Hari ini saya
kembali bertemu dengan sahabat-sahabat kampusku. Mereka berkumpul cerita-cerita
sambil bercanda di sudut-sudut kampus. Ada yang duduk di kazebo sambil cerita
dan tertawa-tertawa, ada juga yang duduk di kantin-kantin fakultas dan juga
jurusan sambil menyantap makanan yang ada dikantin itu. Sepertinya banyak hal
yang mereka bahas tapi saya memilih untuk tidak bergabung dan hanya menyapa
mereka. Apa kabar teman-teman. Baik…katanya.
Hari
ini saya melihat keceriaan mereka, kebahagiaan mereka ketika menyapa saya penuh
semangat dan sangat antusias. Ketika saya pergi di sudut-sudut jurusan mereka
menyapa saya, apa kabar Halaidin. Sangat baik,
bilangku….gimana judulnya suda diajukan. Jawabku, entar lagi.
Sebelumnya
memang jarang mendapatkan sapaan yang lembut ini, paling teman-teman yang suka
jalan denganku. Saya bukan tidak mau untuk bergabung bersama mereka, namun saya
agak malas aja dan merasa iri sebab mereka sangat ceria hari ini. Sementara saya,
pikiranku masih meluap-luap memikirkan dimana untuk mendapatkan uang wisuda
yang sangat banyak bagiku, sekitar 6-7 jutaan itu.
Uang
ini, bagi orang tuanya yang kaya mungkin bukan apa-apa. Namun saya sendiri
sangat pusing memikirkan hal ini. Apalagi salahsatu senior saya mengatakan
kepadaku bahwa setiap tampilan itu di mulai dari proposal, hasil, dan skripsi
itu kamu siapkan rata-rata lima ratus ribu rupiah. Jika kita kalkulasi secara
keseluruhan berarti sekitar satu juta lima ratus ribu rupiah untuk keseluruhan
ujian itu. Wwaahh….itu uang yang sunggu besar buat mahasiswa yang seperti aku
yang setiap harinya hanya mengkonsumsi indomie dan telur. Belum lagi untuk uang
wisuda, dan juga pengeluaran biaya yang lain-lainnya.
Hari
ini saya terus dibayangi pikiran tentang wisuda itu. Apakah saya akan menunda
terlebih dahulu sambil mencari-cari rezeki diluar sana atau saya harus meminjam
uang sama kakak-kakak saya. Entahlah….inilah yang membuatku dilemah. Saya pernah
menceritakan tentang wisudaku ini sama kakak saya tapi responnya sangat biasa
saja. Mungkin tidak menarik baginya, atau tidak mempunyai uang untuk membantu
saya. Selama saya bercerita dan hendak pamit pulang kakak saya tidak
mengeluarkan kata-kata untuk membantuku walaupun itu hanya beberapa ratus ribu
rupiah.
Aakkkhh…uang wisuda, uang wisuda dan uang wisuda
yang terus membuat kepalaku pusing. Saya ingin bebas untuk berkelana mencari
pengetahuan baru, yang tentu belum saya dapatkan didalam kampus ini. Saya ingin
bebas berpetualang mencari jati diri yang kemudian merawatnya sampai nafas ini
terhenti. Saya ingin terus mengembangkan jati diri itu yang kemudian akan mencarinya
sampai ke ujung dunia ini. Tapi apalah daya saya masih terikat oleh status
mahasiswa semester terakhir yang tertunda karena persoalan biaya wisuda.
Yaahhh….saya
hanya membutuhkan kesabaran untuk menangani persoalan ini. Saya hanya perlu
menenangkan pikiran dan jiwa saya bahwa
segala persoalan pasti ada jalan keluar. Cuman, Tuhan sampai saat ini belum
menunjukan jalan itu, dan mungkin saya
yang perlu kuat dan terus bersabar.
Karena
tertunda akan wisuda bukan berarti kisah-kisah itu akan berakhir dan terhenti
untuk menghirup dan mengeluarkan udara yang segar. Bukan berarti tertunda untuk
wisuda kita berhenti untuk berkelana dan berpetualang tetapi mungkin ini rencana
Tuhan yang lebih baik kedepannya untuk berkelana dalam mencari mutiara-mutiara
pengetahuan. Bukan berarti tertunda untuk wisuda kita akan berhenti untuk
menulis sesuatu dan menginspirasi banyak orang. Sesungguhnya dengan menulis, itu
dapat menghapus seluruh kekhawatiran saya apakah saya wisuda tahun ini atau
tidak.
Karena
saya percaya bahwa, ketertundaan bukan berarti akhir dari segalanya namun awal dari
sebuah mimpi-mimpi itu untuk di bangun dan dipertaruhkan dengan segala daya dan upaya untuk
menggapainya. Semangat Din…..
Kendari, 24 April 2015
Di Kantin Fakultas Ekonomi dan Bisnis
0 komentar:
Posting Komentar