03 September 2016

Kisah Nura Lam dan Istana Kacanya (1)

ilustrasi dari: travel.detik.com
Kita mungkin perna membaca sebuah buku “Istana Kaca”, buku karya Jeannette Walls. Dalam kisahnya yang kelam itu, ia menceritakan kehidupan keluarganya yang penuh dengan pertualangan. Buku itu merupakan sebuah kisah nyata. Keluarga Jeannette Walls, ayah dan ibunya beserta dua adiknya hidup berpinda-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Mereka hidup nomaden di daerah Nevada, Arizona, California, San Fransisco hingga Las Vegas.
Sejak kecil Jeannette bersama dengan keluarga tinggal disebuah kota di Nevada yang kaya akan pertambangan. Ayahnya kemudian tdak menyukai daerah itu, lalu ia memilih berpetualang meninggalkan kota tersebut. Baginya hidup di kota itu seperti hidup dalam sebuah penjara para mafia. Banyak para korup, bandit-bandit yang ingin mengakumulasi kekayaan untuk memperkaya diri mereka sendiri. Ayah Jeannette lalu lebih memilih pergi dan bertempat tinggal di sebuah daerah yang sunyi dan damai.
Dalam perjalanan yang terus berpindah-pindah itu, ayahnya selalu bermimpi untuk membangun sebuah istana kaca. Dengan keterampilan yang dia miliki, ia mencari sebuah daerah yang kaya, lalu berharap menemukan emas untuk membangun istana kacanya. Namun harapan itu, tinggal harapan, impian itu tinggal impian, tak pernah membangun sebuah istana kaca. Ia terjerumus dalam hidup yang mabuk-mabukan dan perjudian. Namun Jeannetta Walls, menemukan arti rumah istana kaca yang sebenarnya. Mereka membangun rumah ditempat yang sepi, penuh hutan-hutan yang menyediakan banyak oksigen. Menurut Jeannetta, istana kaca yang sebenarnya, yang berdiri megah tidak akan pernah terwujud, tidak akan pernah ada. Ia, lalu mengartikan rumah istana kaca adalah tempat yang sepi, nyaman, bebas dari para mafia tambang dan koruptor.
Istana kacanya yang dimaksud itu ada ditengah-tengah hutan, dirumah gubuknya yang reyot namun bebas meliarkan pikiran. Itulah istana kaca sebenarnya yang dianggapnya. Hidup ditengah-tengah kesunyian yang dapat meliarkan pemikiran, bukan hidup ditempat yang kaya namun penuh bandit-bandit yang menimbulkan kemelaratan sosial.
Mereka lebih memilih kegelapan, karena seperti yang dikatakan Dylan Thomas bahwa kegelapan itu adalah jalan sementara cahaya adalah tempat. Ibunya pernah mengatakan bahwa kehidupan adalah drama yang penuh tragedi dan komedi “kau harus belajar untuk sedikit lebih menikmati episode-episodenya yang menggelikan” kata Ibunya. Untuk itulah mereka lebh memilih terus berpetualang, berpindah-pindah tempat demi menemukan sebuah tantangan.
Itulah kisah heroik mereka. Menghindari kenyamanan adalah sebuah kehidupan. Baginya, kekayaan daerah yang mereka tinggali tidak akan penah menguntungkan. Kenyamanan hanya buat mereka yang cengeng, kata Ayahnya disuatu waktu. Mereka tidak memanfaatkan daerah yang kaya tambang untuk membangun istana kacanya. Mereka menemukan sebuah alam yang damai, yang tidak ada eksploitasi disitu, yang menyediakan oksigen yang dihirup setiap waktu. Istana kaca itu, berupa rumah gubuk yang terbentang ditengah-tengah alam yang damai, alam yang penuh dengan keliaran.
***
Lain kisah Jeannette Walls, lain kisah Nura Lam seorang lelaki yang hidup di daerah yang masih miskin penduduknya. Daerah yang ditinggalinya belum berkesejahteraan dengan baik, namun memiliki sumber kekayaan alam yang sangat melimpah, terutama kaya akan tambang.
Nura Lam adalah seorang lelaki yang punya cita-cita tinggi, bekerja keras dalam mewujudkan impiannya. Ia ingin menjadi pemimpin/penguasa di daerahnya di suatu waktu. Sewaktu mahasiswa ia hidup sebagai aktivis, suka berdemonstrasi menolak kebijakan pemerintahnya yang tidak pro rakyat. Ia sesekali menjadi parlemen jalanan, berdemonstrasi di ibu kota negaranya untuk menyuarakan ketidakadilan, korupsi yang dilakukan oleh pemerintahan orde baru. Ia juga ikut terlibat dalam gerakan yang menjatuhkan pemimpin otoriter Soeharto waktu itu.
Seiring dengan perjalaan waktu, kehidupan aktivis itu lalu mengubah pandangan hidupnya. Ia mencoba melebarkan pertemanannya, berkenalan dan bertemu dengan banyak orang. Dari mulai para aktivis, politisi─pengusaha, akademisi─pengusaha, sampai dengan para penguasa─pengusaha. Suara yang dulu lantang diperjuangkannya dengan idealismenya yang tinggi, kini sunyi dan tak terdengar lagi. Ia sedang menyusun sebuah agenda untuk membangun sebuah kerajaan bisnisnya, yang lalu akan mengantarkannya menjadi penguasa di daerahnya. Pikiran itulah, yang memengaruhi ideologinya bahwa untuk menjadi penguasa tidak bisa dibangun dengan kerja stempel sebagai aktivis semata. Dari perjalanan itu kemudian dapat merubah pandangannya, bahwa untuk menjadi penguasa ia perlu menjadi pengusaha terlebih dahulu.
***
Nura Lam kemudian menjalani kehidupannya sebagai pengusaha tambang di daerahnya. Ia membangun relasi dengan pengusaha luar negeri untuk mengeksploitasi kekayaan tambang di daerahnya. Hubungan relasi inilah awal kehidupan Nura Lam untuk memulai bermimpi membangun istana kacanya. Sebagai pengusaha tambang, ia mulai mengenal kemewahan dan kekayaan. Baginya saat itu, bahwa kekayaan tanpa kekuasaan adalah sangat mustahil untuk membangun sebuah istana kaca. Itu akan menjadi angan-angan semata, katanya. Ia kini suda mengenal diri sebagai borjuis mapan, yang sebentar lagi akan berebut kekuasaan legislatif di daerahnya.
Namun, apakah mimpi Nura Lam untuk menjadi penguasa hanya sampai di legislatif, anggota DPRD. Tentunya tidak. Ia masih bertekad untuk berkuasa, ingin menjadi penguasa daerah (Gubernur) agar cakupan kekuasaanya lebih luas. Disinilah tekad mantan seorang aktivis ini, ingin mengakumulasi kekayaan lewat kekuasaanya, hingga dapat membangun istana kacanya berpuluh-puluh istana. Istana kaca itu akan dibangunnya bukan hanya di daerah sendiri, namun di daerah yang menjadi ibu kota negaranya, negara Indopetaka. Inilah yang menjadi mimpi-mimpinya sekarang ini.
Bersambung..... (Berlanjut pada kisah ke 2).

0 komentar:

Posting Komentar