25 Agustus 2019

Saat Mengikuti Pelatihan Enumerator Dan Jurnalis Di Makassar


“Rejeki anak sholeh.” Begitu kata sahabat, saat mendengar saya berangkat ke Makassar untuk mengikuti pelatihan enumerator dan jurnalis. Sahabat itu mengetahui bahwa saya hanya pengurus perkumpulan penikmat konau dikampung halaman. Makanya, dia juga merasa kaget saat saya mengikuti pelatihan itu, pada hal tak ada hubungannya sama sekali.
Saya sungguh beruntung bisa mengikuti pelatihan itu. Sebagai enumerator dan pernah magang jadi jurnalis di salah satu media di Kendari, saya bisa mendapat dua ilmu sekaligus, yakni bagaimana tehnik melakukan wawancara untuk kebutuhan survey lapangan dan bagaimana cara bertemu narasumber melakukan wawancara untuk kebutuhan berita. Kata narasumber pelatihan itu, enumerator dan jurnalis sama-sama pekerjaan lapangan, tak banyak perbedaan saat hendak melakukan wawancara pada responden dan narasumber.
Pada kesempatan itu, saya hadir sebagai peserta enumerator. Bersama tiga orang sahabat, kami mewakili Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo. Dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia itu, saya bertemu dengan banyak peneliti dan jurnalis lokal di Sulawesi Tenggara. Kami sharing banyak hal, membincangkan pengalaman-pengalaman dalam penelitian lapangan. Bersama para jurnalis, saya belajar banyak bagaimana menulis sebuah berita yang baik. Saya sangat banyak belajar dan berguru dari mereka.
Yang mengesankan buat saya adalah saat mendengar pemaparan dari narasumber media ternama, Tempo. Namanya Yandrhie Arvian. Di Tempo, dia menjabat sebagai managing editor for economic and business. Pada permulaan presentasinya, dia membawakannya dengan menarik.
Dia menceritakan siapa saja narasumber yang gampang diwawancarai. Baginya, wakil Presiden Jusuf Kalla adalah orang yang gampang untuk diwawancarai. Para jurnalis tidak kesusahan saat ingin bertemu dengannya. Wakil Presiden Jusuf Kalla juga bisa melayani jurnalis dengan pertanyaan apa saja. Kata Yandrhie, pertanyaan apapun yang dilayangkan jurnalis, Jusuf Kalla pasti menjawabnya. Bahkan disuruh wartawan untuk pemotretan ditengah hujan dengan memakai payung, dia mau.
Menteri yang paling susah untuk ditemui jurnalis Tempo saat ini, baginya adalah Rini Soemarno. Saat pertama menjabat menteri BUMN , Rini Soemarno sangat welcome dengan jurnalis. Namun, setelah majalah Tempo mengulik skandal korupsi pelindo, kereta cepat, jurnalis tidak pernah bertemu dengan Rini Soemarno. Dia seperti menghindar, tak mau melayani jurnalis untuk menjadi narasumber.
Jika Jokowi bisa diwawancarai tergantung mood, Setia Novanto justru lain hal. Novanto adalah narasumber yang paling genit. Bahkan ditengah kasus korupsi E-KTP yang menimpahnya, dia tetap bersedia untuk diwawancarai. Pejabat biasanya, jika dikejar jurnalis seputar kasus yang tengah dihadapi, mereka memilih menghindar. Novanto justru tidak, bahkan setelah kejadian kontroversial “tabrak tiang listrik” dia tetap seperti biasa, menjawab setiap pertanyaan para jurnalis.
**
Saya menyaksikan para peserta begitu antusias mendengar ceritanya. Bahkan sebelum dia masuk pada materi presentasi, para peserta sudah melayangkan beberapa pertanyaan. Misalnya terkait dengan perlindungan jurnalis lokal dan pusat. Juga konflik antara Tempo dan pemilik Arta Graha, Tomy Winata.
Sayang, dia tak banyak bercerita tentang hal itu karena keterbatasan waktu. Dia sudah harus membawakan materi presentasinya untuk peserta. Yang saya suka adalah dia bisa membagi waktunya, tak melulu soal presentasi tentang prinsip-prinsip in-depth interview, tapi menyelipkan cerita pengalaman yang sesuai dengan materinya. Bagi saya ini gaya presentasi yang menarik, tak membosankan dan selalu mencairkan suasana.
Dia lalu mengajak peserta berdiskusi banyak setelah selesai acara kegiatan. Entah para jurnalis berdiskusi dengannya atau tidak saya kurang tahu. Saya lupa meminta kontak para jurnalis agar mengabarkan jika mereka bertemu dengannya. Lagian, saya siapa. Saya kan hanya mengurusi konau dikampung halaman. Hikss…
                                                                               Muna, 25 Agustus 2019

0 komentar:

Posting Komentar