalah salah dan dosa. Persoalan baik dan buruk hanya merupakan sebuah omongan dan pendapat bagi orang-orang yang tidak pernah bergelut dan mengalami kehidupannya. Dan ia mengalaminya sendiri, tak memandang apakah yang dilakukakannya adalah perbuatan yang baik ataupun buruk. Ia bukan seorang moralis yang dapat berbicara tentang dosa, masuk surga atau dirinya akan masuk neraka. Ia percaya bahwa dosa itu ada, namun ia tak tahu dimana. Begitupun surga atau neraka. Apakah ia akan dimasukan di surga atau neraka dan ia juga tak tahu tentang itu. Ia hanya  tahu bahwa apa yang dilakukannya adalah benar, mengandung kebenaran.
Masalah ekonomi rumah tangga, kekerasan, perselingkuhan, yang berujung pada perceraian merupakan bagian dari epifenomena yang terangkai, kemudian terbentuk menjadi satu fenomena dalam lingkungan sosial kita. Dari fenomena tersebut maka tercetaklah manusia yang dinamakan single parents, manusia yang hidup sendiri, mengatur keluarga sendiri dan menafkahi diri sendiri. Mandiri namun tanpa pendamping, atau seorang suami.
Lalu terkadang, kehidupan single parents menjadi sangat susah; membiayai kehidupan keluarga kecilnya, mencari sebuah pekerjaan atau menyekolahkan anak-anaknya. Nama yang melekat padanya juga kadang menjadi citra yang tidak baik dan menjadi momok orang-orang sekitar. Namun hidup adalah sebuah gerakan, dan ia merupakan antistatis. Gerakan itu ditandai dengan mencari kehidupan, untuk menafkahi atau mencukupi kebutuhan keluarga dengan sebuah pekerjaan. Namun, kadang dunia juga tak seindah seperti yang kita bayangkan. Dunia tak selalu menyediakan atau memenuhi apa yang kita inginkan.
Namun pekerjaan apapun itu, ia tetap menjalaninya demi sebuah tanggungjawab. Tak peduli salah atau dosa. Ia takut kepada neraka yang penuh dengan siksaan itu, tapi itu persoalan akhirat dan di dunia ia punya tanggungjawab. Tanggungjawab baginya adalah sesuatu hal yang paling substansi dalam hidup. Dan ia mempunyai tanggungjawab untuk menghidupi anak kecilnya.
***
Perempuan itu namanya Gita (bukan nama yang sebenarnya). Ia seorang perempuan yang dilahirkan dengan didikan anak-anak kota. Kehidupan remajanya tergolong seperti anak-anak kelas menengah. Pergaulan bebas, pesta, jalan-jalan dan foya-foya telah mengisi kehidupan remajanya. Bahkan pendidikannya pun ia tidak perhatikan. Ia hanya tamatan di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Kendari, lalu menikah karena telah mengandung seorang anak. Namun tak lama setelah pernikahan dan melahirkan, ia bercerai dengan sang suami. Itupun ia tak menceritkannya. Katanya, itu rahasia saya.
Saya mengenalnya suda cukup lama, disala satu pondok teman pada Juli tahun lalu. Kami awalnya tidak terlalu akrab, meskipun di pondok teman saya sering berkunjunng dan bermalam. Namun secara perlahan-lahan dan dimulai dari acara seorang sahabat, ia mulai mendekat bergabung denganku dan sesekali menuangkan bir. Ditengah keriuhan itu, ia mengisap sebatang rokok sambil mengeluarkan candaan dan godaan dengan bibir yang menggoda. Namun saya memilih untuk tidak tertarik dengannya.
Di pondok sahabat itu, saya mulai tertarik untuk melihat kehidupan malamnya. Seperti apakah gerangan aktivitas yang dilakukan dalam kesehariannya? Ia mempunyai aktivitas seperti peremupuan malam kebanyakan. Di malam hari ia mulai berdandan modis dengan memilih pakaian-pakaian minim yang menampakan keseksiannya, bibir yang merah merona, bau parfum yang sangat menyengat dan sesekali jika aku melihatnya ia menguraikan rambutnya yang hitam. Menggoda, pikirku.
Siang hari, ia hanya menghabiskan waktunya dipondokan merawat anak kecilnya yang tengah berumur sekitar setahun lebih itu.
***
Pernah suatu kali ia berdandan sangat cantik. Malam itu menunjukan pukul 12 malam lewat ketika saya tengah menulis. Gita memakai pakaian yang seksi dan montok, roknya diatas lutut, busung dadanya yang kembar itu seperti mau copot dan sesekali saya menahan napas. Ia datang dikamar menyapaku saat hendak mau pergi.
Lagi ngapain? Tanya Gita.
Saya lagi ada kerjaan nih. Mau membantu? Tanyaku. Sontak saya terhenti, kemudian memperhatikannya. Lalu sekejap saya memberikannya pujian. Kamu cantik sekali malam ini. Mau kemana? Tanyaku.
Ia hanya tersenyum, lalu mengatakan sepatah kata sebelum pergi.
Ia, saya ada job, katanya. Biasa, saya malam-malam cari laki-laki.
Suara klason mobil suda terdengar dari kejauhan di jalanan sana, pertanda bahwa laki-lakinya telah datang untuk menjemputnya. Saya kemudian tersenyum, lalu ia meminta izin untuk pergi dan kemudian menghilang dari pandangan saya.
