Ilustrasi
Jika
kita menanyakan kepada semua orang, apakah engkau suka kemudahan dan berpaling
pada sesuatu yang terlalu sukar/kesusahan? Jawabannya kira-kira sekitar 85 persen semua orang
akan menjawab, mereka suka kemudahan. Orang-orang seperti ini akan beranggapan
bahwa dengan kemudahan mereka akan mencapai sesuatu dengan muda alias gampang,
instan dan tidak membikin pusing kepala ini sampai akhirnya kita tak bisa
tidur. Dengan kemudahan waktunya tak akan banyak terbuang dengan yang susah itu
dan bisa menikmatinya dengan bersenang-senang.
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita bisa mengambil beberapa contoh misalnya pencarian
judul skripsi. Kita terkadang tidak menginginkan judul yang terlalu menyusahkan
kita atau mungkin pembimbing yang tidak memaukan itu karena mungkin dianggap
kita tak mampu untuk menyelesaikannya. Akhirnya kita diberikan jalan pintas
atau kemudahan dengan diberikan judul yang gampang/mudah agar nanti tak banyak
yang menghalangi atau menyusahkan jalan kita untuk mencapai yang bernama wisuda
itu.
Bagi
saya, berjalan lancarnya untuk penyelesaian sebuah skripsi tergantung pada
ukuran metedologi penelitiannya. Jika ukuran metedologi untuk penelitian itu
jelas dan terarah maka yang kita perjuangkan juga jelas dan tak akan mengarah
pada tempat lain. Apabila ukuran meteodolgi yang kita gunakan salah maka kita
telah memperjuangkan sesuatu yang salah. Saya kira selama judul skripsi
mempunyai meteodologi yang jelas untuk di ukur yang kemudian dapat menghasilkan
suatu penelitian yang bermanfaat, mengapa tidak. Jika hal itu misalnya
menyusahkan kita, itulah sebuah proses untuk kemudian mencarikan jalan
menyelesaikannya. Titik…..
Pada
konteks lain misalnya mahasiswa yang menjadi benalu. Mahasiswa seperti ini mudah
sekali terkurung dengan kenyamanan yang dimiliki, tak berjiwa sosial dan
biasanya anak-anak mami yang berumah diatas angin. Mereka suka kemudahan dan
tak mau berproses. Mereka menginnginkan hidupnya serba instan. Kesusahan bagi
mereka merupakan benteng penghalang yang seringkali menggerogoti nafsu manja
mereka untuk ber-foya-foya.
Mahasiswa
seperti ini terkadang suka menyusu, mengharapkan Bokap dan Nyokap yang mencarikan
jalan hidupnya. Bagi mahasiswa ini, hidup itu jangan dibuat kesusahan toh kita
suda diberikan sesuatu yang jelas oleh Bokap dan Nyokap dan tinggal duduk dan
menikmatinya saja. Hidup bagi mereka bukan sebuah perjuangan, bukan juga sebuah
proses untuk kemudian akan mematangkan diri kita di kemudian hari. Kesusahan bagi
mereka adalah ironis, yang diperutungkan bagi mereka-mereka yang tidak bernasib
baik dan kemudahan adalah hanyalah ruang mereka pada setiap jejak langka
kehidupannya.
Inilah
sebuah realitas yang sampai hari ini masih banyak kita temukan pada masyarakat
Indonesia. Mahasiswa yang merupakan sebuah generasi muda penunjuk jalan terang
sebuah bangsa tak terlepas dari budaya kemudahan ini. Oleh generasi tua
dikampus dalam hal ini dosen-dosen, muda sekali mengkonstruktivis ini bahwa
semua mahasiswa suka sekali dengan kemudahan.
Budaya
ini turun-temurung berlanjut, dan generasi tua (dalam hal ini dosen-dosen) di
kampus-kampus membudayakan kemudahan ini. Di berikan judul, atau di susunkan
skripsinya suda menjadi pemandangan yang biasa di kampus-kampus. Saya menyaksikan
dan mengalaminya sendiri, namun saya tetap pada sikap saya dan menolak hal ini.
