09 September 2015

Tentang Universitas Dan Sebuah Bisnis

                                                                                    Ilustrasi
Pembaca yang budiman. Apa yang ada di benak kita jika mendengar universitas? Sepertinya semua orang tau bahwa universitas adalah tempat untuk menggali ilmu, tempat untuk mencerdaskan pemikiran, tempat untuk proses dasar menuju pengetahuan atau hanya sekedar tempat untuk mendapatkan ijazah sarjana saja. Orang seperti saya dulu memang memahaminya hanya seperti itu. Tak lebih. Jika saya ingin pintar maka saya harus masuk perguruan tinggi. Itulah anggapan saya, anda sendiri bisa beranggapan apapun tentang universitas.

Dimanakah seharusnya tempat mencari ilmu pengetahuan yang sejati? Saya pernah membaca salah satu tulisan (saya lupa nama penulisnya) yang mengatakan bahwa universitas bukanlah tempat untuk menemukan ilmu pengetahuan yang sejati tetapi di luar dari pada itu. Saya rasa anggapan ini benar bahwa universitas hanyalah sebuah proses untuk menuju ke--pengetahuan-pengetahuan yang akan membimbing mahasiswa untuk bergelut dengan kehidupan. Belajar di universitas lebih cocok kita sebut sebagai dasar untuk menuju ke-pengetahuan bukan bagian dari pengakumulasian untuk mencapai kepintaran/kecerdasan.

Mempunyai ilmu pengetahuan tanpa memprakteknya saya kira masih belum relevan. Keduanya perlu satu koneksi atau beriringan satu sama lain. Universitas hanya mengajarkan tentang teori dan masih minim praktek (saya berbicara tentang ilmu-ilmu sosial). Praktek disini saya anggap sebagai apresiasi yang selalu menerjunkan diri dengan realitas kehidupan masyarakat. Praktek sama halnya dedikasi yang selalu menerjunkan diri di kehidupan sosial, dengan menggunkaan konsep-konsep teori. Sehingga teori dengan praktek jika dilakukan secara beriringan akan menghasilkan suatu kongklusi yang baik dan suda tentu akan mencerdaskan kita secara komprehensif.

Apakah belajar di universitas akan memberikan sesuatu yang bermanfaat? Pertanyaan ini tentu akan mendapatkan respon dengan jawaban yang positif di kalangan mahasiswa dan suda tentu pasti jawabannya bermanfaat.

Apakah kata-kata manfaat itu selalu layak untuk dipakai? Goenawan Mohamad pernah menuliskan hal ini dengan tulisannya dengan judul Universitas. Tulisan ini sangat menggugah hati saya. Goenawan Mohamad dengan baiknya mengutip pendapat seorang filosof China Zhuang Zi yang mengatakan bahwa “orang semua tahu manfaatnya hal yang bermanfaat, tapi mereka tak tahu manfaatnya hal yang tak bermanfaat”. Mungkin itulah yang menjadi dasar peta peluang kita dalam melihat sebuah universitas. Memanfaatkan hal yang bermanfaat dan mampu memanfaatkan hal yang tidak bermanfaat.

Bagaimana kecerdasan yang diperoleh dengan belajar melalui buku-buku? Saya kira ini jurus yang efektif, bahwa buku dapat menyediakan bebagai nuansa pengetahuan. Universitas dengan perpustakaannya tentu akan lebih baik jika dipadati dengan buku-buku. Hal ini mengingat akan pentingnya perkembangan pemikiran mahasiswa dalam sebuah universitas. Namun bagaimana dengan universitas yang minimnya buku-buku bacaan? Inilah bentuk dari ketertinggalan universitas yang selalu membentengi kompotensi pengetahuan dan akademik mahasiswa.


Universitas Halu Oleo dalam pandangan saya masih tergolong dalam hal ini. Buku-buku bacaan yang masih minim sehingga tak memacu mahasiswa untuk mengunjungi perpustakaan. Saya melakukan survey tentang hal ini selama hampir dua bulan. Selama saya berkunjung di bagian ruangan buku-buku koleksi umum, saya tak menemukan mahasiswa sebanyak lima belas orang saja untuk sekedar membaca. Saya berasumsi bahwa ini didasari karena tak ada kemauan untuk membaca atau buku-buku koleksinya yang sedikit dan tak menarik. Ini semua hanya asumsi….mungkin benar, mungkin juga salah…

***
Sebuah universitas bukanlah tempat untuk melakukan pembisnisan. Jika hal demikian maka universitas sama halnya dengan sebuah industri. Di sana ada pekerja buruh/karyawan, bos/manajer dan juga ada transaksi. Mungkin cara bekerjanya ada unsur paksaan. Transaksi dalam sebuah kampus seperti, penjualan buku yang dijual oleh dosen kepada mahasiswanya secara paksa dan itupun bukan hasil karya sendiri. Yang di jual pun buku modul yang besar dan panajng yang kadang membuat mahasiswa malas melihat apalagi membacanya dan harganya sangat mahal. Mahasiswa tersenyum kecut ketika dosen-dosen menawarkan hal ini.


