Ilustrasi |
Di bulan Maret ini saya
melalui hari-hariku dengan cukup berat, rasa senang dan semua tidak merasa
melelahkan. Ada satu hal yang saya prioritaskan untuk di selesaikan,
menyelesaikan konsultasi hasil penelitian skripsiku dengan pembimbingku yang
sangat banyak membantu saya. Meskipun hari Rabu tanggal 6 April saya akan
melakukan seminar hasil, tapi sebelumnya saya mengucapkan terlebih dahulu ucapan
terimah kasih banyak terhadap pembimbing dua ku, Pak Dr. La Ode Suriadi dan
juga pembimbing satu ku yang selalu berbaik hati Dr. Hj. Rostin. Mereka adalah
penunjuk jalan saya kedepannya untuk kemudian bisa lebih tangguh mengandrungi
hiruk-pikuknya kehidupan ini. Mereka telah banyak mengajarkan saya tentang
kesabaran dalam menghadapi situasi sesulit apapun.
Pada bulan Maret ini,
saya sangat sedikit membaca buku-buku. Hanya dua buku yang selalu ku bawah dan
ku baca setiap saat yaitu Buku Ekonomi Insani karya Justinus Prastowo dan buku
fiksi novel karya DEE LESTARI; SUPERNOVA Intelenjensi Embun Pagi. Saya cukup
menikamti dua buku ini, meskipun membacanya selalu terputus-putus karena
kesibukan dalam menyelesaikan tugas akhirku.
Selama hari-hari di
bulan Maret ini, yang membuat saya merasa frustasi adalah ketika dosen Ilmu
Ekonomi tiba-tiba menolak bertandatangan untuk menjadi pengujiku. Penolakan itu
bukan atas dasar kesibukan atau adanya jadwal mengajar pada hari itu. Namun
karena alasan waktu seminar proposalku tidak hadir, dan pada saat saya akan meminta
tandatangan persetujuan seminar hasil untuk menjadi pengujiku, dosen tersebut kembali
tidak memilih untuk tandatangan alias menolak. Ada pertanyaan yang muncul dalam
benak saya, ada apa sebenarnya? Dan apa yang saya rasa dengan penolakan itu?
Saya merasakan semangat
saya seperti terpatahkan, lemah dan tidak ingin melanjutkan apa yang saya
perjuangkan. Semangat itu seperti remuk berkeping-keping. Suda banyak
mendapatkan penolakan dalam hidup saya. Namun ada sesuatu hal yang berbeda dirasakan
ketika seorang dosen menolak kita untuk menjadi penguji. Semangat kita seperti
tersapuh oleh angin pagi yang diselimuti badai yang begitu kejam, dingin dengan
hawa yang enak untuk dinikmati, namun tidak mengenal untuk berkompromi dan tak
pernah mengajarkan kita tentang kerendahan hati. Itulah angin yang menyakitkan.
Angin dari segala angin.
Bahkan beberapa saat
setelah mendapatkan penolakan itu, saya kembali berpikir. Apakah semua dosen
akan menolak untuk menjadi pengujiku. Namun, apa yang menjadi kesalahan saya di
Jurusan Ilmu Ekonomi sehingga dosen-dosen yang sangat ku hormati itu menolak!
Dan salah satu dosen temannya di dalam ruangan itu tiba-tiba berbicara, kamu
cari saja dosen yang lain dan menghadap ke sekretaris jurusan. Ia, memang saya
akan mencari dosen yang lain.
Saya menuliskan ini bukan
karena emosi dan sakit hati. Dan juga saya yakin penolakan itu bukan berarti
saya dibenci atau tidak disukai di jurusan itu. Bukan juga karena pilih kasih
atau karena hanya berbeda suku. Saya bersahabat dengan beberapa dosen di
jurusan itu dan selalu mengajarkan saya tentang kerendahan hati. Saya juga
tidak pernah membenci siapa pun di dunia ini. Namun ketika melakukan sesuatu
hal yang menurut saya tidak masuk logika pemikiranku dan tidak rasional, saya
cukup akan mengkritiknya.
Itulah hari-hariku di bulan
Maret ini. Ada beban dalam pikiran tapi tidak cukup untuk membebani hidup saya.
Semua itu hanyalah proses untuk kemudian bisa mematangkan diri kita kedepan untuk
menghadapi semua kerikil-kerikil kehidupan. Jalan kehidupan memang penuh
tikungan, berliku dan penuh dengan nestapa. Kita hanya perlu mengalir, rendah
hati dan selalu mengambil pelajaran dari setiap jejak perjalanan kehidupan
kita.
Semoga saja hari-hari
kedepannya kita menjadi manusia-manusia yang lebih baik dari manusia hari ini.
Laode Halaidin
Kendari 2 April 2016
0 komentar:
Posting Komentar