Kisah Seorang Nelayan di Purirano

Ini adalah cerita saat saya bertemu dengan nelayan di purirano. Keadaan mereka penuh dengan ketidakadilan.

Kenangan di Puncak Terindah Buton Selatan

Ini adalah bentuk penghayatan, akan indahnya alam. Olehnya itu, alam harus dijaga dengan baik agar kita hidup dalam penuh damai dan tentram.

Menggeluti Ilmu di Perguruan Tinggi

Bersama dengan ilmu pengetahuan kita dapat maju, bergerak dan bersaing dengan pihak-pihak lain. Mari, kita dahulukan pendidikan kita.

Sebuah Perjalanan di Muna Barat

Kami mencari keadilan atas masyarakat yang selama ini teralienasi. Lahan-lahan mereka dipermainkan oleh elit-elit desa, mengeruk keuntungan dengan membodohi masyarakat. Kami menolak dan melawan.

Mencari Keindahan di Danau Maleura

Di danau ini, ada panorama keindahan, yang membuat pengunjung sangat menikmati suasana. Hawa dingin dan air yang jernih dan terdapat banyaknya gua-gua. Ini keren kan. Adanya hanya di Muna.

30 Maret 2016

Saat Nyawa Memanggil di Kampus Universitas Halu Oleo

Gedung Rektorat Universitas Halu Oleo (UHO)

Siapakah yang menyangka bom akan meledak disebuah Universitas? Tak ada satu manusia pun yang akan menyangka. Karena selama ini, Universitas bukanlah target utama teroris untuk melaukan bom bunuh diri atau pemboman. Siapa yang berani membawa bom aktif dan mencabut nyawa manusia-manusia yang tidak bersalah disebuah perguruan tinggi? Sesungguhnya hal tersebut, hanya terorislah yang akan berani melakukan itu. Mereka yang suda kehilangan akal sehat dan nurani yang tertutup akan surga dan kenikmatan akhirat. Mereka yang kecewa terhadap negara yang pemerintahnya menebarkan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Namun dugaan-dugaan manusia Kendari terutama Sulawesi Tenggara dan mungkin juga seluruh Indonesia telah terbantahkan, setelah sebelumnya mereka mengirah bahwa bom tersebut berasal dari serangan teroris, yang berhasil memasuki Universitas Halu Oleo Kendari. Lalu siapakah gerangan yang membawa bom aktif tersebut?
Bom tersebut berasal dari pihak kepolisian daerah Sulawesi Tenggara. Saat itu mereka tengah melakukan simulasi atau praktek keamanan kampus dengan para security di salah satu perguruan tinggi di Kendari yaitu Universitas Halu Oleo. Universitas Halu Oleo bekerja sama dengan pihak kepolisian daerah Sulawesi Tenggara, untuk melakukan simulasi atau praktek untuk mengantisipasi seperti gangguan keamanan dari pihak luar, demo mahasiswa terhadap pejabat-pejabat kampus yang kinerjanya tidak beres dan juga termasuk simulasi untuk mengajari security-security dalam menjinakan bom. Pertanyaan besar yang akan memunculkan dalam benak kita adalah, lalu siapakah gerangan yang mempunyai wewenang untuk melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian, dan kemudian dengan gagah berani membawa bom di dalam kampus Universitas Halu Oleo?
***
Tentu kita semua mengetahui dan menyadari bahwa pihak kepolisian tidak bisa memasuki sebuah Univeristas dengan membawa perlengkapan perang seperti senjata laras panjang, bom aktif atau benda-benda tajam lainnya. Hal tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang kecuali Universitas sudah mengalami gangguan dalam keadaan darurat seperti serangan teror yang mengancam keselamatan manusia-manusia dalam Universitas. Lalu mengapa pihak kepolisian dapat membawa bom aktif di Universitas Halu Oleo? Tentunya, hal ini tidak terlepas dari peran pihak Rektor yang bekerjasama dengan kepolisian Sulawesi Tenggara untuk melakukan simulasi, yang kemudian mengizinkan kepolisian membawa benda yang mematikan tersebut.
Dan nyawa manusia pun kemudian melayang tanpa tidak pernah kita bayangkan. Beberapa orang security yang beristri meninggal dunia ditempat kerja yang seharusnya mendapatkan kedamayan, ketentraman karena mereka tidak bekerja dalam sebuah pengejaran atau perburuan teroris kelompok Santoso yang sesekali akan membahayakan nyawa mereka. Kerja mereka hanya berjaga-jaga, demi pengamanan kampus yang lebih baik. Siapakah yang akan menyangka beberapa security dan seorang Brigadir meninggal dunia dan beberapa security lainnya terluka parah di dalam Universitas Halu Oleo?  Tidak ada yang bisa menyangka tak terkecuali sang istri-istri tersayang dan kedua orang tua mereka. Saya tidak menyudutkan dan menyalahkan siapapun atas kejadian ini. Semua orang mengatakan nahas atas meledaknya bom di Universitas Halu Oleo. Namun adakah sebersit pertanyaan yang mencoba menyusuri kesadaran kita bahwa dibalik nahas tersebut ada ulah atau tangan-tangan yang secara tidak langsung, diakibatkan karena adanya kewenangan dan kebijakan untuk melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian.

