Lagi-lagi
saya harus pindah tempat kos. Entah kemana lagi saya harus tinggal! Saat ini
saya belum menemukan tempat, dimana saya harus menetap untuk beberapa bulan
atau tahun kedepan. Sebagai laki-laki yang belum menikah seharusnya tidak
mempersoalkan hal ini, nginap dirumah keluarga atau dikamar teman sudah menjadi
langka-langka saya. Namun, saya membutuhkan tempat yang tenang, agar bisa belajar
untuk menulis dan membaca lebih banyak buku-buku.
Pindah
tempat tinggal suda menjadi bagian dalam perjalanan hidupku. Dari semester awal
kuliah saya suda pindah-pindah tempat. Dari wayong ke mekar. Kemudian dari
mekar nge-kos di kampus baru kemudian ke wayong lagi. Tempat tinggal di wayong
yang satu ini, rumah keluarga jadinya gratis tidak di bayar. Seiring berjalannya
waktu kami disuruh harus menyewa rumah itu, sedangkan jarak dikampus sangat
jauh. Jadinya saya harus pindah lagi ke-kampus baru karena saya anggap cara itu
lebih irit.
Malam
ini, saya terus memikirkan kepindahan itu. Adik saya juga kuliah dan dia harus
nge-kos sama sepupu-sepupu perempuanku karena jarak wayong ke kampus sangat
jauh. Jika menyewa kos bersama itu akan memakan uang banyak dan kedua orang tua
kiranya tidak akan mampu untuk menanggung itu. Agar tidak memberatkan dan
memakan uang banyak saya pun harus rela untuk tidak nge-kos lagi. Saya harus
punya ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi semua ini.
Biarlah
saya berjalan sesuai dengan roda-roda kehidupan. Biarlah saya beratapkan langit
yang panas dan hujan, beralaskan tikar kerikil, bermandikan cucuran keringat
dan mencium bauh busuk di jalanan agar lebih memahami makna terdalam sebuah
kehidupan. Hidup ini memang tidak bisa dibuat mati, tapi harus menunjukan
langka-langka itu untuk menuju sebuah impian.
Ia,
hidup memang harus diperjuangkan dan dipertaruhkan jika tidak maka kemenangan
tidak akan pernah kita gapai dalam hidup. Friederich schiller suda mengatakan
ini bahwa “hidup yang tidak dipertaruhkan
tidak layak untuk dimenangkan”.
Olehnya
itu, kita harus terus bergerak menyusuri kerikil kehidupan, apapun yang
terjadi. Keterbatasan bukan berarti rintangan untuk menggapi impian dalam hidup.
Kerasnya kehidupan bukan berarti kita harus menghentikan langka untuk kemudian
berdiam diri tapi langkahkanlah kaki-kaki itu meskipun berat. Ada yang
mengatakan bahwa untuk mencapai gunung-gunung tertinggi itu bukan dimulai dari
beribu-ribu langka tapi satu langka kaki kita ke depan. Inilah patokan yang
saya ambil.
Dalam
beberapa hari kedepan saya tidak tau tinggal dimana, bertedu dimana, makan dan
minum dimana! Namun akan ku jalani kehidupanku apa adanya. Semoga kedepan akan
menjadi berkah buat kehidupanku.
Maaf
ini hanya curhatan hati saya, yang tidak bisa membuat saya tidur di tengah malam
ini.
Kendari,
12 September 2015
0 komentar:
Posting Komentar