Foto Laode Halaidin |
Di abad ke 21 ini, kata orang-orang
banyak peluang yang tersedia, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Masih
kata orang-orang juga, zaman sekarang ini banyak pekerjaan yang dapat kita
masuki, tinggal seberapa besar kemauan kita untuk itu.
Kata-kata orang ini, memang tidak salah.
Banyak pekerjaan yang tersedia, namun kita sebagai manusia mempunyai
pilihan-pilihan yang berbeda. Ada orang-orang yang memilih bekerja demi
kenyamanannya, dengan memilih PNS. Ada yang memilih bekerja di sebuah PT dan
ingin bergaji besar dan ada juga yang memilih bekerja dengan membangun
bisnisnya sendiri. Tentu semua ini adalah pilihan dari individualitas kolektif
seseorang. Lalu di manakah pilihanku……
***
Saya adalah orang yang memilih untuk
sibuk bekerja. Namun bukan bekerja yang orientasinya demi kekayaan tapi sebuah
karya. Saya ingin bekerja untuk menemukan kebebasan. Yaitu kebebasan untuk
melahirkan sebuah pemikiran yang kemudian ikut menggerakan sebuah perubahan
sosial di masyarakat. Itulah cita-cita dan harapan terbesarku. Ketika menjadi
seseorang yang berguna bagi masyarakat bangsa di negara ini.
Namun, apakah semua itu akan muda
tercapai? Saya selalu optimis disetiap langkah dan lengkungan kehidupanku. Saya
selalu optimis dengan kepribadianku yang selalu ingin banyak belajar, bahwa semua
itu akan membawa suatu keberhasilan. Namun ada saja yang menjalari sel-sel
kehidupan ini, yang seringkali membuat saya terhenti tentang sesuatu cita-cita
yang besar itu. Yaitu sesuatu yang materialistik, finansial, dukungan uang atau
modal untuk bisa melanjutkan pendidikan ke-jenjang yang lebih tinggi. Saya tak
mempunyai itu semua.
Dalam benak ini, selalu saja memunculkan
pertanyaan-pertanyaan yang menghujam, tentang detak-detik kemana nasib ini akan
berlabuh. Apakah saya akan berhenti saja tentang harapan dan mimpi-mimpi
tersebut dan memilih kehidupan yang kebanyakan orang-orang yang ingin memiliki
hidup dengan nyaman seperti PNS atau bekerja di sebuah PT. Inilah yang membuat
dilemah tentang kehidupanku. Pikiran itu seolah-olah seperti menggerogoti
motivasi hidup yang suda ke-sekian lama ku rawat. Kemanakah saya akan
melayarkan hidupku?
***
Masa depan memang abu-abu. Kita tak bisa
menembusinya dengan logika dan pemikiran yang rasional. Masa depan memang
sebuah kehidupan yang tak terjalankan, namun di depan ia akan nyata dan akan
terjalani. Waktulah yang akan menuntun kita ke sana. Sebuah peradaban yang akan
teramat sulit, penuh dengan persaingan dan mungkin juga pengasingan.
Namun, satu hal yang kadang membuatku
kini selalu optimis. Yaitu sebuah pekerjaan yang ku sukai seperti tulis
menulis. Saya sangat menyukai pekerjaan ini, meskipun tidak berorientasi
kekayaan yang besar. Karena memang arah dan tujuan hidup saya bukan demikian.
Saya hanya ingin mengabdikan hidup ini untuk sebuah perubahan sosial, mengukungkan
diri pada peradaban pemikiran, bekerja dengan dunia dalam tulis menulis. Hanya
pikiran inilah yang ku tuntun saat ini. Dan pilihan saya saat ini, ingin
bekerja sebagai jurnalistik atau menjadi wartawan di salah satu media. Semoga
saja dengan pekerjaan ini kedepannya bisa memenuhi sebuah cita-cita yang besar
itu.
Hal yang mengherankan abad yang ke 21
ini adalah ketika mereka punya kemampuan dengan dukungan finansial untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, namun mereka tidak mempunyai kemauan
untuk itu. Sementara banyak orang yang mengebuh-ngebuh kemauannya untuk
melanjtukan pendidikan itu, tapi tak ada akomodasi modal untuk menuntunnya
kesana. Inilah fakta dan realitas hari ini. Inilah kehidupan hari ini, bagi orang-orang
yang tak mampu, merupakan suatu kepahitan hidup.
***
Saya tak menyesali hidup pada zaman ini.
Saya merasa bangga karena banyaknya tantangan hidup. Namun jika diberi pilihan,
untuk memilih kehidupan zaman ini dengan kehidupan di zaman Soe Hok Gie,
berangkali saya akan memilih hidup di zaman Soe Hok Gie.
Jika saja Soe Hok Gie hidup pada abad ke
21 ini, mungkin dia tidak akan pernah geram dan akan selalu kritis dengan
kehidupan sekarang. Gie akan menertawakan politisi-politisi, pejabat-pejabat
dan para birokrat sekarang yang korup, yang seringkali mempermainkan uang-uang
negara. Gie akan mengejek para akademisi yang sibuk dengan proyek, mencari
resume hanya untuk menaikan pangkat dan jabatan mereka di universitas. Namun, Gie
juga bisa melakukan sesuatu yang dia inginkan, melawan kekuasaan dengan pemikiran
dan tulisan-tulisan kritisnya.
Satu alasan mengapa saya ingin memilih
hidup di zaman Soe Hok Gie, meskipun pada saat itu kehidupan serba sulit dan
banyaknya derita yang dialami oleh masyarakat yaitu banyaknya pergulatan
pemikiran-pemikiran dalam menuntun bangsa ini untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Dan saat ini tak banyak pemikir-pemikir yang progresif, untuk
memikirkan nasib anak-anak bangsa yang melarat. Kehidupan saat ini suda
dipenuhi oleh materialistik. Hampir semua manusia Indonesia seperti politisi,
pejabat pusat dan daerah, birokrasi dan para akademisi berlomba-lomba hanya untuk
mencari kemewahan dan mengabaikan status mereka sebagai insan perubahan bagi
masayarakat bangsa di negeri ini.
***
Inikah kehidupan di abad ke 21 ini. Hidup
yang penuh dengan luka-liku dan hanya manusia-manusia yang orang tuanya
mempunyai jabatanlah yang bisa berbaik nasib. Mereka bisa melakukan apapun,
membeli jabatan dan pangkat di birokrasi. Atau bermain politik dan
kongkalingkong proyek dengan menggunakan kendaraan ke-menterengan dan
kemashyuran orang tuanya.
Inikah kehidupan. Yang semakin berganti
hari, bulan, tahun dan abad, semakin melumat nasib-nasib masyarakat kecil di negeri
ini. Inikah kehidupan yang penuh dengan kongkalingkong, ketidakadilan yang
diciptakan oleh para pemegang atau juru kunci negeri ini.
Dan orang-orang yang tanpa itu,
kemanakah akan membawa kehidupannya. Melabuhkan pada nasib yang baik kah atau
yang buruk. Saya yakin mereka lagi menatap mimpi dan cita-cita itu untuk
merebutnya dalam genggamannya. Saya yakin mereka saat ini tengah berusaha,
meskipun mereka mengakui tak ada kehadiran pemerintah dan juga Tuhan di
dalamnya. Bagi mereka Tuhan dan juga pemerintah mungkin suda mati. Mereka ingin
berjalan dengan keheningan dan kesenyapan itu.
Ohhh….Inikah kehidupan……….
Laode
Halaidin
Kendari
25 Maret 2016
0 komentar:
Posting Komentar