Korban Ledakan Bom Granat di UHO. Sumber gambar dari: radarnusantara.com

27 Maret 2016

Kehidupan Perempuan-Perempuan Malam

Sumber Ilustrasi dari: wisatanda.blogspot.com

25 Maret 2016

Inikah Kehidupan…

Foto Laode Halaidin

19 Maret 2016

Diskusi Ekonomi Bersama Abdul Rahman Farisi

Sumber Gambar dari: Yuliana Ana

16 Maret 2016

Mengapa Perlu Untuk Membaca?

Ilustrasi dari: ejajufri.wordpress.com

Ada sesuatu hal, yang seringkali mengusik pikiran dalam dunia keseharian kita. Yang mengusik itu terutama orang-orang disekeliling, yang mempertanyakan aktivitas kita pada saat yang bersamaan. Jika kita mempunyai aktivitas lain, yang kemungkinan belum mereka lihat atau yang kita lakukan suda seringkali melihatnya, mereka akan bertanya. Apa gunanya engkau melakukan aktivitas itu? apa tujuan anda melakukan aktivitas itu? Apa yang engkau dapat dengan melakukan aktivitas itu? Dan berbagai macam pertanyaan lain yang membuat saya kadang terdiam, meskipun pertanyaan itu berkali-kali saya mencoba menjelaskan. Mungkin penjelasan saya yang tidak membuat mereka mengerti atau boleh jadi mereka sama sekali yang tidak mengerti dengan penjelasan saya.
Ahh…tapi sudahlah. Yang jelas, aktivitas yang kulakukan tidak menghalangi dan tidak menganggu orang lain sedikit pun. Saya melakukan apa yang ku suka. Saya adalah orang yang mempunyai banyak kekurangan. Dan kekurangan itu adalah sesuatu yang manusiawi bagi setiap manusia. Saya sadari itu. Dengan menyadari banyaknya kekurangan itu, saya sedikit menambalnya perlahan-lahan. Meskipun itu saya akui, tidak akan mencapai sesuatu kesempurnaan yang absolut. Kesempurnaan itu adanya dilangit, bukan dibawah matahari ini yang penuh dengan sebuah paradoksal.
***
Banyak kekurangan dalam diri ini, terutama dalam memahami sebuah relaitas yang seringkali hadir ditengah-tengah lingkungan sosial keseharian kita. Sebagai mahluk sosial, tentu kita selalu mempunyai niatan yang baik untuk selalu bisa menghadirkan pemikiran yang solutif, meskipun itu bukanlah sesuatu yang baru. Itulah mengapa saya selalu mencoba memahaminya lewat bacaan buku-buku atau selalu belajar kepada orang lain.
Hidup saya memang, hidup yang selalu dalam pembauran. Saya selalu berteman dan berbaur dengan siapapun. Orang-orang akademis, politisi, aktivis, penulis, pencinta buku, bukan pencinta buku, komunitas yang kesibukannya hanya mengurai tentang cinta, pemuda-pemudi yang sibuk bekerja, pengangguran, para petani, pemabuk, penjudi dan masih banyak lagi. Disitulah saya banyak mengalami dan pengalaman, yang tentu untuk memahami semua itu membutuhkan dasar pengetahuan untuk mendapatkan sedikit pembenaran. Dan pengetahuan itu ada di buku-buku bacaan.
***
Akhir-akhir ini, saya banyak mendapat pertanyaan yang selalu mengusik di dalam benak pikiran. Kadang saya merasa nyaman dan kadang juga tidak. Ada yang mencoba-coba mengukur kemampuan kita, ada juga yang bertanya karena ingin mengetahui mengapa saya membaca. Kadang pertanyaan teman-teman itu seperti ini; apa yang memotivasi kamu membaca buku? Apa hal yang paling mendasar, sehingga terus membaca buku? Apakah dengan membaca buku, karena ingin melanjutkan sekolah Magister? Apakah kamu membaca buku hanya, seolah ingin menunjukan bahwa kamu seperti seorang intelektual?. Pertanyaan-pertanyaan ini tentu mempunyai jawaban yang berbeda-beda.
