16 November 2015

Mencintalah!

                                                                      Ilustrasi



“Mencintalah dengan semua yang kamu miliki; mencintalah dengan sepenuh hatimu” (Rando Kim, dalam buku Time Of Your Life, hal 128)

Topik dan kalimat sederhana diatas merupakan bentuk dari seruan untuk kita semua sebagai insan manusia bahwa mencintai merupakan ungkapan dari ketulusan hati­—kerelaan dua insan yang ingin menyatukan jalinan cinta karena ingin bahagia—dan kekurangan adalah bentuk dari kekuatan untuk kemudian dijaga dan dipupuk hingga semerbaknya mengangkasa di titik kebahagiaan. Kekurangan bukan dijadikan sebagai titik kelemahan—sesuatu problem yang kemudian menjadikan bahtera cinta yang terjalin selama ini menjadi karam. Kekurangan adalah bagian dari kisah cinta dua insan, dimana yang satu menerima yang lain dan kemudian selalu berusaha memupuknya dengan kasih sayang yang dalam, sehingga cinta itu dapat mengakar dan menjuntaikan semerbaknya di keabadian kehidupan.

Seperti itulah kira-kira pesan dari Rando Kim yang ada dalam bukunya berjudul ‘Time Of Your Life’. Kita dapat menemukan dalam bukunya dihalaman 124 tentang cinta yang ingin kita peroleh—cinta seperti apa yang kita inginkan—cinta yang berasaskan pada nilai. Baginya Jalinan cinta adalah jalinan hubungan dua orang dengan merasa bahagia dan sempurna ketika mereka bersama. Kebahagiaan itu yang merupakan menjadi tujuan utama dalam menjalin bahtera cinta yang kemudian dapat mengokohkan dirinya pada setitik sejarah cinta nan-abadi. Waahh….bukankah kebahagiaan ini yang dicari oleh setiap insan—pasangan muda-mudi yang sedang dimabuk cinta seperti layaknya kisah cinta abadi Habibie dan Ainun.

Kisah cinta mereka diukir oleh sejarah karena mereka percaya bahwa mencintai dengan yang mereka miliki—dengan sepenuh hati, cinta itu menjadi lebih bermakna dan menjadi kekuatan buat mereka untuk terus bersama meskipun pada akhirnya maut yang memisahkan mereka. Itulah, mengapa semua orang mendambahkan kisah cinta seperti Habibie dan Ainun yang kuntum-kuntum cintanya mekar dan harum semerbaknya masih tercium oleh sebagian anak-anak muda sampai saat ini. Kisah cinta mereka adalah bentuk dari keberhasilan dan kesabaran Habibie dan Ainun dalam merawat kuntum cinta itu sejak muda. Cinta mereka tidak mempunyai seleksi dan kriteria seperti yang berlaku sekarang ini, dimana materialistik dalam jalinan cinta menjadi di nomor satukan.

Lalu, apa yang kita pahami tentang cinta untuk sekarang ini! Cinta dengan sepenuh hati, sekarang ini bukan menjadi tolok ukur utama seseorang. Cinta ibarat sebuah produk dan jika kita menyukai lalu ingin memilikinya tentu membutuhkan transaksi seperti berbelanja. Dalam berbelanja tentu kita harus membelinya dengan sebuah capital/modal dalam hal ini uang. Inilah cinta yang dimaknai oleh sebagian orang—sangat dangkal bahwa kehidupan sekarang ini makna cinta itu tak berarti sama sekali kecuali dengan materi. Disini kita bisa memahami bahwa sekarang ini cinta sama halnya dengan transaksi berbelanja—dimana cinta sangat materialistik.

Dulu cinta tak seperti itu. tak ada ukuran, kriteria dan ketika dua insan menyatukan perasaan hati untuk bersama merawat kuntum-kuntum cinta, menyerahkan semua untuk dia, menghilangkan kata aku menjadi kita—berarti mereka siap meleburkan diri menjadi satu untuk kemudian menjalin sebuah keluarga yang bahtera. Cinta dulu dan sekarang memang berbeda, kata seorang sahabat. Dulu mungkin masyarakat jarang sekali yang kaya sehingga cinta tak dapat bisa diukur dengan materi. Sekarang ini sangat susah kita mencari seseorang yang mengerti tentang arti cinta yang sesunggunya, kata sahabat ini, seraya membatin. 

Memang cinta sekarang ini suda bertransformasi menjadi materialistik. Berani mencintai berarti kita berani mengeluarkan isi dompet, begitu kata orang. Perkembangan teknologi dan kemajuan pusat-pusat perbelanjaan modern juga mempengaruhi arti dan makna cinta yang kemudian menjadi materialistik.

Kita bisa membayangkan berapa orang yang berkunjung setiap hari pasangan muda-mudi berpegangan tangan dipusat-pusat perbelanjaan modern. Duduk dipojok kafe—makanan dan minuman yang harganya sangatlah mahal dengan menentang tas belanja dari sang kekasih. Mereka menganggap dengan membelanjakan pasangan, cinta itu akan tumbuh lalu mekar. Mereka lupa bahwa cinta itu tidak dapat hanya tumbuh dengan pundi-pundi materialistik. Cinta sekali lagi bukan transaksi perbelanjaan tapi cinta adalah kerelaan yang akan meleburkan dirimu bersama pasanganmu. Aku menjadi kita, engkau seperti berada dalam ketiadaan, bersatu dengannya—merelakan segala sesuatu yang berharga buat dirimu, untuknya.

***
Saya tidak hendak mencampuradukan antara percintaan/mencintai dan Homo Ekonomicus (manusia ekonomi). Bagiku dalam hal cinta kita tak bisa mengukur manusia dari segi individualitasnya—mencari kepuasan atas dirinya sendiri atau manusia rasional. Meskipun dalam skala individualitas manusia hidup dengan mencari kepuasan atau kesejahteraan sendiri (manusia ekonomi/Homo Ekonomicus) hal ini tentu berbeda dengan kepuasan dalam cinta mencintai. Cinta berarti penyatuan dua insan bukan sesuatu yang lain. Kepuasan dan kesejahteraan adalah bagian dari manifestasi hubungan jalinan cinta pria dan wanita—dan dalam hal cinta, kepuasan dan kesejahteraan itu harus dinikmati secara bersama.

Itulah cinta adalah kebersamaan. Itulah cinta adalah ketiadaan—meniadakan dirimu menjadi dirinya yang kemudian menyatu menjadi satu. Kepuasan dan kesejahteraan dalam cinta adalah milik bersama—bukan hanya milik pria atau si wanitanya.

 Mencintalah dengan sepenuh hati. Sebab cinta adalah keindahan yang semerbaknya mengangkasa hingga nun-jauh menembus lapis-lapis langit. Mencintalah dengan segala yang engkau miliki, sebab cinta adalah ibarat kuntum-kuntum yang perlu dijaga dan dirawat, diberi kasih sayang, dikasihani agar kelak tumbuh mekar bersama cinta di nan-keabadian.

Mencintalah dengan jiwa dan raga. Sebab cinta adalah kekuatan yang dapat meruntuhkan gunung-gunung menjadi debuh, ombak keras tertunduk karena kedigdayaanmu. Mencintalah dengan apa yang kamu miliki sebab cinta bukan untuk dideskripsikan namun untuk dirasakan. Rasa cinta itu ada direlung hati yang paling dalam dan yang bisa merasakan itu adalah diri kita sendiri. Sekali lagi saya ingin katakan, mencintalah!


                                                                            La ode Halaidin
                                                                    Wayong, 15 November 2015

0 komentar:

Posting Komentar