Itulah kehidupan Gita setiap malam. Bahkan jika tidak ada job, dia akan miras dipondokan. Kadang ia stres dengan nasibnya, katanya, saya lagi stres ini, dan sesekali ia mengajakku untuk minum, mari kita minum, katanya. Saya tidak mengiyakan, namun tetap bercerita dengannya, mendengarkan keluh-kesahnya pada hidup.
***
Kehidupannya memang suram, terlihat kotor, tidak baik dan kata orang-orang yang paham agama atau baru belajar agama, kehidupannya penuh dosa. Namun bisakah kita menghakimi bahwa apa yang dilakukannya adalah perbuatan salah. Mungkin itu hanya akan menjadi celoteh bagi orang yang suka bergosip, yang tidak mempunyai kepekaan terhadap keadaan orang lain. Bagiku ia adalah malaikat yang dengan gigih memperjuangkan untuk sebuah kehidupan keluarga kecilnya. Ia telah memperjuangkan sesuatu yang benar, demi sebuah tanggungjawab kepada anak kecilnya yang telah dilahirkan dari rahimnya.
Bisakah kita menjauhi dan membenci orang-orang seperti Gita? Bagiku tak ada alasan untuk membenci orang-orang seperti Gita. Gita adalah setitik embun pelajaran dari kehidupan sosial kita, bahwa sesulit apapun yang dialaminya, ia tetap bekerja keras. Ia memilih tidak bergantung sama siapapun untuk mmengurusi anak kecilnya, termasuk kepada mantan suaminya. Ia memilih mandiri dengan bekerja, meskipun itu sebagai ladys nigth. Ia seorang yang perkasa dan tahan banting ditengah sulitnya kehidupan.
Yang membuat saya tersentuh adalah dia orang yang suka berbagi. Saya terdiam ketika bertemu dan dengan gembiranya mengatakan bahwa ia dari panti asuhan. Malam itu ia menutupi rambutnya dengan jilbab. Namun ia bukan berhijab.
Apa yang kamu lakukan disana? Tanya saya sambil terheran-heran.
Kami habis bersedekah disana, memberikan bantuan kepada mereka seadanya. Apa tidak boleh orang-orang seperti kami di bulan ramadhan ini berbuat baik kepada sesama? Ia bertanya.
Saya kembali terdiam, bukan tidak mau menjawab pertanyaannya, namun pikiran ini tengah membayangkan diri ini, apakah saya telah berbuat baik kepada orang-orang yang membutuhkan itu? Apakah saya adalah orang yang bersih dan tanpa dosa? Namun saya bukan orang yang taat yang selalu menjalankan perintahnya dan saya tidak tau apa itu dosa. Mengapa saya tidak ikut membantu orang-orang yang membutuhkan itu? Pikiran-pikiran ini terus menghantui setiap saya bertemu dengan Gita. Dia telah membuatku banyak belajar dan mengoreksi diriku sendiri. Apa yang telah ku lakukan di dunia ini, pikirku.
Gita tidak pernah malu terhadap pekerjaanya sebagai ladys night. Meskipun begitu ia juga ingin mengambil bagian untuk berbuat baik terhadap sesama di bulan ramadhan ini. Ia tidak shalat, namun ia tetap menjalankan puasanya.
Bukan tidak boleh, siapa pun yang ingin berbagi kebaikan itu bisa, kataku. Saya tidak pernah membayangkan kamu berbuat baik seperti itu, sedangkan kamu sendiri sangat susah mencari kehidupanmu dan untuk anakmu.
Matanya berbinar-binar, dan sesekali ia tersenyum. Mungkin ia senang mendengar jawaban itu karena saya memujinya.
Malam ini kamu cantik, dengan memakai jilbab seperti itu, kataku.
Makasih kak, tapi bagi saya biasa aja, dia menjawab sambil tersipu malu.
***
Malam itu, Gita telah mengisi belantara hati ini yang telah lama kering-kerontang, lalu kemudian disuburkannya atas setiap tetesan-tetesan kecil yang diperbuatnya. Ia mengakui bahwa ia telah banyak melakukan dosa dan jika neraka adalah tempatnya maka ia siap. Namun ia selalu berprinsip baik, saya tengah memperjuangkan hidupku dan anakku, katanya. Lalu siapa yang akan membawaku kesana? Adilkah Tuhan demikian! Ia tengah berdialektika, selalu mempertanyakan keadilan hidupnya. Ia selalu menganggap bahwa ia benar.
Dulu saya hanya memandangnya biasa saja, tak lebih dan hanya seorang yang disibukan dengan pekerjaan malamnya. Kini ia adalah embun yang membasahi dahaga ini, yang telah lama mengering dihisap berbagai macam pencarian kebenaran. Ia seperti setitik api kecil, yang kemudian mencoba menyinari disetiap dasar hati manusia yang gelap, termasuk dasar hati ini.
Malam itu saya melihat keceriaannya, kebahagiaannya karena ia telah berhasil mengumpulkan uang beberapa juta bersama dengan para sahabatnya. Pengumpulan uang itu dilakukan dengan kegiatan bazar. Katanya, uang itu secepatnya akan diserahkan kepanti asuhan. Ia memang seorang pelacur, namun ia mengerti akan berbagi kepada sesama.
                                                                                  La Ode Halaidin
                                                                                  Kendari, 17 Juni 2016