Saya akan menjawabnya dari pertanyaan pertama. Yang memotivasi untuk membaca. Saya seringkali akan mengatakan bahwa setiap buku pasti punya kearifan didalamnya, berupa pelajaran-pelajaran yang bisa kita petik. Didalam lembar-per-lembar itu terdapat setitik nilai yang kemungkinan sedikit menyentu kenyataan dalam realitas kehidupan. Dengan hal itu, kita selalu diajak untuk selalu memahami apa yang menjadi isi didalam buku tersebut. Mencoba mendialektikan antara ilmu pengetahuan dengan fakta atau relaitas yang ada dimasyarakat. Karena itu, setebal apapun buku-buku bacaan, dibuku tersebut tentunya terdapat berlian-berlian ilmu pengetahuan. Yang memotivasi saya adalah ingin mengambil pelajaran dari setiap bacaan itu, apa ilmu yang terkandung dan bisa kita petik dalam setiap buku bacaan tersebut.
Pertanyaan kedua adalah hal mendasar sehingga terus membaca. Biasanya saya mengatakan tidak ada hal yang paling spesifik mendasari, mengapa saya harus terus membaca buku. Membaca bagi saya hanyalah bagian dari hobi. Saya lakukan itu karena hobi. Sama seperti seorang pendaki. Dia tidak akan mengorbankan tenaga dan waktu yang berhari-hari kalau bukan karena hobi atau suda menjadi kesukaannya. Tidak ada niatan dalam hati bahwa dengan keberhasilannya mendaki puncak gunung tertinggi di dunia, dia akan mengatakan bahwa dia suda mengalahkan pendaki-pendaki gunung yang lain.
Bagi saya setinggi apapun kita mendaki sebuah gunung, diatas itu gunung itu masih ada lagi yang tinggi yaitu langit. Sama halnya membaca, sebanyak apapun buku yang kamu baca dan ilmu yang di dapat, pasti masih ada orang yang akan melampaui kita. Ilmu pengetahuan bukan perlombaan seperti lari maraton, namun ilmu pengetahuan adalah tentang kejernihan melihat kenyataan. Orang yang berilmu pengetahuan itu, membutuhkan kerendahan hati.
Pertanyaan ketiga adalah membaca buku karena ingin melanjutkan sekolah magister. Pertanyaan ini sebenarnya saya akan menjawabnya ia tetapi dengan beasiswa penuh, namun akan berubah dan berkata tidak ketika melanjutkan itu dengan biaya sendiri. Itulah, karena saya sama sekali tidak mempunyai biaya. Olehnya itu, saya pasti akan kembali kejawaban pada pertanyaan pertama dan kedua. Saya hanya akan mengatakan, hanya mengambil pelajaran dari buku-buku bacaanku, lagian ini kan suda jadi hobi saya juga. Saya ingin selalu memahami sesuatu kejadian realitas di kehidupan masyarakat dengan melalui buku-buku bacaan.
Pertanyaan keempat adalah membaca seolah ingin menunjukan seperti seorang intelektual. Sejak pertama memasuki universitas kita suda berada dalam barisan kaum intelektual atau seseoarang yang  terpelajar/terdidik. Namun bukan berarti dengan membaca seolah ingin menunjukan itu. Itu namanya pamer, dan pamer ini bukan dorongan dalam hati untuk membaca, namun karena sesuatu hal. Boleh jadi laki-laki karena si perempuan dan si perempuan karena laki-laki. Saya selalu mengatakan kepada sahabat bahwa dorongan hal seperti itu tidak salah, namun tidak tepat dan akan bersifat sesaat/sementara.
***
Dengan membaca, sesungguhnya kita suda banyak menemukan pelajaran tentang sisi-sisi kehidupan, bahkan yang paling sulit untuk dimasuki sekalipun. Saya sering mengatakan, membaca saya lakukan bukan untuk melampaui pemikiran seseorang. Tapi ingin menemukan sedikit pembenaran dari setiap fakta dan relaitas yang seringkali kejadian itu hadir ditengah-tengah kehidupan kita. Dengan itu, kita suda mencoba mendialogkan antara kejadian tersebut dengan buku bacaan.
Sekali lagi, diri ini masih begitu banyak kekurangan dan bahkan saya berbicara pun kadang saya ditertawain atau tidak menjawab pertanyaan mereka karena sama sekali saya tidak tau. Namun saya menyadari, otak saya tidak secerdas dengan yang seringkali menertawakan itu.  Saya cukup menyadari itu. Dan karena itu saya selalu mencoba untuk belajar melalui buku-buku bacaan dan rendah hati.
Saya ingin mengatakan seperti ini: bagi saya, orang yang sering membaca, bukan berarti tau akan segalanya. Namun, mereka yang sering membaca adalah mereka yang sering belajar karena ketidak-tahuan itu.