                                         Ilustrasi: Sebuah Perspustakaan Buku

Buku itu memang penting. Namun jika dosen menjual buku-buku kepada mahasiswanya dalam bentuk modul dengan harga yang ratusan ribu, saya kira ini bukan bentuk dari proses mendidik. Mengambil keuntungan dari mahasiswa adalah sesuatu hal yang menurut saya salah besar dalam lingkungan yang seharusnya penuh didikan dalam sebuah universitas.

Bagi saya, mendidik, memberikan inspirasi atau motivasi untuk mengangkat semangat mahasiswa itu lebih penting. Daripada mahasiswa disuruh membeli buku (modul dan buku yang tidak disukai mahasiswa) dari dosen, yang terkadang hanya dijadikan pajangan dan pembungkus kacang. Saya banyak melihat ini di kamar-kamar mahasiswa. Mendidik dan membiarkan mereka mencari dan membaca buku-buku yang disukai, yang menurut mereka enak untuk dibaca atau dipelajari. Cara ini mungkin akan efektif....

Saya teringat dengan tulisan Rhenald Kasali yang selalu merenungkan kehadirannya di kehidupan mahasiswa. Apakah hanya menjadi pentransfer pengetahuan atau hanya pendidik? Rhenald Kasali menyadari bahwa pendidik bukanlah hanya menyampaikan teori namun dengan kemampuan mewadahi keingintahuan, memperbaiki watak dan karakter dan membentuk masa depan mereka adalah sama pentingnya dengan mempraktikan teori. Seharusnya ini yang dilakukan…

Banyak hal yang saya dapatkan ketika kuliah S1 di universitas Halu Oleo. Seringkali sebut saja fakultas X, (maaf bukan berarti menyudutkan) dosen-dosennya menjual buku dengan secara paksa kepada mahasiswanya. Konsepnya lumayan ampuh, dilakukan dengan penuh ancaman. ketika mahasiswa tak membeli buku yang dijualnya maka nilainya akan eror jika membeli, nilai akan bagus. Akhirnya yang membeli buku terjamin dapat nilai yang bagus dan yang tidak membeli jangan harap dapat nilai yang bagus, sudah pasti nilai merah. Dan seringkali mahasiswa yang membeli buku di cap sebagai orang pintar dikelas.

Inilah dunia pendidikan kita terutama di universitas yang hanya dinilai dari segi kuantitas tanpa memandang kualitas. Sehingga apa yang dikatakan Rhenald Kasali sebagai sarjana kertas yang hanya pandai memindahkan isi buku ke dalam kertas sangat menyatu dengan mahasiswa. Sarjana tak siap pakai, tak mampu berkompotensi, tak punya skil. Inilah yang menjadi kekhawatiran kita sebagai mahasiswa. Menghantui setiap saat ketika hendak akan meninggalkan kampus; mau kerja apa, kita akan mulai menjadi pengangguran dan lain-lain.

Sehingga apa yang dikatakan oleh Simon Ley bahwa universitas sebagai sesuatu yang menjadi pengharapan yang muluk juga dianggap sebagai lembaga yang seharusnya bebas dari kata manfaat. Simon ley menganggap bahwa “kegunaan yang tertinggi dari universitas terletak pada apa yang oleh dunia dianggap sebagai ketidak-bergunaanya”. 

Ia, Cardinal Newman memang suda mengatakan hal ini bahwa ilmu pengetahuan mampu menjadi tujuannya sendiri. Sehingga universitas sebagai dunia keilmuan tak selalu mengandung prinsip “semua mesti mengandung-guna”. Ketika sebuah universitas hanya dianggap sebagai konsumen ilmu pengetahuan yang serba praktis dan bukan dianggap sebagai proses menuju pengetahuan, maka disanalah bahwa universitas dianggap tak berguna.

Hari ini, sebuah universitas seharusnya tidak hanya berpikir untuk mengejar agreditas, tidak hanya berpikir untuk mempergendut anggaran dari mahasiswa, namun bagaimana kemudian membimbing mahasiswa untuk menuju proses pengetahuan. Universitas sebagai jembatan dan sebagai peta mahasiswa untuk menuju masa depan bukan sebagai tempat berbisnis yang justru hanya mempergendut mereka.

                                                                                              
                                                                                                    Laode Halaidin
                                                                                        Kendari, 10 September 201
                                                                            Hari ini bertepatan dengan tanggal kelahiranku

0 komentar:

Posting Komentar