Gambar Lokasi Perkebunan Tebuh
Beberapa
hari yang lalu, saya dikagetkan dengan masuknya sebuah perusahaan perkebunan
tebuh di desa saya tinggal yaitu desa wantiworo. Perusahaan itu bernama PT.
Wahana Surya Agro yang kini beroperasi di Gorontalo. Awalnya saya tidak percaya
perusahaan tersebut akan masuk di desa itu, meskipun suda lama mendengar
isu-isu itu. Namun hari ini, telah mematahkan semua dugaanku karena perusahaan
tersebut telah memiliki izin dan suda ada persetujuan dari pemerintah daerah
dan juga desa.
Saya
bukanlah anti-perusahaan begitupun seluruh masyarakat di desa sya tinggal. Mereka
menyambut dengan hangat, tetapi dengan syarat perusahaan dapat memberikan suatu
permberdayaan atas kehadirannya. Saya bukanlah anti-kemajuan, untuk melihat
masyarakat dapat terpenuhi segala kebutuhan hidup mereka. Betapa senangnya
dengan hadirnya perusahaan dan dapat meningkatkan segala kesejahteraan
masyarakat di desa ini. Tentu bukan hanya kesejahteraan yang dapat di ukur
dengan standar hidup material (pendapatan, konsumsi dan kekayaan) tetapi juga ketidakamanan,
baik yang bersifat ekonomi maupun fisik.
Masyarakat
di desa ini setiap hari hanya bergelut dengan pertanian mereka. Masyarakatnya bertani
hanya untuk menghidupi keluarga, mencari sesuap nasi yang kemudian dapat
menyediakan makan siang dan malam. Tak lebih dari itu karena mereka tak punya pengetahuan
dan juga peralatan canggih yang modern untuk membungkus hasil pertanian mereka
semenarik mungkin agar terjual di pasaran.
Masyarakat
ini bertani secara tradisional dan nomaden (berpindah-pindah tempat). Misalnya bulan
ini bertani ke suatu tempat, dan enam bulan kedepan akan bertani ke tempat yang
lainnya. Seperti itulah kehidupan masyarakat disini dalam bertani, mengandalkan
kekuatan fisik mereka dan apapun tak menjadi halangan karena banyak hal yang
akan mereka penuhi. Seperti menghidupi keluarga, menyekolahkan anak-anaknya,
menabung untuk persiapan hari-hari kedepan dan lain sebagainya.
Hadirnya
perusahaan tersebut tentu banyak menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat. Meskipun
perusahaan membawa visi dan misi yang baik, masyarakat tidak sepenuhnya
mempercayai itu. Banyak pelajaran yang mereka jadikan acuan seperti kebanyakan
perusahaan perkebunan lainnya di Indonesia. Bukan menghadirkan kehidupan yang
lebih baik dan tentram bagi masyarakat tetapi malah sebaliknya kemelaratan karena
tenaga mereka dieksploitasi dengan dijadikannya buruh, dan juga menimbulkan konflik.
Yang
dapat menimbulkan pertanyaan adalah seberapa besar perusahaan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa ini. Setelah beberapa hari saya
berdiskusi dengan pihak perusahaan, inilah yang dapat menimbulkan pertanyaan
dibenak saya. Pihak perusahaan seakan-akan menyamakan antara Gorontalo dengan
Kab. Muna. Jika masyarakat Gorontalo menganggap perusahaan tersebut dapat
memberikan suatu kemajuan, dengan memiliki pendapatan yang tinggi, lalu
bagaimana dengan masyarakat di desa ini. Dapatkah mereka seperti masyarakat
Gorontalo? Tentu masih menimbulkan pertanyaan lagi, karena semua tergantung
bagaimana ketersediaan SDM di desa ini.
Saya
melihat pemerintah daerah dan juga desa terlalu terburu-buru menyepakati hal
ini. Ada nuansa politik dengan masuknya perusahaan ini, pemaksaan kehendak
tanpa melibatkan secara langsung yang disertai dengan persetujuan kolektif dari
masyarakat. Banyak kepentingan-kepentingan yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum
tertentu hanya sekedar meraih keuntungan. Sehingga saya berasumsi, bukan
kesejahteraanlah yang akan menemani masyarakat ini, namun kedepannya yang akan
terjadi adalah konflik mengenai lahan, kemelaratan atau kemiskinan.
Ketika
saya mendiskusikan ini dengan masyarakat setempat, mereka tidak menyepakati hal
ini. Masyarakat ini menganggap bahwa perusahaan hanya akan mempersempit
lahan-lahan mereka untuk berkebun padi ladang. Salahsatu masyarakat mengatakan
kepada saya bahwa tidak ada lagi lahan untuk berkebun padi ladang karena
perusahaan telah mengambil alih lahan-lahan ini dengan persetujuan pemerintah
desa dan juga camat. Masyarakat ini mengatakan bahwa selama ini kami telah
berhasil menyekolahkan anak-anak kami dan banyak menjadi sarjana, mungkin
kedepannya tidak akan lagi seperti itu karena lahan-lahan kami kini sudah
terbatas.
Pada
hari Sabtu minggu kemarin tangal 18 saya bersama dengan teman-teman memutuskan
untuk mengunjungi lokasi. Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan dengan
jarak sekitar 7 sampai 8 kiloan, tibalah kami dilokasi tersebut. Ternyata memang
benar, hutan yang indah dengan suara nyanyian burung-burung dengan kesejukannya
menarik diriku sejenak untuk menikmati hawa dinginnya.
Ditengah
hutan ini sangat terjaga, tak ada satu orang pun yang menjarahnya untuk
dijadikan kebun padi ladang atau jagung. Saya sangat menikmati kesejukannya
dengan pohon-pohonnya yang rindang, dedaunan yang hijau serta nyanyian
burung-burung dengan suara yang merdu. Masyarakat hanya boleh berkebun
disamping-samping hutan tersebut, sedangkan lahan-lahan yang lainnya tidak ada
untuk dijadikan kebun padi ladang.
Kini
masyarakat di desa ini tak akan lagi manyaksikan hutan dengan hamparan yang
indah itu. Masyarakat ini hanya akan menyaksikan batang-batang pohon yang besar
tersebut tergeletak ditanah, dedauan yang hijau jatuh berguguran bukan karena
musim panas yang akan menyambut musim hujan tetapi karena penggusuran dengan
menggunakan skapator besar yang dapat mengangkat akar-akarnya. Dan yang ada
adalah bentuk dari pengrusakan hutan yang tidak memikirkan bagaimana hidupnya
suatu ekosistem kedepannya.
Entahlah.
Apakah masuknya perusahaan perkebunan ini suatu bentuk dari pemberdayaan
masyarakat ataukah hanya bagian dari akal bulus pemerintah daerah dengan
men-teken izin kontraknya hanya untuk menambah kas pendapatan daerahnya. Saya juga
tak tahu. Mungkin mencoba bertanya pada rumput yang bergoyang….
Kendari,
23 April 2015
Di
Asrama Tersanjug
0 komentar:
Posting Komentar