ilustrasi dari: travel.detik.com |
Sejak
kecil Jeannette bersama dengan keluarga
tinggal disebuah kota di Nevada yang kaya akan pertambangan. Ayahnya kemudian tdak menyukai daerah itu,
lalu ia memilih berpetualang meninggalkan kota tersebut. Baginya hidup di kota
itu seperti hidup dalam sebuah penjara para mafia. Banyak para korup,
bandit-bandit yang ingin mengakumulasi kekayaan untuk memperkaya diri mereka sendiri. Ayah Jeannette lalu
lebih memilih pergi dan bertempat tinggal di sebuah
daerah yang sunyi dan damai.
Dalam perjalanan yang terus berpindah-pindah itu, ayahnya
selalu bermimpi untuk membangun sebuah istana kaca. Dengan keterampilan yang dia miliki, ia
mencari sebuah daerah yang kaya, lalu berharap menemukan emas untuk membangun
istana kacanya. Namun harapan itu, tinggal harapan, impian itu tinggal
impian, tak pernah membangun
sebuah istana kaca. Ia terjerumus dalam hidup yang mabuk-mabukan dan perjudian.
Namun Jeannetta Walls, menemukan arti rumah istana kaca yang sebenarnya. Mereka
membangun rumah ditempat yang sepi, penuh hutan-hutan yang menyediakan banyak
oksigen. Menurut Jeannetta, istana kaca yang sebenarnya, yang berdiri megah
tidak akan pernah terwujud, tidak akan pernah ada. Ia, lalu mengartikan rumah
istana kaca adalah tempat yang sepi, nyaman, bebas dari para mafia tambang dan koruptor.
Istana
kacanya yang dimaksud
itu ada ditengah-tengah hutan, dirumah gubuknya yang reyot namun bebas meliarkan pikiran.
Itulah istana kaca sebenarnya yang
dianggapnya. Hidup ditengah-tengah
kesunyian yang dapat meliarkan pemikiran,
bukan hidup ditempat yang kaya namun penuh
bandit-bandit yang menimbulkan kemelaratan
sosial.
Mereka
lebih memilih kegelapan, karena seperti yang dikatakan Dylan Thomas bahwa
kegelapan itu adalah jalan sementara cahaya adalah tempat. Ibunya pernah
mengatakan bahwa kehidupan adalah drama yang penuh tragedi dan komedi “kau
harus belajar untuk sedikit lebih menikmati episode-episodenya yang
menggelikan” kata Ibunya. Untuk itulah
mereka lebh memilih terus berpetualang, berpindah-pindah tempat demi menemukan
sebuah tantangan.
Itulah
kisah heroik mereka. Menghindari kenyamanan
adalah sebuah kehidupan. Baginya, kekayaan daerah yang mereka tinggali tidak
akan penah menguntungkan.
Kenyamanan hanya buat mereka yang cengeng, kata Ayahnya disuatu waktu. Mereka
tidak memanfaatkan daerah yang kaya tambang untuk membangun istana kacanya.
Mereka menemukan sebuah alam yang damai, yang tidak ada eksploitasi disitu,
yang menyediakan oksigen yang dihirup setiap
waktu. Istana kaca itu, berupa rumah gubuk
yang terbentang ditengah-tengah alam yang damai, alam yang penuh dengan keliaran.
***
Lain
kisah Jeannette Walls,
lain kisah Nura Lam seorang lelaki yang hidup di daerah yang masih miskin penduduknya.
Daerah yang ditinggalinya belum
berkesejahteraan dengan baik, namun memiliki sumber
kekayaan alam yang sangat melimpah,
terutama kaya akan tambang.
Nura
Lam adalah seorang lelaki yang punya cita-cita tinggi, bekerja keras dalam mewujudkan impiannya. Ia
ingin menjadi pemimpin/penguasa
di daerahnya di suatu waktu.
Sewaktu mahasiswa ia hidup sebagai aktivis, suka berdemonstrasi menolak
kebijakan pemerintahnya yang tidak pro rakyat. Ia sesekali menjadi parlemen
jalanan, berdemonstrasi di ibu
kota negaranya untuk menyuarakan
ketidakadilan, korupsi yang dilakukan oleh
pemerintahan orde baru. Ia juga ikut terlibat dalam gerakan yang menjatuhkan
pemimpin otoriter Soeharto waktu itu.
Seiring dengan perjalaan waktu, kehidupan
aktivis itu lalu mengubah pandangan
hidupnya. Ia mencoba melebarkan
pertemanannya, berkenalan dan bertemu dengan banyak
orang. Dari mulai para aktivis, politisi─pengusaha,
akademisi─pengusaha, sampai dengan para penguasa─pengusaha. Suara yang dulu lantang diperjuangkannya dengan
idealismenya yang tinggi, kini sunyi dan tak terdengar lagi. Ia sedang menyusun
sebuah agenda untuk membangun sebuah kerajaan bisnisnya, yang lalu akan
mengantarkannya menjadi penguasa di daerahnya. Pikiran itulah, yang memengaruhi
ideologinya bahwa untuk menjadi penguasa tidak bisa dibangun dengan kerja stempel
sebagai aktivis semata. Dari perjalanan itu kemudian dapat merubah pandangannya,
bahwa untuk menjadi penguasa ia perlu menjadi pengusaha terlebih dahulu.
***
Nura Lam kemudian menjalani kehidupannya sebagai
pengusaha tambang di daerahnya. Ia membangun relasi dengan pengusaha luar
negeri untuk mengeksploitasi kekayaan tambang di daerahnya. Hubungan relasi
inilah awal kehidupan Nura Lam untuk memulai bermimpi membangun istana kacanya.
Sebagai pengusaha tambang, ia mulai mengenal kemewahan dan kekayaan. Baginya saat
itu, bahwa kekayaan tanpa kekuasaan adalah sangat mustahil untuk membangun
sebuah istana kaca. Itu akan menjadi angan-angan semata, katanya. Ia kini suda
mengenal diri sebagai borjuis mapan, yang sebentar lagi akan berebut kekuasaan
legislatif di daerahnya.
Namun, apakah mimpi Nura Lam untuk menjadi penguasa hanya
sampai di legislatif, anggota DPRD. Tentunya tidak. Ia masih bertekad untuk
berkuasa, ingin menjadi penguasa daerah (Gubernur) agar cakupan kekuasaanya
lebih luas. Disinilah tekad mantan seorang aktivis ini, ingin mengakumulasi
kekayaan lewat kekuasaanya, hingga dapat membangun istana kacanya
berpuluh-puluh istana. Istana kaca itu akan dibangunnya bukan hanya di daerah
sendiri, namun di daerah yang menjadi ibu kota negaranya, negara Indopetaka. Inilah
yang menjadi mimpi-mimpinya sekarang ini.
Bersambung..... (Berlanjut pada kisah ke 2).
0 komentar:
Posting Komentar