Kisah Seorang Nelayan di Purirano

Ini adalah cerita saat saya bertemu dengan nelayan di purirano. Keadaan mereka penuh dengan ketidakadilan.

Kenangan di Puncak Terindah Buton Selatan

Ini adalah bentuk penghayatan, akan indahnya alam. Olehnya itu, alam harus dijaga dengan baik agar kita hidup dalam penuh damai dan tentram.

Menggeluti Ilmu di Perguruan Tinggi

Bersama dengan ilmu pengetahuan kita dapat maju, bergerak dan bersaing dengan pihak-pihak lain. Mari, kita dahulukan pendidikan kita.

Sebuah Perjalanan di Muna Barat

Kami mencari keadilan atas masyarakat yang selama ini teralienasi. Lahan-lahan mereka dipermainkan oleh elit-elit desa, mengeruk keuntungan dengan membodohi masyarakat. Kami menolak dan melawan.

Mencari Keindahan di Danau Maleura

Di danau ini, ada panorama keindahan, yang membuat pengunjung sangat menikmati suasana. Hawa dingin dan air yang jernih dan terdapat banyaknya gua-gua. Ini keren kan. Adanya hanya di Muna.

19 April 2016

Selamat Jalan Nenek Yang Kami Cintai

Hari ini saya merasa kehilangan, disalah satu keluarga besarku. Ditengah gembiranya untuk yudisium sarjana, nenek saya meninggal dunia. Nenek meninggal sekitar pukul tiga subuh. Beberapa bulan terakhir ini nenek sakit-sakitan, yang menyebabkan karena faktor usia. Saat ini umurnya sekitar lebih 80-han tahun. Nenek memang suda banyak melewati asam garam dikehidupan ini.

Keluarga di Kendari dan Makassar semua meluangkan waktu untuk pulang. Dan saya tetap di Kendari sampai dengan pukul 13.00 siang untuk mengikuti yudisium.
Saya sedih lantaran tidak bisa pulang untuk melihat wajah nenek untuk terakhir kali. Saya sedih karena saya tidak bisa melihat nenek dimakamkan diliang kuburnya, yang akan didampingkan dengan kakek yang tercinta. Saya harus mengikuti acara yudisium itu, sebagai langka untuk medapatkan gelar kesarjanaanku. Dan itu harus, meskipun saya dilanda kesedihan karena kedukaan itu.
Nenek, engkau memang terpisah dengan keluarga besarmu, namun tidak untuk jiwamu. Rohmu terbang ke dunia lain, ragamu terkubur dengan tanah, namun darahmu akan terus mengalir ke urat-urat anakmu dan cucumu. Kami semua menggambarkan engkau nenek. Engkaulah bersama kakek yang menciptakan tunas-tunas itu, mulai dari anak-anakmu, cucumu dan cicitmu, yang kemudian mengakar menjadi sebuah keluarga besar.
Nenek, engkaulah yang terpatri dalam jiwa kami. Tanpa nenek dan kakek, mungkin Ibuku tak akan lahir dan suda tentu saya dan semua cucu-cucumu yang lain juga tak akan lahir diperadaban ini. Engkau nenek adalah lautan kehidupan, sama seperti Ibuku yang telah melahirkan aku dan kakek adalah bumi, tanah dan langit yang senantiasa menaungi dan menjagai lautan itu.
Nenek dan kakek, kalian akan bertemu dalam satu alam yaitu akhirat. Mungkin kakek akan bahagia karena telah lama menunggu kedatangan nenek yang suda bertahun-tahun. Kalian akan berdendang disana, berkumpul bersama seperti halnya di dunia. Sementara kami anak-anakmu dan cucu-cucumu akan bersedih, karena telah terpisah oleh jarak dan waktu.
Nenek yang kami cintai dan sayangi, selamat jalan, selamat berjumpa lagi dengan kakek. Kami semua dari keluarga besar akan selalu mendoakan agar nenek dan kakek selalu tenang di alam yang kini ditempati. Kami hanya memanjatkan doa-doa sebagai pengantar dan pemulus jalanmu untuk menuju alam yang bernama akhirat itu. Selamat jalan nek, selamat berjumpa lagi dengan kakek yang kamu cintai, yang selama di dunia menemanimu dengan penuh kesetiaan.
Semoga kalian selalu tenang dan amal ibadah kalian di dunia dapat diterima di sisi yang maha mengenggam.


