Foto unjuk rasa yang dilakukan pendukung Rusman Emba-Malik Ditu
di depan
Kantor KPU Muna, Senin (24/8). (kiri). Paslon Rusman dan Malik (kanan).
Saya rasa Muna sebagai
daerah yang masih terbelakang dari segi kemajuan ekonomi, perlu suapan-suapan
yang bergizi baik dari kualitas makanan maupun minuman dan tentunya yang sehat,
agar kelak menjadi daerah yang tegak berdiri, tak loyo atau sempoyongan dan tidak
ditertawai oleh teman-teman seperjuangannya.
***
Siapa yang menyangka
saya harus menuliskan hal ini. Saya sendiri juga tidak tahu kenapa harus
menulis tentang politisi, pada hal dari dulu saya tidak suka dengan para
politisi yang suka doyan menjual janji palsu. Apakah Rusman Emba seorang
politisi tersebut? Entalah…!! Karena masing-masing punya presepsi dan
preferensi masing-masing tentang sosok pemimpin kepala daerah yang nanti akan
dipilihnya. Semua orang bebas dan memiliki kemerdekaan tentang pilihannya.
Disini saya bukan
membahas hal-hal yang ganjil/tidak baik tentang seorang politisi Rusman Emba, karena
itu bukanlah bagian karakter saya. Tetapi saya hanya ingin mengatakan bahwa
orang-orang yang telah berhasil membangun citranya hanyalah bagian dari
mobilisasi opini untuk kemudian mengangkat atau mempopulerkan namanya
dipermukaan. Ini hanyalah cara klasik……
Inilah yang membuat
saya betanya-bertanya, bahwa cara berpolitik seperti ini bukanlah cara yang
sehat namun hanya bagian dari pengecohan dan pemutarbalikan arah untuk kemudian
masyarakat memilihnya. Orang-orang tertentu meminta masyarakat untuk memilihnya
tanpa menyodorkan apa yang menjadi ide dan gagasan-gagasannya untuk membangun
daerah. Inilah cara-cara klasik yang dipertaruhkan didepan publik, semua dilakukan
hanya dengan pengalihan opini tanpa dasar yang jelas. Mungkin cara-cara seperti
ini pantas kita sebut sebagai cara-cara politik ‘tai kucing’ (maaf agak busuk)
yang hanya mengedepankan kepentingan dan kuasa kedepannya. Semua bisa terjadi…
Lalu yang menjadi
pertanyaan kita, pantaskah cara-cara berpolitik seperti ini diterapkan, lalu
mengharapkan sebuah kemajuan terhadap daerah yang kita banggakan? Entalah……!! Tetapi
saya beranggapan, seperti itulah cara-cara politik kotor yang sering diterapkan
oleh seorang politisi untuk kemudian melegitimasi kedudukan dan kekuasaan di
daerahnya. Tak bisa dilerai dan tak bisa dihentikan, maka kita harus terjun dan
terlibat meskipun dengan hal-hal yang kecil untuk sekedar memperingatkan atau
bahkan meluruskan apa yang menjadi pemahaman masyarakat.
***
Berawal dari kelelahan
mata melihat dan telinga ini mendengar tentang sesosok orang yang diagungkan,
yang katanya dapat memberi kemajuan di jazira Muna. Sosok itu menjadi idaman
dan akan menjadi pilihan sebagian masyarakat karena dianggap akan mampu memberi
perubahan untuk kemajuan daerah Kabupaten Muna. Saya sendiri tak tau sebagian masyarakat
mengukurnya dari mana; entah dari kontribusinya terhadap Kabuapten Muna atau mungkin
prestasinya selama ini yang kemudian ditorehkannya, atau mungkin punya ide-ide
dan gagasan yang brilian atau apalah…..saya juga tidak bisa menebak. Bagiku politisi yang bertarung (untuk tidak menyebut
semuanya) selama ini di daerah Muna sama saja, tak ada niat untuk memajukan
daerah; semua atas dasar kuasa dan kepentingan untuk mengeksploitasi segala
sumber daya ekonomi yang ada. Iya menurut saya hanya itu. Buktinya tidak ada
progress sama sekali dalam pembangunan daerahnya. Jika kita menelisik
kebelakang, jati yang menjadi ikon
daerah Muna, telah berhasil dibabat oleh orang-orang oligarki, tak tau uangnya
ke mana; ke kas daerah pun menurut informasi yang saya dapat, tidak masuk.
Foto: Salah satu jalan di Muna, jalan poros wamengkoli-bau-bau
yang tak kunjung di aspal sekitar hampir 15 tahun.
Ia, inilah yang menjadi
pelajaran kita, bahwa untuk menentukan pemimpin yang dapat memajuhkan daerah,
kita perlu ruang untuk kemudian didiskusikan, lalu dipelajari secara bersama-sama.
Bukan menebarkan atau memobilisasi opini yang sama sekali tak mendidik
masyarakat. Yang menjadi kekhawatiran kita adalah jika calon-calon pemimpin itu
lahir dan berasal dari rahim yang sama. Tentu ini menjadi kajian kita, untuk
kemudian memutus mata rantai kebiadaban orang-orang yang hendak mengambil atau
mengeksploitasi segala sumber daya yang ada daerah.
