TKA asal Tiongkok: Sumber elshinta.com |
Akhir-akhir ini, banyak masyarakat yang mengalihkan perhatian di daerah Sulawesi Tenggara. Pasalnya di daerah ini, diserbu atau menjadi ladang para pekerja asing asal Tiongkok. Aksi mahasiswa juga menarik perhatian publik. Konon mereka melakukan aksi sweeping terhadap para pekerja asing, dengan memeriksa visa mereka apakah para TKA tersebut memakai visa kerja atau kunjungan.
Dari pantauan media online, baik lokal maupun nasional, informasi jumlah TKA-nya berbeda-beda. Ada yang mengatakan para TKA yang ada di desa Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara yang bekerja di PT Virtue Dragon Nikel Industri berjumlah 319 orang dan yang mengantongi izin 200 orang, ada juga yang menulis berjumlah 612 orang. Informasinya pimplang, tak ditau mana yang benar dan mana yang salah.
Dari pemerintah daerahnya pun, data yang disebutkan juga berbeda. Data Dinas Tenaga Kerja tahun 2016 menyebutkan bahwa jumlah TKA yang ada di Sulawesi Tenggara dengan menggunakan visa ketenagakerjaan mencapai 700 orang, sementara itu data dari Imigrasi Kendari tahun 2016 berjumlah 400 orang. Ini sama-sama data di daerah, belum lagi data dari pusat dan data di daerah yang selama ini diklaim banyak pihak tidak pernah cocok.
Pertanyaannya, manakah data yang akurat? Ini sungguh membingungkan. Khusus untuk kantor Dinas Tenaga Kerja dan Imigrasi berada pada daerah yang sama di Kota Kendari, tetapi dengan data yang berbeda. Jangan-jangan ada penyelundupan para TKA, dengan iming-iming di sogok nih. Pasalnya tiba-tiba saja ada berita 'Sulawesi Tenggara di serbu TKA'. Ini gawat kan, bagi para pencari kerja seperti saya, yang suda kesekian kali melamar kerja tak pernah diterimah alias ditolak.
Informasi, Sulawesi Tenggara di serbu TKA asal Tiongkok adalah informasi media massa. Yang perlu dilakukan pemerintah daerah, dengan mengklarifikasi informasi tersebut, apakah betul Sulawesi Tenggara di serbu TKA. Jika itu memang benar, berapa ratus orang yang masuk tetapi jika tidak, hanya berapa orang yang masuk dengan visa kerja.
Datanya harus akurat, tidak bisa dengan kata orang-orang, atau kata si anu. Karena keakuratan informasi itu penting, agar masyarakat apalagi para pencari kerja tidak risau, tidak membuat revolusi. Pengangguran seperti saya, yang suda mendapat tambahan dibelakang nama saja suda risau, frustasi tinggal di Kendari apalagi dengan pengangguran-pengangguran yang lain.
Dari pemerintah daerahnya pun, data yang disebutkan juga berbeda. Data Dinas Tenaga Kerja tahun 2016 menyebutkan bahwa jumlah TKA yang ada di Sulawesi Tenggara dengan menggunakan visa ketenagakerjaan mencapai 700 orang, sementara itu data dari Imigrasi Kendari tahun 2016 berjumlah 400 orang. Ini sama-sama data di daerah, belum lagi data dari pusat dan data di daerah yang selama ini diklaim banyak pihak tidak pernah cocok.
Pertanyaannya, manakah data yang akurat? Ini sungguh membingungkan. Khusus untuk kantor Dinas Tenaga Kerja dan Imigrasi berada pada daerah yang sama di Kota Kendari, tetapi dengan data yang berbeda. Jangan-jangan ada penyelundupan para TKA, dengan iming-iming di sogok nih. Pasalnya tiba-tiba saja ada berita 'Sulawesi Tenggara di serbu TKA'. Ini gawat kan, bagi para pencari kerja seperti saya, yang suda kesekian kali melamar kerja tak pernah diterimah alias ditolak.