                                                                                                            La Ode Halaidin
                                                                                                            Kendari, 19 April 2016

Berbaris Kata Dalam Pengantar Skripsiku

MALAM, saya menuliskan pengantar skripsiku dan banyak yang menghinggapi dalam benak pemikiran ini. Yang saya pikirkan pertama adalah kedua orang tuaku dan terutama sekali Ibu saya yang selama ini telah banyak mengorbankan apa yang dimiliki. Tenaga dan waktunya digunakan untuk bertani, demi mencari segepok rezeki untukku yang sedang kuliah di daerah orang lain. Perhatian Ibu adalah sesuatu yang berharga dalam hidup saya. Ibu adalah lentera disetip jalanku yang seringkali dipenuhi duri-duri dalam mengandrungi setiap beban hidupku.

Saya tak akan sanggup membalas semua pengorbanan itu, hingga saya berbuat apapun tak akan bisa membalas budi yang begitu baik dan ikhlas tersebut.
Inilah kiranya penting saya menuliskan catatan ini, sebagai kesan-kesan saya kepada orang-orang yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsiku hingga saya lulus. Saya mengucapkan terimah kasih banyak atas semuanya kepada kedua orang tuaku, saudara-saudaraku, sahabat-sahabatku yang telah banyak membantu baik moril maupun materiil.
Sebagaimana kata pepata, menyelam sambil minum air, penyelesaian skripsi membutuhkan proses yang sangat panjang dan tergolong berat. Kadang kita dihinggapi rasa senang, dan sekejap bosan akan datang dengan tiba-tiba dan juga malas yang tidak pernah lepas dari kekangan, yang seringkali sewaktu-waktu membuat saya memutuskannya dan melepaskan hubungan itu untuk tidak menyelesaikannya. Namun berkat motivasi dan dorongan dari keluarga dan sahabat-sahabat, saya dapat menyelesaikan skripsi yang sederhana itu. Walaupun jalanku penuh onak dan duri, yang selalu menghantam dan menghalangiku untuk menyelesaikannya.
Skripsi yang saya tulis lahir dari proses kerja keras, selama saya menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo Kendari. Skripsi ini juga lahir dari dialog, menerjunkan diri dan mengumpulkan data-data, lalu kemudian saya mencoba analisa. Saya banyak berkecimpung dengan data-data, mengolahnya kemudian mencoba melihat sisi itu dengan relaitas dilapangan. Apa yang kutemukan, kemudian saya mencoba rangkaikan kata demi kata untuk melahirkan karya tulis ilmiah yang bernama skripsi. Meskipun saya akui skripsi ini masih banyak kekurangan dan butuh kesempurnaan dalam peneliti selanjutnya.
Dalam skripsi itu saya mencoba untuk menulis berdisiplin. Mengikuti apa yang menjadi panduan dalam penulisan skripsi yang kemudian lahir sebagai sebuah karya yang sederhana, lalu membuka gerbang kampus UHO untuk memahami dunia yang sebenarnya. Namun dengan hal itu saya akui bahwa seseorang yang menyelesaikan skripsi atau S1 bukan sesuatu hal yang luar biasa atau dapat menunjukan kualitas kesarjaan penyandang gelar. Tapi setidaknya saya telah berusaha melewati masa-masa sulit, yang orang lain tidak mempercayai saya bisa menyelesaikan sekolah sarjana ini karena banyaknya keterbatasan. Saya hampir saja berhenti kuliah karena keterbatasan uang kuliah, hingga saya berusaha mencari beasiswa yang dapat menunjang keberlanjutan kuliahku.
Dengan kesungguhan itu, saya berhasil mendapatkan beasiswa berprestasi tanpa mengemis diloloskan, menyogok atau diuruskan oleh orang lain karena punya kedekatan di birokrasi kampus. Saya berusaha sendiri, meskipun saya akui itu sangat susah dan sering di ping-pong oleh pihak Fakultas dan Universitas. Namun saya punya kesabaran untuk bisa menghadapi semua itu.