***
Yang kebanyakan muncul
sekarang ini memang para aktor-aktor politik yang pragmatisme. Politik
pragmatisme tentunya adalah politik yang hanya pandai mengumbar janji manis,
dan sering kali pada kenyataanya masyarakat banyak menelan luda pahit ketika
mereka terpilih. Ungkapan-ungkapannya diatas mimbar tidak pernah diwujudkan ketika
terpilih yang menurut saya, ini hanyalah bagian dari pembodohan terhadap
masyarakat. Bahasa-bahasa ini tentunya banyak diucapkan di podium ketika
terjadi pertarungan politik dalam sebuah event yang bergengsi, yang bernamakan
pemilihan umum; baik Bupati, Gubernur, Presiden bahkan sampai ke level bawa,
kepala desa. Mungkin disini pantas kita menulis pepatah orang-orang Arab bahwa
“orang yang tidak punya apa-apa, tidak akan bisa memberikan apa-apa”. Jika tak
punya ade atau gagasan maka tidak akan bisa memberikan ide atau gagasan.
Titik….
Namun tak sedikit juga
saya melihat, calon-calon kepala daerah di puja-puja oleh masyarakat; (entah
relawan atau tim pemenang atau mungkin dari simpatisan) bak sang dewa agung
yang disembah untuk kemudian dapat memberikan kedamayaan, kemegahan atau
kemajuan atau dapat mengabulkan semua apa yang dimintanya. Puja-puja disini
bukan berarti disembah (beribadah kepadanya) layaknya seperti Tuhan Yang Maha Kuasa
namun dengan pemberian opini. Opini yang mereka lontarkan dimedia sosial bermacam-macam
seperti “dialah pemimpin yang menjadi harapan untuk memajukan Muna atau pilihlah
si Anu, karena jika si Anu terpilih maka Kabupaten Muna akan maju”, dan masih
banyak lagi opini-opini yang muncul. Melalui mobilisasi opini-opini itulah, masyarakat
terkecoh dan pengaruhnya sangat dirasakan oleh masyarakat.
Mobilisasi opini
merupakan bagian dari dominasi politik oligarki. Politik oligarki merupakan
politik yang mempunyai kuasa terhadap materi dengan melakukan penumpukan
berbagai modal. Inilah bagian dari cara politisi oligarki yang doyan
menjalankan politik penjarahan dengan memobilisasi opini dan menguasai sumber
daya kekayaan dan kekuasaan yang kemudian mereka dapat mengkosolidasikannya.
Sehingga kehendak untuk berkuasa mereka tak terelakan; opini muncul dipermukaan
dengan berbagai bentuk warna-warni, manis seperti buah anggur, wewangian yang
seakan-akan menyumbat hidung untuk bernafas, dengan mata berkedap-kedip
seakan-akan kita terkena sesuatu kenikmatan.
Namun apakah opini yang
mereka kutip di media sosial sesuai dengan realitas? Belum tentu. Kita boleh saja
bisa beranggapan bahwa semua dilakukan atas dasar komitmen-komitmen dengan
persetujuan ‘amplop panas’ untuk kemudian mempopulerkannya. Iya hanya itu, tak
lebih dari itu……
Menurut Ziko Muliya
dalam tulisannya tentang Oligarki vs Civil Society, riset demos tahun 2005 dan
2007 menemukan bahwa kemandegan demokrasi ternyata disebabkan oleh elit dominan
yang memonopoli kekuasaan. Mereka membangun demokrasi oligarki, yang menurut
pengertian tiga pakar politik Indonesia : Vedy R Hadiz, Richard Robinson dan Jeffrey
Winters, oligarki selalu menekankan keunggulan sumber daya material sebagai
kekuatan politik maupun kekuatan ekonomi.
***
Jika kita melihat
partai Rusman Emba memang partainya lahir di masa Orde Baru yaitu Partai Golkar.
Semasa Orde Baru dengan rezim otoriter Soeharto berkuasa, banyak orang-orangnya
dimasukan dalam partai golkar. Lalu pertanyaannya apakah Rusman Emba bagian
dari politisi yang lahir dari Orde Baru? Saya juga tak tahu. Karena saya tak
bisa melacak hal itu. Namun semasa rezim otoriter berkuasa system patronase
menjalar hingga ke level provinsi, kabupaten/kota dan desa. Mungkin lewat
patronase yang menjalar inilah yang kemudian melahirkan politisi-politisi
oligarki di tingkat lokal, dan selalu mempertahankan status quo mereka.
Lalu pertanyaan yang
kita kedepankan, haruskah kita memilih Rusman Emba dalam pemilihan kepalah
daerah di Muna kedepan? Entalah….Itu semua tergantung hati nurani kita untuk
kemudian memilih siapa yang punya potensi, atau orang yang ingin benar-benar
bekerja untuk kemajuan daerah Muna yang kita cintai. Nasib Muna lima tahun
kedepan tergantung dibilik suara, yang hanya memakan waktu singkat dan cepat.
Saya pun demikian, saya
masih melihat siapa orang yang akan saya pilih. Suda hampir lima belas tahun
saya tidak memilih kepala daerah di Muna. Saat ini saya berpikir untuk memilih
lewat analisa yang baik. Semoga kedepan dengan pilihanku itu dapat terpilih dan
melihat kerja nyatanya untuk sebuah kemajuan di Muna yang kita cintai.
Semoga……..
Kendari,
30 Agustus 2015
0 komentar:
Posting Komentar