                                                                                                            Kendari, 17 Maret 2016
                                                                                                            Laode Halaidin

10 Maret 2016

Selamat Jalan Oktavianus Pogau

Oktavianus Pogau
Selamat jalan Oktavianus Pogau. Saya sangat terkesan dengan gagasan-gagasanmu tentang Papua. Engkau masih muda sebagai generasi masa kini, tapi pemikiranmu dapat melampaui generasi-generasi sebelumnya. Generasi sekarang sangat jarang berpikir seperti engkau, yang cukup progresif. Engkau juga menginginkan jalan pembebasan untuk Papua, pembebasan untuk kemerdekaan Rakyat Papua.
Kita memang terlahir dengan sejarah yang berbeda dan cukup jauh Papua dan Sulawesi. Namun kita tetap satu ikatan yang tak mungkin terputuskan, Darah yang terlahir sebagai bangsa yang ada di Indonesia. Kita sama-sama berada pada bangsa yang termarjinal, Indonesia Timur. Sulawesi juga merupakan lumbung kemiskinan. Disini hanya sumber daya alam yang dibanggakan, namun rakyatnya tetap berada pada lingkaran kemiskinan yang kronis. Sumber Daya Alam itu yang kemudian hanya di kelolah dan hasilnya di bawah ke Indonesia Barat. Kita dapat menyaksikan itu setiap saat, betapa banyak orang-orang penting Jakarta datang dengan para investronya untuk mengintai sumber daya alam Papua dan Sulawesi. Tujuan itu bukan untuk rakyat jelata dan rakyat kecil. Namun untuk para pemodal yang telah membangun relasi dengan para pejabat Jakarta.
Selamat Jalan Oktavianus Pogau, Selamat Jalan pemikir pembebasan untuk Papua. Semoga akan semakin banyak terlahir sosok pemikir seperti engkau untuk Papua.
Sesuai dengan jalan pikiranmu, untuk memerdekakan Mama Papua, saya mendukung penuh hal itu. Meskipun saya mengetahui, saya tak bisa berbuat apa-apa untuk masyarakat Papua. Namun satu yang ingin saya tekankan bahwa masyarakat Papua hari ini, banyak yang akan terlahir sebagai generasi penerus untuk sebuah revolusi menuju Papua untuk merdeka. Semoga saja generasi itu mulai membuka mata, untuk mengantarkan bangsanya pada peradaban yang lebih maju dan lebih mulia.
Jika ada yang mengatakan bahwa mereka-mereka itu adalah ras penakluk, kalian pantas mengatakan bahwa kalian penakluk, atas ras yang menaklukan kalian, Papua.

Catatan yang tercecer di notebook. Catatan ini ku tulis pada saat meninggalnya Oktavianus Pogau Pemimpin Redaksi Suarapapua.com, pada tanggal 31 Januari 2016.