***
Banyak duri-duri yang mencoba merong-rong keberlanjutan kuliahku. Dari pertama saya kuliah, keluargaku yang lain suda pesimis bahwa saya tidak bisa melanjutkan dan menyelesaikan kuliahku. Mereka seperti melarang saya untuk kuliah karena orang tuaku tak punya biaya. Namun dengan kesabaran dan keteguhan serta kepercayaan orang tua, saya mencoba untuk berbesar hati. Saya selalu berikhtiar bahwa semuanya pasti saya akan bisa lewati. Saya juga mencoba bekerja untuk mencari uang tambahan kuliahku, mulai dari menjadi kuli bangunan sampai menjadi marketing menjual barang-barang dari kantor orang lain.
Dalam menyelesaikan skripsi itu, saya telah berproses banyak. Tes untuk masuk, proses perkuliahan, berorganisasi, membuat acara diskusi atau dialog, membuat tugas-tugas di BI dan BPS, membaca buku-buku, ujian proposal, ujian hasil hingga ujian skripsi. Semua tahapan itu saya lalui dengan baik dan saya taati apa yang digariksan oleh jurusan saya Ilmu Ekonomi. Dengan kegiatan-kegiatan organisasi saya belajar banyak hal dan dipertemukan dengan aktivis-aktivis dan dosen-dosen yang menjadi guru saya dikampus. Saya mencoba belajar banyak hal kepada mereka, menyerap banyak hikmah dari setiap tetes kata yang mengalir dalam bahasa dan tutur kata mereka.
Perjalanan untuk mendapatkan titel sarjana lahir dari proses yang panjang dan bahkan berdara-dara. Dari proses itu saya mencoba ingin melewatinya dengan baik, agar kelak saya dapat mempunyai kekebalan dalam menghadapi beban hidup yang semakin rumit kedepan. Saya selalu menyiasati diri, membedakan mana yang bisa kupilih dan mana yang tidak bisa kupilih. Mana yang bisa ku beli dan mana yang tidak bisa saya beli. Mana yang penting dan mana yang tidak penting. Saya mencoba untuk efektif dan efisien dalam segala hal, termasuk dalam pemakian uangku. Saya mencoba tidak terpengaruh dengan orang-orang yang suka berfoya-foya sebagaimana kehidupan di kota-kota. Konsumtif dengan segala hal, tanpa memandang kegunaan dan kepentingan dari barang-barang yang dibeli tersebut. Itulah komitmen yang saya pelihara dengan baik, sebagai anak yang lahir di desa.
***
Dari keadaan yang serba kesulitan itu, ada saja orang-orang yang senantiasa mengulurkan tangan untuk membantu saya. Mereka adalah malaikat dalam hidupku, yang selalu menemani harapan, impian dan cita-cita ini kemanapun saya melangkah. Itulah Ibu saya yang selalu berperan penting dalam penyelesaian skripsi ini. Saya menjalani kuliah, dengan sangat memberatkan Ibu. Ibu setiap hari berkebun, menanam sayur-sayuran untuk kemudian dijual ke pasar. Uang dari hasil penjualan itu, sebagian Ibu menabungnya dan sebagiannya lagi Ibu mengirimkannya untukku, sebagai tambahan untuk mencukupi kebutuhan kuliahku. Itulah kecerdasan Ibu saya, yang hanya seorang petani dari desa yang sangat miskin. Ibu mencoba memberikan dan membukakan masa depan untuk anak-anaknya lewat pendidikan.
Ibu adalah mercusuar dalam kehidupanku, yang senantiasa memberikan cahaya pertolongan setiap kali saya tersesat pada jalan kegelapan. Ibu adalah cahaya matahari yang senantiasa menerangi bumi tanpa rasa perih dan terpedaya. Ibu adalah monumen kebajikan, yang selalu memberikan serpihan nasehat dan motivasi untuk kebangkitan dan kebaikan masa depan anaknya. Disaat saya melemah, Ibu hadir dengan segepok ungkapan nasehat bahwa dunia terus berputar dan samudra kebaikannya tak akan pernah surut. Anaknya akan berhenti jika dunia berhenti, jika kita tidak berusaha maka berarti kita suda mati. Maka kita harus bangkit dalam segala keterbatasan itu.
Selain Ibuku, yang bersumbangsi dalam penyelesaian skripsiku ini adalah kakaku Gasrudin. Dikalah saya mempunyai keterbatasan, dia selalu menawarkan dengan caranya sendiri agar saya tetap bertahan dengan kuliahku. Dia hanyalah seorang Prajurit TNI yang juga mempunyai keterbatasan uang. Namun dia jugalah orang yang selalu mempunyai kepekaan terhadap saya, memberikan bantuan dikalah saya sedang goyah. Dia memilki semangat juang, sebagaimana yang tertanam dalam dirinya sebagai Prajurit TNI. Apapun dan dalam keadaan apapun dia akan berusaha keras untuk bisa memangku agar saya dapat berdiri tegak, menatap lurus kedepan untuk menyelesaikan skripsiku. Setiap saya memikirkan Ibuku dan kakakku, saya malu terhadap diriku sendiri. Kepada Ibuku, saya malu karena sampai saat ini saya belum bisa membahagiakannya dan tak bisa berbuat banyak. Sementara kakaku dia telah banyak membantu saya dalam bentuk finansial yang seharusnya digunakan untuk menghidupi keluarga kecilnya, dan samapai saat ini juga saya belum bisa memberikan dan berbuat banyak untuk keluarga kecilnya.
