15 Juli 2016

Maaf, Saya Sarjana Karena Ibu

Meraih gelar sarjana adalah suatu kebanggaan bagi saya dan juga Ibu saya. Selama ini saya hidup dalam kesulitan karena keterbatasan biaya kuliah dan selalu mengharap kepada Ibu untuk selalu membantu saya. Hari ini saya telah terbebas dari semua yang membebani Ibu. Bebas dari bantuan Ibu, yang selalu tak lupa mengirimkan uang tabungan yang selama ini terkumpul. Saya bangga dan bahagia karena saya akan menjalani suatu kehidupan yang baru, tidak akan memberatkan Ibu dan tidak  akan bergantung kepada siapa-siapa lagi. Sarjana yang saya peroleh adalah atas kerja keras Ibu dan selalu untuk Ibu.
Semoga gelar sarjana ini, akan membawah berkah dan kebahagiaan buat Ibu.
***
Dikampung halaman, orang-orang selalu menanyaiku tentang bagaimana titel sarjana dapat saya peroleh. Orang-orang kadang merasa tak percaya bahwa saya bisa menggapai ini. Alasan mereka sederhana, kami tak punya apa-apa. Ini memang benar saya dan Ibu tak punya kekayaan. Kami hanya punya semangat dan kerja keras, serta optimisme yang tinggi tentang masa depan. Belajar adalah tugas saya dan masa depan yang baik adalah suatu tantangan yang perlu digapai. Sedangkan Ibu, selalu ada, kapan, dimana dan bagaimanapun keadaan saya. Itulah yang tertanam dalam diri, kemanapun saya memijakan kaki ini melangkah.
Saya teringat pepatah dalam bahasa Muna mengatakan “komara-marasaia, omarasaigho, fekamara-marasai pomarasaingho”. Pepatah ini ingin mengatakan bahwa jika kita manusia tidak menginginkan bersusa-susa hari ini, kita akan susa dikemudian haru, sebaliknya jika berusa-susa hari ini, dikemudian hari kita tidak akan mengalami kesusahan. Janganlah bersusa-susa hari ini, agar kamu kesusahan, dan bersusa-susalah agar kamu tidak kesusahan.
Inilah nujuman hidup yang saya pegang. Tidak ada kesuksesan didapat tanpa rintangan, tidak ada keberhasilan didapat tanpa ada berbagai kegagalan, dan tidak ada pencapaian yang tinggi dalam hidup tanpa kerja keras. Semua itu butuh waktu, komitmen, dan keteladanan. Berani melangka adalah sikap pahlawan, berdiam diri ditempat yang dianggap sikap seorang pecundang.
Oleh karena itu, titel kesarjanaan saya bukan atas bantuan biaya dari orang lain seperti kakak kandung atau kakak Ipar laki-laki yang selama ini saya dengar. Ini adalah berkat Ibu saya dan kerja kerasku dalam menyelesaikan studiku. Bukan seperti kata orang-orang bahwa saya sarjana karena bantuan uang kakak Iparku yang mempunyai banyak gaji. Itu sama sekali tidak benar. Saya tak pernah mengharap dari mereka, diberikan, mendapatkan dari mereka dan menerima dari mereka. Saya hanya menerima dari Ibu dan atas kerja kerasku sendiri. Jadi semua karena Ibu yang saya cintai, bukan orang lain.
Maaf, tulisan ini hanya meluruskan isu-isu yang beredar di kampung, yang selama ini merasa tidak nyaman karena informasi yang tidak penting itu.
                                                                                                         La Ode Halaidin

0 komentar:

Posting Komentar