Ilustrasi dari: ejajufri.wordpress.com |
Ada sesuatu hal, yang seringkali
mengusik pikiran dalam dunia keseharian kita. Yang mengusik itu terutama
orang-orang disekeliling, yang mempertanyakan aktivitas kita pada saat yang
bersamaan. Jika kita mempunyai aktivitas lain, yang kemungkinan belum mereka
lihat atau yang kita lakukan suda seringkali melihatnya, mereka akan bertanya.
Apa gunanya engkau melakukan aktivitas itu? apa tujuan anda melakukan
aktivitas itu? Apa yang engkau dapat dengan melakukan aktivitas itu? Dan berbagai
macam pertanyaan lain yang membuat saya kadang terdiam, meskipun pertanyaan itu
berkali-kali saya mencoba menjelaskan. Mungkin penjelasan saya yang tidak
membuat mereka mengerti atau boleh jadi mereka sama sekali yang tidak mengerti
dengan penjelasan saya.
Ahh…tapi sudahlah. Yang jelas, aktivitas
yang kulakukan tidak menghalangi dan tidak menganggu orang lain sedikit pun.
Saya melakukan apa yang ku suka. Saya adalah orang yang mempunyai banyak
kekurangan. Dan kekurangan itu adalah sesuatu yang manusiawi bagi setiap
manusia. Saya sadari itu. Dengan menyadari banyaknya kekurangan itu, saya
sedikit menambalnya perlahan-lahan. Meskipun itu saya akui, tidak akan mencapai
sesuatu kesempurnaan yang absolut. Kesempurnaan itu adanya dilangit, bukan
dibawah matahari ini yang penuh dengan sebuah paradoksal.
***
Banyak kekurangan dalam diri ini, terutama
dalam memahami sebuah relaitas yang seringkali hadir ditengah-tengah lingkungan
sosial keseharian kita. Sebagai mahluk sosial, tentu kita selalu mempunyai
niatan yang baik untuk selalu bisa menghadirkan pemikiran yang solutif, meskipun
itu bukanlah sesuatu yang baru. Itulah mengapa saya selalu mencoba memahaminya
lewat bacaan buku-buku atau selalu belajar kepada orang lain.
Hidup saya memang,
hidup yang selalu dalam pembauran. Saya selalu berteman dan berbaur dengan
siapapun. Orang-orang akademis, politisi, aktivis, penulis, pencinta buku,
bukan pencinta buku, komunitas yang kesibukannya hanya mengurai tentang cinta, pemuda-pemudi
yang sibuk bekerja, pengangguran, para petani, pemabuk, penjudi dan masih
banyak lagi. Disitulah saya banyak mengalami dan pengalaman, yang tentu untuk
memahami semua itu membutuhkan dasar pengetahuan untuk mendapatkan sedikit pembenaran.
Dan pengetahuan itu ada di buku-buku bacaan.
***
Akhir-akhir ini, saya
banyak mendapat pertanyaan yang selalu mengusik di dalam benak pikiran. Kadang saya
merasa nyaman dan kadang juga tidak. Ada yang mencoba-coba mengukur kemampuan
kita, ada juga yang bertanya karena ingin mengetahui mengapa saya membaca. Kadang
pertanyaan teman-teman itu seperti ini; apa yang memotivasi kamu membaca buku? Apa
hal yang paling mendasar, sehingga terus membaca buku? Apakah dengan membaca
buku, karena ingin melanjutkan sekolah Magister? Apakah kamu membaca buku hanya,
seolah ingin menunjukan bahwa kamu seperti seorang intelektual?. Pertanyaan-pertanyaan
ini tentu mempunyai jawaban yang berbeda-beda.
Saya akan menjawabnya
dari pertanyaan pertama. Yang memotivasi untuk membaca. Saya seringkali akan
mengatakan bahwa setiap buku pasti punya kearifan didalamnya, berupa
pelajaran-pelajaran yang bisa kita petik. Didalam lembar-per-lembar itu
terdapat setitik nilai yang kemungkinan sedikit menyentu kenyataan dalam
realitas kehidupan. Dengan hal itu, kita selalu diajak untuk selalu memahami
apa yang menjadi isi didalam buku tersebut. Mencoba mendialektikan antara ilmu
pengetahuan dengan fakta atau relaitas yang ada dimasyarakat. Karena itu, setebal
apapun buku-buku bacaan, dibuku tersebut tentunya terdapat berlian-berlian ilmu
pengetahuan. Yang memotivasi saya adalah ingin mengambil pelajaran dari setiap
bacaan itu, apa ilmu yang terkandung dan bisa kita petik dalam setiap buku bacaan
tersebut.