Selain dari keluargaku, orang-orang yang senatiasa berperan penting dalam penyelesaian skripsi ini adalah sahabat-sahabatku dan teman-teman seangkatan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan terutama di Jurusan Ilmu Ekonomi. Saya berterima kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu. Motivasi dan dorongan kalian semua sangat bermanfaat buatku, yang beberapa bulan saya sempat berhenti untuk menyelesaikannya. Sahabat-sahabat itu adalah Tamsyl, Mardamin, Razak, Prawindi, Eko Sudrajat, La Ode Kadar, Ajal Saputra, Yusdin Tangkesi, Mustaqim Loga, Sabarudin yang selalu menyuruh saya untuk cepat-cepat selesai. Bersama merekalah saya banyak berdiskusi dan belajar banyak hal terutama dalam berorganisasi. Juga teman-teman seangkatan Ilmu Ekonomi, Marhum, Laode Zainudin, Indra, Reka, Hasan, Made, Murphy Ruanda, Ayu, Melis, Cica, Trisno, Candri Maharani, Jusna, Nonong dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu dalam tulisan ini. Kalianlah teman-teman yang baik, yang selalu menerima persahabatan denganku apa adanya.
Untuk sepupu-sepupuku, Ade, Helda, Cilong dan Adeku Nini Asriani yang selalu mengerti dan memahamai diriku menyiapkan kopi pada saat saya mengerjakan penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kalian adalah sepupu yang baik, yang tidak bisa saya lupakan. Juga sahabat-sahabat Wayong, teman nongkrong di kedai kopi untuk nonton bola bersama, Arjun, Mardan, Sufi, Randa, Eka, Aan, terima kasih atas kebaikannya yang selalu mentraktir kopinya.
Juga tak terhingga, rasa terima kasihku kepada orang-orang yang telah memberikan sumbangsi dalam penyelesaian skripsi ini. Saya beri penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua pembimbing saya, Dr. Hj. Rostin dan Dr. La Ode Suriadi yang telah memberikan jalan yang mulus dan tidak menyusahkan untuk selalu bertemu dalam konsultasi perbaikan proposal, hasil dan skripsiku. Ditengah kesibukannya, mungkin saya telah banyak menganggu waktu mereka. Saya juga mungkin agak mengecewakan dalam penyelesaian skripsi ini. Namun dengan adanya keterbatasan itu, mereka mencoba memaklumi atas hasil karya skripsiku. Saya akui masih banyak kekurangan dalam skripsi ini dan masih butuh penyempurnaan. Namun inilah langka dan pijakan awal saya untuk selalu belajar dalam mengandrungi luasnya samudra pengetahuan. Sumbangsi mereka adalah sesuatu hal yang berharga dalam hidupku dan tak bisa saya lupakan.
Tak lupa, juga segalah rasa terima kasihku kepada dosen Kak Syamsul Anam Ilahi, yang telah banyak memberikan masukan pemikiran selama saya kuliah. Dialah yang memperkenalkan kami tentang dunia membaca dan menulis. Dialah yang banyak mengajarkan kami tentang kerja-kerja dalam organisasi. Dia jugalah yang memperkenalkan kami dengan penulis asal Buton Kak Yusran Darmawan. Sehingga di dalam tulisan ini, saya pantas memberikan penghargaan juga kepada Kak Yusran Darmawan yang telah menginspirasi kami lewat tulisan-tulisannya yang selalu mengalir dan buku-buku bacaanya yang selalu memikatku untuk menyusuri tokoh-tokoh buku untuk mencarinya.
Dan pada akhirnya, skripsiku bukanlah sesuatu yang baru dan masih banyak kekurangan didalamnya. Seperti kata orang-orang, tidak sesuatu yang baru dibawah matahari ini. Sama halnya dengan skripsiku. Saya menyerahkan kepada pembaca untuk menilainya, kritiknya dan saran-saranya sangat saya perlukan sebagai bentuk penyempurnaan dikemudian hari.

