26 April 2015

Senyum Anak-Anak Papua Di Kendari

                                                          Diriku dan Anak-Anak Papua

Setelah sekian lama, sejak 2009 lalu saya berkumpul dengan anak-anak papua, kali ini saya di pertemukan kembali. Ini tentu dengan momen yang berbeda. Jika tahun 2009 lalu saya berkumpul dengan status yang perantau sambil bersama dengan anak-anak Papua dalam tes TNI, kini saya sebagai mahasiswa yang di pertemukan untuk menyaksikan latihan tarian daerahnya. Anak-anak Papua pun sebagai mahasiswa di perguruan tinggi UHO.

Pikirku, mungkinkah anak-anak papua tetap sehumoris dulu ketika saya bertemu dalam status perantau di papua?

Kemarin, saya menyaksikan anak-anak papua melakukan latihan tarian daerahnya di salahsatu jurusan fakultas ekonomi dan bisnis tepatnya digedung Ilmu Ekonomi. Latihan ini dilakukan untuk menyambut hari pendidikan tepatnya pada tanggal 2 Mei 2015 di Auditorium UHO. Tarian daerah ini dinamakan tarian Yosim Pancar (YOSPAN) yang dilakukan berpasang-pasangan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Masing-masing enam laki-laki dan juga enam perempuan.

Tarian ini dilakukan dengan mengikuti nada gitar, stem bass, serta lagu yang menggemah ditelingah. Judul lagunya bermacam-macam misalnya saja seperti lagu burung maleo dan lain-lain. Lagunya memakai bahasa daerah papua, namun saya sangat menikmati lagu ini, sembari tersenyum dan memberikan aploas kepada teman-teman Papua walaupun sebagian saya tak mengerti makna lagu itu.

Saat tengah menyaksikan tariannya, saya melihat tidak ada ketegangan atau terlalu serius di antara penarinya. Saya melihat senyum anak-anak Papua ini terus ada dalam setiap tarian itu. Mereka menganggap kehidupan seperti juga seni harus terus dibubuhi dengan rasa senyum, tak perlu terus dijalani dengan terlalu serius dan terlalu tegang. Sebab kehidupan dan juga seni jika dilakukan dengan terlalu serius dan ketegangan maka yang terdengar hanyalah tangga nada yang tak bermakna.

Seperti itulah juga yang dilakukan oleh seorang seni lukis, untuk menghasilkan lukisan yang indah, hatinya harus tenang dan sesekali tersenyum untuk membayangkan obyek yang akan dilukisnya. Sehingga hasil karyanya dapat mempunyai nilai yang estetik yang dapat menarik perhatian banyak orang. Seperti itulah teman-teman Papua dalam bergaul dan juga dalam melakukan latihan tarian daerahnya selalu tetap menjaga rasa humor itu.

Seperti halnya menjalani kehidupan ini, kita tak semestinya terus berjalan memaksakan langka kaki kita berpijak diatas bumi ini meskipun kita lelah. Namun kita mencoba beristrahat sejenak sembari mengingat-ingat sudah sampai dimana langka kaki kita berpijak dalam menyusuri kehidupan ini. Lalu carilah tempat berkumpul, yang membuat jiwamu tenang atau hanya sekedar untuk cerita-cerita bersama dengan teman-teman, keluarga dan sambil bercanda. Carilah pemandangan yang indah, lalu lepaskanlah lelah itu sambil mengatakan, ambilah lelahku ini karena saya ingin melanjutkan pertualanganku yang sangat menakjubkan esok hari. Atau ambillah notebookmu lalu bukalah, kemudian tuliskanlah kisah-kisah pertulangan kehidupan yang mengasyikan itu.


Anak-anak Papua ini dalam latihannya saya melihat sesekali bercanda. Ketika saya menyaksikan tarian akhir dengan memberikan penghormatan kepada penonton, sambil berpegangan tangan dan juga sambil merangkul mereka kelihatan tersenyum-senyum sembari tertawa. Maka terjalinlah keakraban di kerumunan anak-anak papua itu begitupun diriku. Dalam hatiku, betapa bahagianya mereka dalam melihat kehidupan ini, tak perlu tegang, tak perlu terlalu serius mereka terus berjalan seperti apa adanya.

Ketika mencobah melihat stem bass yang besar itu, disampingnya saya melihat tulisan yang sederhana tapi sarat akan bermakna: tulisan itu seperti ini:

Hati yang tidak pernah membenci
Senyuman yang tidak pernah pudar
Itulah anak-anak Tuhan 

Wwaahh…keren juga khan….??Suda saatnya kita berbaik hati lalu memberikan senyuman terhadap seluruh kehidupan di alam ini. Karena kita adalah ciptaan yang sang murah hati.


                                                                             Kendari, 26 April 2015

 


0 komentar:

Posting Komentar