Informasi, Sulawesi Tenggara di serbu TKA asal Tiongkok adalah informasi media massa. Yang perlu dilakukan pemerintah daerah, dengan mengklarifikasi informasi tersebut, apakah betul Sulawesi Tenggara di serbu TKA. Jika itu memang benar, berapa ratus orang yang masuk tetapi jika tidak, hanya berapa orang yang masuk dengan visa kerja.
Datanya harus akurat, tidak bisa dengan kata orang-orang, atau kata si anu. Karena keakuratan informasi itu penting, agar masyarakat apalagi para pencari kerja tidak risau, tidak membuat revolusi. Pengangguran seperti saya, yang suda mendapat tambahan dibelakang nama saja suda risau, frustasi tinggal di Kendari apalagi dengan pengangguran-pengangguran yang lain.
Jumlah pengangguran yang ada di Sulawesi Tenggara setiap tahun bukannya berkurang tetapi selalu mengalami peningkatan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 merilis, jumlah pengangguran di Sulawesi Tenggara pada tahun 2015 sebanyak 63.129 orang dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 1.074.916 orang. Jumlah diatas mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, berjumlah 48.090 orang dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 1.037.419. Artinya setiap ada penambahan jumlah angkatan kerja, jumlah pengangguran juga meningkat.
Hal ini memang mengindikasikan bahwa pemerintah daerah Sulawesi Tenggara tidak dapat menciptakan lapangan kerja bagi penduduknya yang selama ini sudah bertahun-tahun menganggur. Bukan tidak terserap lapangan pekerjaan, tetapi lapangan pekerjaan itu memang tidak ada. Mungkin ada lapangan kerja dengan masuknya para investor khususnya pada bidang pertambangan, namun justru yang bekerja para TKA, bukan kebanyakan penduduk lokal.
Inilah yang menghawatirkan untuk penduduk lokal. Penduduk lokal terlunta-lunta mencari pekerjaan ditanah kelahirannya dan tak kunjung di terima, sementara TKA asing dengan enaknya asal masuk dengan visa yang tidak jelas. Saya bukan anti-TKA, tapi kita seharusnya lebih mementingkan Tenaga Kerja Lokal (TKL) itu sendiri. Nasionalis kita bukan saja dengan lantunan atau hafalan Pancasila, UUD 45, NKRI harga mati, tapi nasionalis dengan memntingkan tenaga kerja kita sendiri. Kita harus nasionalis bahwa para pekerja lokal harga mati, harus diutamakan, bukan sebaliknya dikesampingkan.
Salah satu masyarakat, yang tinggal tidak jauh dari pertambangan di Kabaena, Kabupaten Bombana, menuturkan bahwa para pekerja asing disana sangat banyak. Ada perbedaan informasi dari pemerintah desa dengan kenyataan yang ada dilapangan. Pemerintah desanya terkesan tertutup dengan informasi jumlah TKA-nya bahwa yang bekerja hanya sekitar 70 orang, sementara dilapangan sangat banyak, ada sekitar 300 orang lebih. Mereka lari terlunta-lunta kehutan saat petugas datang untuk menyidak. Kata masyarakat itu, sepertinya mereka memakai visa kunjungan bukan visa kerja. Mereka juga bekerja sebagai kuli, bukan tenaga ahli, katanya.
Ini ironis memang, jika demikian adanya.
Salah satu masyarakat, yang tinggal tidak jauh dari pertambangan di Kabaena, Kabupaten Bombana, menuturkan bahwa para pekerja asing disana sangat banyak. Ada perbedaan informasi dari pemerintah desa dengan kenyataan yang ada dilapangan. Pemerintah desanya terkesan tertutup dengan informasi jumlah TKA-nya bahwa yang bekerja hanya sekitar 70 orang, sementara dilapangan sangat banyak, ada sekitar 300 orang lebih. Mereka lari terlunta-lunta kehutan saat petugas datang untuk menyidak. Kata masyarakat itu, sepertinya mereka memakai visa kunjungan bukan visa kerja. Mereka juga bekerja sebagai kuli, bukan tenaga ahli, katanya.
Ini ironis memang, jika demikian adanya.
Laode Halaidin
Kendari, 4 Januari 2017
0 komentar:
Posting Komentar