Catatan Sederhana, Untuk Dia Yang Selalu Tersenyum

Ilsutrasi dari: celahkotanews.com
Saya menuliskan catatan ini penuh dengan pertimbangan, dan tangan ini sangat berat untuk menuliskannya. Yang saya pertimbangkan, karena pada saat ini zaman suda berubah yang seharusnya harus menggunakan serba teknologi dan tak perlu menancapkan pena ini pada secarik kertas. Dan tangan ini berat karena saya bukan siapa-siapa untuk menuliskan catatan sederhana ini. Namun dengan keputusan dan kebesaran hati saya, saya mencoba memberanikan diri untuk menyusun kata-kata ini, meskipun mungkin itu sangat beresiko buatku.
Terima kasih, telah menghadirkan senyum di hari Kamis itu di BPS. Senyuman menandakan suatu penerimaan, kepada setiap insan bersama dengan orang-orang yang ada di sekitar kita. Senyuman menandakan ke-ramah-tamahan seseoarang bersama dengan orang-orang dilingkungannya, tak ada pembeda disitu, semua sama dan semua satu, sebagai manusia yang hidup dibawah matahari. Orang yang memberikan senyum pertanda bahwa mereka mengakui serta menghargai akan keberadaan seseorang. Itulah yang ku maknai atas dirimu, wahai sang pujaan. Ketulusan dan keikhlasan yang terpampang di raut muka polosmu.
Saya ingin mengatakan sepata-kata ini; bagimu, mungkin senyuman itu tak berarti atau hanya bentuk penghargaanmu atas senioritas. Namun, ia bagiku lain. Ia adalah lentera hidup dan jika bisa saya sebut sebagai suatu cahaya yang hidupyang dapat mengantarkan jejak langka kaki ini pada kehidupan yang lebih optimis. Hidupku tak menentu sang pujaan, hidupku terombang-ambing oleh keadaan yang tak menentu, yang sering kali hadir menaburkan sianida dalam benak ini. Saya butuh penawar untuk itu, yang dapat menyembuhkan goresan sayatan hidup yang tak menentu ini. Dan pilihan itu jatuh kepada engaku wahai sang pujaan.
Saya menuliskan catatan sederhana ini sebagai bentuk penghargaanku. Karena dalam hidupku yang hitam, penuh abu-abu atau boleh dibilang saya mengarungi hidup yang penuh dengan ke-tidak-jelasan, masih mendapatkan seonggok senyum dari wanita seperti engkau, meskipun kita belum begitu saling mengenal. Mungkin engkau tak butuh perkenalan itu. Saya pun demikian. Biarlah sang waktu yang akan memperkenalkan kita, dan saya tidak akan berkeberatan. Di ufuk barat mauapun di ufuk timur, jika sang waktu telah menentukan, saya akan menyambutnya dengan sesuka hati ini.
Dengan ini, saya ingin memberikan hadiah yang sederhana, namun akan terus hidup. Saya memberikan sebuah buku fiksi sebagai ucapan terima kasihku, yang penulisnya saya kagumi karena kepiawaianya dalam berimajinasi untuk menulis. Buku tersebut adalah Intelejensi Embun Pagi karya Dee Lestari. Saya sangat senang membaca buku-buku fiksi. Karena bagiku, buku fiksi itu merupakan sebuah karya yang hidup—yang terus mengalirkan dirinya tanpa ada kepenatan didalamnya. Buku fiksi mengajak kita untuk terus menjelajah, bercengkrama dalam dunia yang tidak nyata namun sesungguhnya ia hidup dan ada pada kenyataan.
Seperti halnya juga senyuman, sesungguhnya ia tidak hidup namun ia nyata dan ada pada kehidupan. Sesuatu hal yang jauh berbeda, namun pada dasarnya persamaanya itu ada—sama-sama berada dalam lingkungan sosial kita.
Itulah yang membawah ke-optimisan saya dalam mengarungi hidup. Betapa pun kita kehilangan, betapa pun kesulitan itu ada, namun disekeliling kita hari ini ada yang peduli untuk menghadirkan senyum seperti halnya bunga-bunga yang menebarkan wewangian semerbaknya di alam semesta. Bunga-bunga itu tak perlu menunggu instruksi dari manusia, jika kelopak bunga mereka suda mulai mekar dengan kucupnya yang begitu menggoda, bunga-bunga itu akan segera menebarkan senyumannya kepada setiap insan yang melihatnya. Begitulah halnya seperti engkau. Terima kasih atas senyum itu.
Senyum itu adalah harapan. Harapan bahwa disana ada penerimaan. Bukan selamanya sebagai kekasih, namun penerimaan sebagai manusia.
Catatan ini tidak sempat, kusampaikan pada seseorang karena semangat itu telah terpatahkan. Entah apa, saya tidak tau. Namun saya selalu punya keraguan diri, keraguan karena diri ini bukan apa dan siapa-siapa.
Semoga saja dia dapat membacanya di blog ini.

                                                                                                Laode Halaidin