                                                                                                            La Ode Halaidin
                                                                                                            Kendari, 19 April 2016

08 April 2016

Tentang Dua Sosok Guru

JIKA setiap orang selalu rendah hati dan terbuka pada setiap orang yang ingin selalu belajar kepadanya, sosok tersebut akan menjadi panutan atau cerminan bagi banyak orang. Dalam hidup, manusia pun ingin selalu mencari sosok-sosok yang diinginkannya, mempelajari kehidupan dalam keseharian mereka, lalu sosok tersebut menjadikannya guru, sebagai penjaga dan inspirasi dalam setiap perjalanan hidup kedepannya.
Saya ingin mengatakan perkataan seperti ini “tidak semua guru dapat menjadi guru, namun seseorang yang tidak menjadi guru dapat menjadi guru”. Kita dapat menemukan orang-orang yang bertitel tinggi dengan bergelarkan Profesor, Doktor, Phd dan gelar tinggi lainnya. Namun apakah mereka dapat menjadi guru? Kita dapat menjawabnya ia dan juga tidak. Jawaban ia, buat mereka yang selalu mendengarkan ceramahnya diruangan-ruangan kelas. Inilah namanya guru ruangan atau kelas. Kita hanya dipertontonkan dan diperdengarkan dengan penjelasan teori diruangan. Dan diluar itu mereka enggan untuk mengeluarkan teori yang bisa memupuk semangat mahasiswa untuk menghadapi realitas kehidupan.
Orang-orang yang bergelar tinggi seperti ini kadang merasa suda sampai dipuncak ilmu pengetahuan. Mereka suda merasa besar dan otak kepala mereka penuh dengan pengetahuan. Sehingga terkadang mereka tidak ingin menjalin komunikasi, berdiskusi, belajar bersama atau mendengarkan apa yang menjadi keluh-kesah seorang mahasiswa. Bahkan hanya sekedar menunjukan jalan untuk mahasiswa pun, ogah untuk dilakukan. Orang-orang seperti ini tidak welcome kepada orang-orang yang tidak sederajat dengannya. Mereka hanya mau menerima orang-orang yang berstatus atau bertitel tinggi dan sepadan dengannya.
Kita dapat menyaksikan sebagian orang-orang seperti ini di kampus-kampus. Mereka berjalan seperti keberatan, terbebani karena banyaknya ilmu pengetahuan. Namun tak satu pun yang kita lihat tulisan bebas atau opini yang wara-wiri di dunia maya atau disampul buku. Mereka adalah orang-orang yang ego dan besar kepala. Mereka hanyalah guru ruangan atau kelas tidak lebih lebih daripada itu. Apalagi menjadi panutan dan cerminan bagi banyak orang, sama sekali tidak. Inilah jawaban untuk tidak, bagi seorang guru tetapi sesungguhnya ia bukan guru pada setiap seseorang.
***

Saya teringat dan selalu terbayangkan tentang dua sosok guru yang selalu memupuk semangatku untuk selalu belajar tentang banyak hal. Yang satu secara langsung dan yang satunya lagi tidak secara langsung. Dua sosok guru itu adalah Syamsul Anam Illahi dan Yusran Darmawan. Dua sosok ini adalah orang-orang yang berilmu pengetahuan, mempunyai kecerdasan, namun tak pernah besar kepala dan selalu menganggap diri mereka telah berada pada puncak pengetahuan. Mereka adalah orang yang selalu belajar tentang banyak hal, orang yang selalu belajar bersama siapa saja dan kepada siapa saja. Mereka adalah dua sosok guru yang rendah hati dan selalu welcome kepada orang-orang yang ingin belajar bersamanya.

