Meraih
gelar sarjana adalah suatu kebanggaan bagi saya dan juga Ibu saya. Selama ini saya
hidup dalam kesulitan karena keterbatasan biaya kuliah dan selalu mengharap
kepada Ibu untuk selalu membantu saya. Hari ini saya telah terbebas dari semua
yang membebani Ibu. Bebas dari bantuan Ibu, yang selalu tak lupa mengirimkan
uang tabungan yang selama ini terkumpul. Saya bangga dan bahagia karena saya akan
menjalani suatu kehidupan yang baru, tidak akan memberatkan Ibu dan tidak akan bergantung kepada siapa-siapa lagi.
Sarjana yang saya peroleh adalah atas kerja keras Ibu dan selalu untuk Ibu.
Semoga
gelar sarjana ini, akan membawah berkah dan kebahagiaan buat Ibu.
***
Dikampung
halaman, orang-orang selalu menanyaiku tentang bagaimana titel sarjana dapat
saya peroleh. Orang-orang kadang merasa tak percaya bahwa saya bisa menggapai
ini. Alasan mereka sederhana, kami tak punya apa-apa. Ini memang benar saya dan
Ibu tak punya kekayaan. Kami hanya punya semangat dan kerja keras, serta
optimisme yang tinggi tentang masa depan. Belajar adalah tugas saya dan masa
depan yang baik adalah suatu tantangan yang perlu digapai. Sedangkan Ibu, selalu
ada, kapan, dimana dan bagaimanapun keadaan saya. Itulah yang tertanam dalam
diri, kemanapun saya memijakan kaki ini melangkah.
Saya
teringat pepatah dalam bahasa Muna mengatakan “komara-marasaia, omarasaigho,
fekamara-marasai pomarasaingho”. Pepatah ini ingin mengatakan bahwa jika kita
manusia tidak menginginkan bersusa-susa hari ini, kita akan susa dikemudian
haru, sebaliknya jika berusa-susa hari ini, dikemudian hari kita tidak akan
mengalami kesusahan. Janganlah bersusa-susa hari ini, agar kamu kesusahan, dan
bersusa-susalah agar kamu tidak kesusahan.
Inilah
nujuman hidup yang saya pegang. Tidak ada kesuksesan didapat tanpa rintangan,
tidak ada keberhasilan didapat tanpa ada berbagai kegagalan, dan tidak ada
pencapaian yang tinggi dalam hidup tanpa kerja keras. Semua itu butuh waktu,
komitmen, dan keteladanan. Berani melangka adalah sikap pahlawan, berdiam diri
ditempat yang dianggap sikap seorang pecundang.
Oleh
karena itu, titel kesarjanaan saya bukan atas bantuan biaya dari orang lain
seperti kakak kandung atau kakak Ipar laki-laki yang selama ini saya dengar. Ini
adalah berkat Ibu saya dan kerja kerasku dalam menyelesaikan studiku. Bukan
seperti kata orang-orang bahwa saya sarjana karena bantuan uang kakak Iparku
yang mempunyai banyak gaji. Itu sama sekali tidak benar. Saya tak pernah mengharap
dari mereka, diberikan, mendapatkan dari mereka dan menerima dari mereka. Saya
hanya menerima dari Ibu dan atas kerja kerasku sendiri. Jadi semua karena Ibu
yang saya cintai, bukan orang lain.
Maaf,
tulisan ini hanya meluruskan isu-isu yang beredar di kampung, yang selama ini
merasa tidak nyaman karena informasi yang tidak penting itu.
La
Ode Halaidin
0 komentar:
Posting Komentar