Diriku dan Anak-Anak Papua
Setelah
sekian lama, sejak 2009 lalu saya berkumpul dengan anak-anak papua, kali ini
saya di pertemukan kembali. Ini tentu dengan momen yang berbeda. Jika tahun
2009 lalu saya berkumpul dengan status yang perantau sambil bersama dengan
anak-anak Papua dalam tes TNI, kini saya sebagai mahasiswa yang di pertemukan
untuk menyaksikan latihan tarian daerahnya. Anak-anak Papua pun sebagai
mahasiswa di perguruan tinggi UHO.
Pikirku,
mungkinkah anak-anak papua tetap sehumoris dulu ketika saya bertemu dalam
status perantau di papua?
Kemarin,
saya menyaksikan anak-anak papua melakukan latihan tarian daerahnya di
salahsatu jurusan fakultas ekonomi dan bisnis tepatnya digedung Ilmu Ekonomi.
Latihan ini dilakukan untuk menyambut hari pendidikan tepatnya pada tanggal 2 Mei
2015 di Auditorium UHO. Tarian daerah ini dinamakan tarian Yosim Pancar
(YOSPAN) yang dilakukan berpasang-pasangan antara anak laki-laki dan anak perempuan.
Masing-masing enam laki-laki dan juga enam perempuan.
Tarian ini dilakukan dengan
mengikuti nada gitar, stem bass, serta lagu yang menggemah ditelingah. Judul
lagunya bermacam-macam misalnya saja seperti lagu burung maleo dan lain-lain. Lagunya
memakai bahasa daerah papua, namun saya sangat menikmati lagu ini, sembari
tersenyum dan memberikan aploas kepada teman-teman Papua walaupun sebagian saya
tak mengerti makna lagu itu.
Saat
tengah menyaksikan tariannya, saya melihat tidak ada ketegangan atau terlalu
serius di antara penarinya. Saya melihat senyum anak-anak Papua ini terus ada
dalam setiap tarian itu. Mereka menganggap kehidupan seperti juga seni harus
terus dibubuhi dengan rasa senyum, tak perlu terus dijalani dengan terlalu serius
dan terlalu tegang. Sebab kehidupan dan juga seni jika dilakukan dengan terlalu
serius dan ketegangan maka yang terdengar hanyalah tangga nada yang tak
bermakna.
Seperti
itulah juga yang dilakukan oleh seorang seni lukis, untuk menghasilkan lukisan
yang indah, hatinya harus tenang dan sesekali tersenyum untuk membayangkan
obyek yang akan dilukisnya. Sehingga hasil karyanya dapat mempunyai nilai yang
estetik yang dapat menarik perhatian banyak orang. Seperti itulah teman-teman Papua
dalam bergaul dan juga dalam melakukan latihan tarian daerahnya selalu tetap
menjaga rasa humor itu.
Seperti
halnya menjalani kehidupan ini, kita tak semestinya terus berjalan memaksakan
langka kaki kita berpijak diatas bumi ini meskipun kita lelah. Namun kita
mencoba beristrahat sejenak sembari mengingat-ingat sudah sampai dimana langka
kaki kita berpijak dalam menyusuri kehidupan ini. Lalu carilah tempat
berkumpul, yang membuat jiwamu tenang atau hanya sekedar untuk cerita-cerita
bersama dengan teman-teman, keluarga dan sambil bercanda. Carilah pemandangan
yang indah, lalu lepaskanlah lelah itu sambil mengatakan, ambilah lelahku ini
karena saya ingin melanjutkan pertualanganku yang sangat menakjubkan esok hari.
Atau ambillah notebookmu lalu bukalah, kemudian tuliskanlah kisah-kisah
pertulangan kehidupan yang mengasyikan itu.
Anak-anak
Papua ini dalam latihannya saya melihat sesekali bercanda. Ketika saya
menyaksikan tarian akhir dengan memberikan penghormatan kepada penonton, sambil
berpegangan tangan dan juga sambil merangkul mereka kelihatan tersenyum-senyum
sembari tertawa. Maka terjalinlah keakraban di kerumunan anak-anak papua itu
begitupun diriku. Dalam hatiku, betapa bahagianya mereka dalam melihat
kehidupan ini, tak perlu tegang, tak perlu terlalu serius mereka terus berjalan
seperti apa adanya.
Hati yang tidak pernah membenci
Senyuman yang tidak pernah pudar
Itulah anak-anak Tuhan
Wwaahh…keren
juga khan….??Suda saatnya kita berbaik hati lalu memberikan senyuman terhadap
seluruh kehidupan di alam ini. Karena kita adalah ciptaan yang sang murah hati.
Kendari, 26 April 2015
0 komentar:
Posting Komentar