Sumber gambar: spetzta.blogspot.com
Pada kesempatan ini, saya
tidak hendak menjeneralisir pandangan seseorang tentang ilmu-ilmu yang menarik atau
terpenting yang hendak kita pelajari. Namun setiap orang, tentu mempunyai minat
yang berbeda-beda untuk mempelajari, menganalisis ilmu-ilmu yang dianggapnya
menarik, ilmu yang mempunyai magnet atau daya tarik sehingga kemudian setiap orang
yang mempelajarinya bisa larut didalamnya.
Dari sini kita bisa beranggapan
bahwa setiap orang bisa mengembangkan minat pengetahuannya, bukan hanya satu
ilmu pengetahuan tetapi beberapa ilmu pengetahuan yang dianggapnya ilmu
tersebut mempunyai daya tarik untuk kemudian bisa menyentuh, atau bisa memberikan
perubahan atau kontribusi terhadap masyarakat.
Bagi saya setiap ilmu
pengetahuan itu penting untuk kita pelajari, karena didalamnya terdapat mutiara-mutiara
pengetahuan untuk kemudian selalu mengajak kita memahami lantunan makna akan kata-kata.
Olehnya itu, setiap buku penting untuk kita baca atau mempelajarinya karena
buku merupakan sebuah literature penting meskipun buku tersebut relative tidak
tebal. Disanalah kita bisa menjelajah, berdendang dengan bahasa-bahasa yang
penuh makna, serta mengajak kita untuk selalu mengembangkan ilmu tersebut sesuai
dengan realita yang ada di masyarakat.
Bukankah setiap buku adalah
ilmu. Oleh karena itu, kita tidak ada batasan untuk membaca atau mempelajari suatu
ilmu tertentu tidak seperti kebanyakan para sarjana (scholar) yang hanya bergumul pada satu ilmu yang sangat sempit lalu
mengaku seperti halnya seorang intelektual.
Beberapa hari ini, saya
selalu mendengarkan cerita orang-orang, tentang kepandaian atau kecerdasanya
seseorang dalam menguasai atau memahami suatu ilmu pengetahuan. Banyak orang yang
memujinya, bahkan memuja yang danggapnya pintar tersebut. Dia di ibaratkan seperti
Dewa Hades yang dianggap selalu memberikan keagungan. Ajaran Hades dalam film The Wrath Of Vajra beranggapan jika seseorang
dapat mengagumi semangat Hades maka dia akan menguasai Asia bahkan dunia yang
kemudian akan mengalami masa kedamaian.
Disini saya ingin menghaturkan
beribu-ribu kata maaf. Saya bukan berarti tidak mengakui kehebatan sesorang dan
menganggap bahwa orang-orang tersebut merupakan kutu pengetahuan. Bagi saya
kepintaran seseorang bukan hanya dinilai dari retorika belaka atau sekolah yang
tinggi yang suda melalui sekolah Master atau Doktor.
Kehebatan tidak hanya dinilai
dari satu sisi yang kemudian menebar atau melakukan pengembaraan sebuah wacana
dan intelektualisme belaka. Tetapi mereka yang memiliki kecerdasan adalah mereka
yang selalu peka, dan selalu menggunakan mata batinnya untuk melihat realita
untuk kemudian memberikan sebuah solusi, untuk menemukan titik problem yang ada
dimasyarakat.
Disanalah kita dapat
melihat pergumulan ide-ide dan gagasan mereka. Mereka yang cerdas adalah mereka
yang tidak pernah gentar serta peduli akan realita social. Mereka yang hebat adalah
mereka yang peduli akan dinamika serta perkembangan yang ada, yang kemudian mampu
memberikan pandangan bagaimana seharusnya nilai-nilai yang luhur mampu diterapkan
dalam kehidupan masyarakat.
Dan mereka dikatakan
intelektual adalah mereka yang bergumul dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat,
bangsa dan kemanusiaan (Howard M. Federspiel). Tidak hanya focus satu ilmu pengetahuan yang
menurut saya sangat sempit tetapi mampu menginterkoneksikan dengan melibatkan
diri dalam pergumulan ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu seorang intelektual
bagi saya adalah orang yang mempunyai kepekaan serta mampu memberikan inspirasi
dan perubahan ditengah kehidupan masyarakat.
Mungkin para pemikir
ilmu-ilmu social benar yang mengatakan bahwa setiap pengetahuan selalu merupakan
bentuk dari representase dari jiwa dan pikiran. Bukan yang kemudian pengetahuan
semata-mata dibahas dengan teori penalaran praktis seperti yang di gambarkan
oleh Karl Marx.
Sebagaimana Karl Marx dalam
teorinya tentang penalaran praktis dalam konteks filsafat dan teori social menekankan
bahwa manusia hidup dalam dunia nyata yang sudah diciptakan sebelumnya, sebuah
dunia nyata yang memiliki status kebenaran faktual yang intrisik. Jadi aktivitas
manusia untuk mengetahui adalah hanya menerima informasi dari sebuah dunia luar.
Manusia dalam mencari
ilmu pengetahuan melalui perenungan pasif tentang struktur-struktur yang
objektif. Teori seperti ini merupakan bentuk dari salah satu varietas materialisme. Inilah yang kemudian dianggap suatu
teori tentang materi yang mendahului pikiran.
Tentu sangat berbeda antara
seorang intelektual dan intelegensia atau sarjana (scholar). seorang intelektual adalah bukanlah orang yang selalu
berumah diatas angin yang kemudian terasing dari masyarakat tetapi ia selalu
mengorientasikan dirinya untuk kepentingan masyarakat.
Lain halnya dengan seorang
intelegensia atau sarjana (scholar) yang
lebih suka sibuk melakukan pencarian pengembaraan keilmuannya dan akademisnya yang
bukan tidak sering sangat sempit. Meskipun kita mengakui bahwa ada juga seseorang
intelegensia atau sarjana (scholar) sekaligus
dianggap sebagai intelektual ketika mereka keluar dari kungkungan keilmuan yang
sempit tersebut.
Olehnya itu, sehubungan
dengan orang-orang yang katanya sangat hebat tadi, saya tidak perlu mengajukan
dua jempol atau bahkan satu jempol untuk kehebatanmu tetapi cukup dengan hanya setengah
jempol. Itu tanda bahwa saya tidak iri dan selalu mengakui kehebatan seseorang,
toh saya tau bahwa engkau hanyalah seorang akademis yang berumah diatas angin. Mungkin
engkau juga adalah seorang Marxisme yang terpengaruh dan selalu mengajarkan
ide-ide Marx-Engels yang menganggap bahwa Alam dikonsepsikan sebagai sebuah
benda padat yang mati dan kuat.
Kendari, 28 Maret 2015
0 komentar:
Posting Komentar