Pertanyaan kedua adalah
hal mendasar sehingga terus membaca. Biasanya saya mengatakan tidak ada hal yang
paling spesifik mendasari, mengapa saya harus terus membaca buku. Membaca bagi
saya hanyalah bagian dari hobi. Saya lakukan itu karena hobi. Sama seperti
seorang pendaki. Dia tidak akan mengorbankan tenaga dan waktu yang berhari-hari
kalau bukan karena hobi atau suda menjadi kesukaannya. Tidak ada niatan dalam
hati bahwa dengan keberhasilannya mendaki puncak gunung tertinggi di dunia, dia
akan mengatakan bahwa dia suda mengalahkan pendaki-pendaki gunung yang lain.
Bagi saya setinggi apapun
kita mendaki sebuah gunung, diatas itu gunung itu masih ada lagi yang tinggi yaitu
langit. Sama halnya membaca, sebanyak apapun buku yang kamu baca dan ilmu yang di
dapat, pasti masih ada orang yang akan melampaui kita. Ilmu pengetahuan bukan
perlombaan seperti lari maraton, namun ilmu pengetahuan adalah tentang
kejernihan melihat kenyataan. Orang yang berilmu pengetahuan itu, membutuhkan
kerendahan hati.
Pertanyaan ketiga
adalah membaca buku karena ingin melanjutkan sekolah magister. Pertanyaan ini
sebenarnya saya akan menjawabnya ia tetapi dengan beasiswa penuh, namun akan berubah
dan berkata tidak ketika melanjutkan itu dengan biaya sendiri. Itulah, karena
saya sama sekali tidak mempunyai biaya. Olehnya itu, saya pasti akan kembali
kejawaban pada pertanyaan pertama dan kedua. Saya hanya akan mengatakan, hanya
mengambil pelajaran dari buku-buku bacaanku, lagian ini kan suda jadi hobi saya
juga. Saya ingin selalu memahami sesuatu kejadian realitas di kehidupan
masyarakat dengan melalui buku-buku bacaan.
Pertanyaan keempat
adalah membaca seolah ingin menunjukan seperti seorang intelektual. Sejak pertama
memasuki universitas kita suda berada dalam barisan kaum intelektual atau seseoarang
yang terpelajar/terdidik. Namun bukan
berarti dengan membaca seolah ingin menunjukan itu. Itu namanya pamer, dan
pamer ini bukan dorongan dalam hati untuk membaca, namun karena sesuatu hal. Boleh
jadi laki-laki karena si perempuan dan si perempuan karena laki-laki. Saya
selalu mengatakan kepada sahabat bahwa dorongan hal seperti itu tidak salah,
namun tidak tepat dan akan bersifat sesaat/sementara.
***
Dengan membaca,
sesungguhnya kita suda banyak menemukan pelajaran tentang sisi-sisi kehidupan,
bahkan yang paling sulit untuk dimasuki sekalipun. Saya sering mengatakan,
membaca saya lakukan bukan untuk melampaui pemikiran seseorang. Tapi ingin
menemukan sedikit pembenaran dari setiap fakta dan relaitas yang seringkali
kejadian itu hadir ditengah-tengah kehidupan kita. Dengan itu, kita suda mencoba
mendialogkan antara kejadian tersebut dengan buku bacaan.
Sekali lagi, diri ini
masih begitu banyak kekurangan dan bahkan saya berbicara pun kadang saya
ditertawain atau tidak menjawab pertanyaan mereka karena sama sekali saya tidak
tau. Namun saya menyadari, otak saya tidak secerdas dengan yang seringkali
menertawakan itu. Saya cukup menyadari
itu. Dan karena itu saya selalu mencoba untuk belajar melalui buku-buku bacaan
dan rendah hati.
Saya ingin mengatakan
seperti ini: bagi saya, orang yang sering membaca, bukan berarti tau akan segalanya.
Namun, mereka yang sering membaca adalah mereka yang sering belajar karena
ketidak-tahuan itu.
Kendari,
17 Maret 2016
Laode
Halaidin
0 komentar:
Posting Komentar