15 Juni 2016

Kekuasaan Soeharto di Ambang Keruntuhan, Chaos Merajalela

Puncak dan Sumber Ketenangan

12 Juni 2016

Bloggerku Hampir Jebol

Berawal dari kesukaan merubah tampilan, tata letak dan setelan blogku, hampir saja saya kehilangan kanal yang suda tertampung beberapa tulisan di dalamnya. Jantungku seperti mulai copot, pada saat mengklik salah satu tulisanku dan tak bisa kutemukan. Tulisannya muncul seperti ini “maaf, blog tidak bisa ditemukan, blog ini suda terhapus”. Sontak saya panik dan menyalahkan diri sendiri.
Ketakutan menghantui ketika tulisan sederhana itu akan mulai hilang. Saya kemudian mencoba menelusurinya kembali dan Alhamdulillah ternyata limknya yang terhapus karena alamat blogku saya rubah sedikit.
Saya legah dan saat ini suda mulia normal kembali dan alamat blog terubah menjadi https://gunung-pendaki.blogspot.co.id. Kanal yang selalu menemani dikalah saya jenuh terhadap keadaan.
Ayo bikin blog dan menulis. Kita berbagi kisah-kisah inspiratif di sini.
                                                                                                        Kendari, 12 Juni 2016

11 Juni 2016

Tentang Dita: Si Perempuan Baik, Yang Memiliki Banyak Keresahan

Ilustrasi: dari indrajied.blogspot.com

05 Juni 2016

Bulan Ramadhan dan Perendahan Diri


Aku Lelah, Namun Aku Harus Kuat

Laode Halaidin

01 Juni 2016