28 Maret 2015

Siapakah Intelektual dan Akademis Itu!

                                                           Sumber gambar: spetzta.blogspot.com

Pada kesempatan ini, saya tidak hendak menjeneralisir pandangan seseorang tentang ilmu-ilmu yang menarik atau terpenting yang hendak kita pelajari. Namun setiap orang, tentu mempunyai minat yang berbeda-beda untuk mempelajari, menganalisis ilmu-ilmu yang dianggapnya menarik, ilmu yang mempunyai magnet atau daya tarik sehingga kemudian setiap orang yang mempelajarinya bisa larut didalamnya.

Dari sini kita bisa beranggapan bahwa setiap orang bisa mengembangkan minat pengetahuannya, bukan hanya satu ilmu pengetahuan tetapi beberapa ilmu pengetahuan yang dianggapnya ilmu tersebut mempunyai daya tarik untuk kemudian bisa menyentuh, atau bisa memberikan perubahan atau kontribusi terhadap masyarakat.

Bagi saya setiap ilmu pengetahuan itu penting untuk kita pelajari, karena didalamnya terdapat mutiara-mutiara pengetahuan untuk kemudian selalu mengajak kita memahami lantunan makna akan kata-kata. Olehnya itu, setiap buku penting untuk kita baca atau mempelajarinya karena buku merupakan sebuah literature penting meskipun buku tersebut relative tidak tebal. Disanalah kita bisa menjelajah, berdendang dengan bahasa-bahasa yang penuh makna, serta mengajak kita untuk selalu mengembangkan ilmu tersebut sesuai dengan realita yang ada di masyarakat.

Bukankah setiap buku adalah ilmu. Oleh karena itu, kita tidak ada batasan untuk membaca atau mempelajari suatu ilmu tertentu tidak seperti kebanyakan para sarjana (scholar) yang hanya bergumul pada satu ilmu yang sangat sempit lalu mengaku seperti halnya seorang intelektual.
 
Beberapa hari ini, saya selalu mendengarkan cerita orang-orang, tentang kepandaian atau kecerdasanya seseorang dalam menguasai atau memahami suatu ilmu pengetahuan. Banyak orang yang memujinya, bahkan memuja yang danggapnya pintar tersebut. Dia di ibaratkan seperti Dewa Hades yang dianggap selalu memberikan keagungan. Ajaran Hades dalam film The Wrath Of Vajra beranggapan jika seseorang dapat mengagumi semangat Hades maka dia akan menguasai Asia bahkan dunia yang kemudian akan mengalami masa kedamaian.

Disini saya ingin menghaturkan beribu-ribu kata maaf. Saya bukan berarti tidak mengakui kehebatan sesorang dan menganggap bahwa orang-orang tersebut merupakan kutu pengetahuan. Bagi saya kepintaran seseorang bukan hanya dinilai dari retorika belaka atau sekolah yang tinggi yang suda melalui sekolah Master atau Doktor. 

Kehebatan tidak hanya dinilai dari satu sisi yang kemudian menebar atau melakukan pengembaraan sebuah wacana dan intelektualisme belaka. Tetapi mereka yang memiliki kecerdasan adalah mereka yang selalu peka, dan selalu menggunakan mata batinnya untuk melihat realita untuk kemudian memberikan sebuah solusi, untuk menemukan titik problem yang ada dimasyarakat.

Disanalah kita dapat melihat pergumulan ide-ide dan gagasan mereka. Mereka yang cerdas adalah mereka yang tidak pernah gentar serta peduli akan realita social. Mereka yang hebat adalah mereka yang peduli akan dinamika serta perkembangan yang ada, yang kemudian mampu memberikan pandangan bagaimana seharusnya nilai-nilai yang luhur mampu diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

Dan mereka dikatakan intelektual adalah mereka yang bergumul dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, bangsa dan kemanusiaan (Howard M. Federspiel).  Tidak hanya focus satu ilmu pengetahuan yang menurut saya sangat sempit tetapi mampu menginterkoneksikan dengan melibatkan diri dalam pergumulan ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu seorang intelektual bagi saya adalah orang yang mempunyai kepekaan serta mampu memberikan inspirasi dan perubahan ditengah kehidupan masyarakat.

Mungkin para pemikir ilmu-ilmu social benar yang mengatakan bahwa setiap pengetahuan selalu merupakan bentuk dari representase dari jiwa dan pikiran. Bukan yang kemudian pengetahuan semata-mata dibahas dengan teori penalaran praktis seperti yang di gambarkan oleh Karl Marx.

Sebagaimana Karl Marx dalam teorinya tentang penalaran praktis dalam konteks filsafat dan teori social menekankan bahwa manusia hidup dalam dunia nyata yang sudah diciptakan sebelumnya, sebuah dunia nyata yang memiliki status kebenaran faktual yang intrisik. Jadi aktivitas manusia untuk mengetahui adalah hanya menerima informasi dari sebuah dunia luar.

Manusia dalam mencari ilmu pengetahuan melalui perenungan pasif tentang struktur-struktur yang objektif. Teori seperti ini merupakan bentuk dari salah satu varietas  materialisme. Inilah yang kemudian dianggap suatu teori tentang materi yang mendahului pikiran.

Tentu sangat berbeda antara seorang intelektual dan intelegensia atau sarjana (scholar). seorang intelektual adalah bukanlah orang yang selalu berumah diatas angin yang kemudian terasing dari masyarakat tetapi ia selalu mengorientasikan dirinya untuk kepentingan masyarakat.

Lain halnya dengan seorang intelegensia atau sarjana (scholar) yang lebih suka sibuk melakukan pencarian pengembaraan keilmuannya dan akademisnya yang bukan tidak sering sangat sempit. Meskipun kita mengakui bahwa ada juga seseorang intelegensia atau sarjana (scholar) sekaligus dianggap sebagai intelektual ketika mereka keluar dari kungkungan keilmuan yang sempit tersebut.

Olehnya itu, sehubungan dengan orang-orang yang katanya sangat hebat tadi, saya tidak perlu mengajukan dua jempol atau bahkan satu jempol untuk kehebatanmu tetapi cukup dengan hanya setengah jempol. Itu tanda bahwa saya tidak iri dan selalu mengakui kehebatan seseorang, toh saya tau bahwa engkau hanyalah seorang akademis yang berumah diatas angin. Mungkin engkau juga adalah seorang Marxisme yang terpengaruh dan selalu mengajarkan ide-ide Marx-Engels yang menganggap bahwa Alam dikonsepsikan sebagai sebuah benda padat yang mati dan kuat.
                                                                                     
Kendari, 28 Maret 2015

0 komentar:

Posting Komentar