Saya
sedih ketika mendengar Muna. Saya pun ketawa ketika mendengar Muna. Mungkin
gila, tapi sesungguhnya tidak. Yang gila itu adalah orang-orang yang ingin
berkuasa. Lantaran nafsu itu, namun tak tau bagaimana cara membangun suatu
daerah, mereka terdorong terus demi sebuah kekuasaan. Mungkin saja nafsu itu
hanya untuk memperkaya diri dan keluarga lalu membiarkan Muna sempoyongan.
Saya
menyaksikan Muna di Kendari, sedih dan juga ketawa. Bangga tapi tidak. Itulah
yang saya perhatikan.
Pilkada
seperti paket kebijakan. Setelah jilid 1, kemudian jilid 2, tidak puas dengan
itu kemudian jilid 3. Orang-orang yang menginginkan itu bukan tanpa alasan,
katanya demi keadilan, banyak pelanggaran dibuat. hehehe...
Mereka
mengharapkan sebuah demokrasi dengan sempurna. Mana ada demokrasi sempurna.
Demokrasi itu hanya sistem yang didalamnya penuh dengan dinamika. Orang-orang
yang rasional mengatakan, ketika ada pelanggaran berat terhadap pilkada
tersebut maka mari kita gugat di MK. Jika tidak terlalu, ya sudah letakan
tangan didada, lesungkan muka yang merah kemarahan itu lalu marilah kita
bersama-sama membangun Muna yang lebih baik.
Kenapa
Muna yang lebih baik, karena Muna hari ini belum baik. Kita membayangkan
perjalanan pilkada di Muna hari ini dari tanggal 9 Desember 2015 sampai dengan
Juni 2016. Itu suda memakan waktu 6 bulan dan belum ada keputusan siapa yang
menjadi pemimpinnya. Yang kita sayangkan adalah Muna belum tersedia pupuk2
untuk menumbuhkan daerah dengan subur, lantaran perang pilkada ini. Sementara
daerah lain, tengah berderap dan menyusun langka-langka bagaimana kemudian agar
daerahnya makmur.
Atau
mungkin kita akan menganggap sama saja, siapapun yang memimpin Muna itu sama
saja. Tidak ada yang ideal. Pemikiran mereka masih kolot untuk membangun
daerah.
Namun
apapun itu, seharusnya kita sudahi. Sudahlah. Jika tetangga satu berebut
kekuasaan karena ada tujuan untuk membangun daerah, namun kalah, maka
satukanlah ide itu. Begitupun tetangga berikutnya. Initnya satukanlah gagasan
itu. Tak perlu ada permusuhan, meskipun di Muna itu orang-orangnya sering
dendam. Saya cukup tau karakter orang Muna, Jago, preman, pintar, namun tak
berani keluar dan hanya dikandang sendiri. Lagian hanya satu dua orang saja.
Itupun pimpinan KPK La Ode Muh. Syarif. Namun publik mengenalnya bukan orang Muna
tapi Buton dan orang Makasar. Anehkan. Mereka lebih memilih peruntungan di daerah
lain daripada di Muna sendiri. Pikir, siapa yang mau memajukan Muna, jika
orang-orang baik dan pintarnya yang tidak pragmatis justru tak berpaling di
Muna. Muna itu katanya orang-orangnya banyak yang pintar berpolitik, namun
hanya dikandang saja. Itupun politik-politik tai kucing, kata Soe Hok Gie.
Saya
orang Muna, namun saya tak memihak satu pun. Saya juga tak bermaksud menggurui
siapapun. Ini hanya tanggapan. Jadi marilah menyongsong Kabupaten Muna yang
lebih baik. Marilah kita sama2 memikirkan daerah Muna agar maju sedikit saja,
nanti generasi muda yang akan melanjutkannya pada kemajuan yang lebuh besar.
Mari
bersatu, sudahi kepentingan pribadi atau kelompok. Mari satukan gagasan dan ide
agar Muna dapat sejajar dengan daerah lainnya di Indonesia. Mari buang semua
ego dan kehausan akan berkuasa dan cobalah satukan visi dan misi untuk Muna
yang lebih baik.
Salam Dari Saya
La Ode Halaidin
Salam Dari Saya
La Ode Halaidin
0 komentar:
Posting Komentar