Tengah, Syamsul Anam Ilahi, Kanan Patta Hindi Asis.
Saya cukup mengenal tentang dua sosok guru ini. Bagi mereka ilmu pengetahuan adalah jalan pengabdian akan perubahan sosial dimasyarakat. Pengabdian itu, bukan saja didalam ruangan, tetapi diluar daripada itu. Saya banyak bercerita tentang banyak hal dengan sosok guru Syamsul Anam Ilahi. Salah satunya, ia selalu menyeruhkan kepada kami untuk selalu belajar dan banyak membaca buku-buku. Baginya memupuk mahasiswa agar berkepribadian labih baik dan cerdas adalah salah satu bentuk pengabdiaanya terhadap masyarakat. Ia tidak hanya ingin mengajarkan tentang teori-teori diruangan. Ia mencoba memotivasi dan menginspirasi mahasiswa di luar ruangan agar para mahasiswanya menjadi orang-orang yang berkepribadian cerdas.
Baginya mungkin membincangkan teori diruangan kelas, sama pentingnya memberikan mahasiswa jalan dan motivasi sebagai penggerak mereka dikemudian hari untuk menghadapi kenyataan kehidupan.
Itulah yang ku tangkap dari sosok Syamsul Anam Ilahi. Orang yang selalu memancarkan aura positif, rendah hati dan terbuka kepada siapa pun yang ingin belajar bersamanya. Termasuk pribadi saya sendiri yang bukan siapa-siapa dan mempunyai banyak kekurangan. Saya banyak belajar dari sosok guru yang satu ini. Saya banyak belajar menyerap hikmah, dari setiap diskusi yang kami lakukan dengannya. Saya banyak mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru, tentang bagaimana menyikapi hidup yang penuh dengan hiruk-pikuk perjalanan yang tanpa ujung.
Sosok guru kedua adalah Yusran Darmawan. Seorang penulis yang bertangan dingin, berilmu pengetahuan, tetapi tidak pernah merasakan dirinya berada dipuncak pengetahuan. Ia juga adalah sosok yang rendah hati. Ia adalah seseorang yang haus akan ilmu pengetahuan, dan selalu belajar banyak hal kepada siapa pun dan diaman pun. Ia pernah mengatakan, bahwa semua lingkungan adalah tempat belajar dan setiap orang adalah guru. Di setiap tulisannya, ia selalu mengajak kita untuk selalu belajar menyerap hikmah dan hal-hal baru pada kehidupan.

Yusran Darmwan. Sumber dari: http://www.timur-angin.com.
Saya masih teringat tentang sosok Yusran Darmawan, yang waktu itu berkunjung di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dimana saat ini tempat saya dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi. Saat itu ia datang dengan Syamsul Anam. Dua sosok guru ini adalah teman akrab sejak kuliah di Universitas Hasanudin Makassar. Meskipun kami hanya bertemu dua kali dengan sosok guru Yusran Darmawan, namun saya cukup akrab dengan sosok ini terutama di blog pribadinya. Saya sering membacanya dan tak pernah ketinggalan dalam setiap postingannya.
Banyak hal yang saya pelajari dari sosok Yusran Darmawan terutama dalam dunia kepenulisan. Saya mencoba menyerap hal-hal baru, pengetahuan-pengetahuan baru yang terus menggugah dalam setiap tulisan-tulisannya. Baginya, tanpa banyak membaca, kita tidak bisa menulis. Membaca dan menulis dijadikan sesuatu hal yang tidak terpisahkan. Ia selalu mengajak setiap orang untuk terus banyak belajar, membaca buku-buku dan kemudian menuliskannya.
Di blog pribadinya kita dapat membaca, betapa romantisnya ia merangkai kata-kata tentang menulis. Baginya menulis adalah proses meditasi. Menulis adalah proses menajamkan semua insting dan indra dalam interakasi dengan semesta. Menulis adalah keheningan yang memekakan telinga kita untuk mendengar setiap tetes air dan dawai yang lirih dikesunyian. Menulis adalah proses menyatu dengan alam, proses menagkap gerak spontan semesta dan kemudian dilukis dalam kata. Menulis adalah upaya menangkap makna, mengikatnya, kemudian mengabadikannya. Kata-katanya yang menarik ini dapat dilihat di blog pribadinya di SINI http://www.timur-angin.com.
Secara tidak langsung sosok Yusran Darmawan adalah guru dari semua guru yang mengajarkan saya tentang kejernihan untuk melihat dunia. Kehidupan dunia dipenuhi oleh banyak hal yang perlu kita serap, kita pelajari, lalu kemudian kita mencoba mengaplikasikannya pada masyarakat luas. Harapan kita adalah demi terwujudnya sebuah tatanan yang baik dan perubahan sosial pada kehidupan masyarakat. Inilah, bentuk empati seseorang pada kemanusiaan. Perubahan yang dilakukan dengan gerak yang senyap dalam tetes setiap tulisan.
                                                                                   
                                                                                                Laode Halaidin
                                                                                                Kendari, 8 April 2016