***
Ketika
seorang sahabat menyuruh saya untuk menerima judul yang diberikan oleh dosen
pembimbing, saya katakan saya tetap menolak. Saya mengatakan bahwa di sini saya
ingin berproses dan mau belajar untuk menyelesaikan sebuah penelitian dan itu
harus judul yang saya usulkan. Selanjtnya saya katakan, judul yang saya usulkan
mempunyai meteodologi yang jelas dan itu layak untuk dijadikan sebuah
penelitian skripsi. Seorang sahabat mengatakan, tapi teman-teman yang lain
banyak yang seperti itu, dikasikan judul. Saya jawab, iya itu mereka dan mereka
berbeda dengan saya.
Pada
akhirnya godaan budaya kemudahan atau yang serba instan itu, tak pernah lepas
dari perjalanan hidup seseorang. Semua terkungkung dalam mental-mental yang
muda kropos, yang gampang pecah alias menyerah. Mental mahasiswa hari ini
adalah mental kerupuk bercampur cabe yang tak tahan akan susahnya dalam
berproses dan suka mendambakan kemudahan dalam setiap jejak langka
perjalanannya. Mereka tak punya sikap daya kritis dan menolak, mengiyakan dalam
setiap omongan yang tua-tua ini dan akhirnya kita seperti sebuah obyek yang
kosong dan tak punya isi.
Sedangkan
generasi tua hari ini adalah generasi yang di didik dan lahir dengan mental
cabe yang kelihatan pedis, warnah merah seperti sikap pemberani namun setelah
lepas dari pohonnya cepat layu dan lama-lama busuk. Yang lebih parah lagi cabe
ini akan mengajarkannya pada cabe-cabe yang lain hingga turun-temurun. Inilah
yang dianggap sebagai pembudayaan mental-mental cabe hingga budaya seperti ini
sampai kapanpun tak akan pernah habis terkikis oleh zaman.
Ia,
hari ini memang kita terlahir dari generasi yang suka serba instan, tak
menghargai sebuah proses dan tak tahan banting. Dari generasi ke generasi
sampai hari ini kita sering dihidangkan dengan cerita-cerita keberhasilan,
kepahlawanan, kecerdasan seseorang serta motivasi-motivasi seperti Mario Teguh
yang heroik. Namun, terkadang orang-orang lupa bahwa mereka mencapai segalanya
bukan dengan kemudahan-kemudahan seperti yang dipikirkan. Mereka berani
berbenturan dengan kesusahan, menyelam dan berjalan bersama kesusahan demi
mencapai setitik cahaya yang kelak dapat meneranginya digubuk kehidupannya.
Kemudahan
bagi mereka seperti jalan terang yang mengarahkannya pada kesenangan-kesenangan
kecil di kehidupannya dan sering mereka agungkan sedangkan kesusahan seperti
suasana gelap yang mempunyai jerat-jerat penyiksa dan jurang lumpur yang pekat
dan mereka hindari. Mereka seringkali terbiasa dengan kemudahan itu sehingga
ketika kesusahan melingkupi, menghindari adalah jalan terbaik dan tak mau bertarung
dengan kesusahan itu.
Menghindari
memang sesuatu yang baik, namun kita miskin proses pembelajaran hidup yang
kelak menjadi tameng-tameng yang akan membuat kita kokoh dan tak gampang roboh.
Kesusahan adalah bagian dari titik balik kemudahan. Dengan kesusahan kita punya
kekebalan dan tak akan kropos dan bahwa hal-hal yang susah adalah bagian dari
proses di kehidupan ini.
Jadi
generasi tua, tak perlu membudayakan mental-mental cabe yang justru akan
memperlemah generasi muda saat ini. Rhenald Kasali
bilang
“Pendidik bukanlah hanya
menyampaikan teori namun dengan kemampuan mewadahi keingintahuan, memperbaiki
watak dan karakter dan membentuk masa depan mereka adalah sama pentingnya
dengan mempraktikan teori”.
La
ode Halaidin
Kendari,
20 Oktober 2015
Sumber
Gambar : zonanesia.com
0 komentar:
Posting Komentar