Ilustrasi
Kita memang
butuh kemauan yang mengebuh-ngebuh jika hendak melakukan sesuatu. Jika kemauan
itu mati, meskipun kita bernapas sebenarnya kehidupan itu suda tak ada lagi.
Tentu kemauan yang didorong oleh hasrat jiwa maupun hati kita, dan emosi yang
meluap-luap lebih tinggi ketika sayap-sayap semangat kita hendak dipatah-patahkan.
Yahh…hanya kemauanlah yang akan terus mendorong kemajuan kita, semangat serta
motivasi untuk terus hidup, melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat untuk
lingkungan sekitar kita.
Kadangkala ketika kita hendak membuat suatu karya atau belajar merangkai kata-kata dalam sebuah tulisan, semangat itu ada. Namun, semangat itu akan rapuh hanya dengan sekejap ketika kemauan itu musnah dalam diri kita. Iyaa…musnah bagai ditelan sang bumi yang perkasa di kegelapan malamnya dan tak menyisakan harapan apapun untuk hanya sekedar memacu kita untuk tegak berdiri.
Kadangkala ketika kita hendak membuat suatu karya atau belajar merangkai kata-kata dalam sebuah tulisan, semangat itu ada. Namun, semangat itu akan rapuh hanya dengan sekejap ketika kemauan itu musnah dalam diri kita. Iyaa…musnah bagai ditelan sang bumi yang perkasa di kegelapan malamnya dan tak menyisakan harapan apapun untuk hanya sekedar memacu kita untuk tegak berdiri.
Itulah
penghancur hati dan jiwa kita yang
sesungguhnya. Hidup kita hancur ketika nurani dan naluri tak lagi singggah
direlung hati kita. Hidup kita hancur ketika tak melihat kemegahan dunia yang
terus menyimpan berbagai misteri di dalamnya. Hidup kita hancur ketika tak
menyimpan satu tetes cinta pun terhadap kehidupan. Dan semua akan terasa
kosong. Kosong dan hambar lalu kitapun hidup seperti tidak ada rmanfaatnya.
Bunga-bunga
mawar dengan kelopaknya yang indah, seperti di taman surga yang menarik
perhatian banyak orang yang sering berseliweran, kini tak menarik lagi. Semua
terasa layu. Layu bagaikan di sinari pengapnya matahari di musim panas dan tak
mendapatkan setetes air pun di akarnya. Bunga-bunga itupun kian hari kian berguguran.
Bunga-bunga itu berguguran karena tak pernah dipupuk dengan cinta oleh alam kehidupan.
Cinta.
Iya cintalah yang terus membangun semangat itu. Cintalah yang akan terus memacu
kita, untuk terus mendayung menyelami sengitnya kehidupan. Cinta akan
kehidupan, dan cinta apapun yang ada di alam ini. Karena dicinta dan mencintai
itu menganggap manusia terus punya arti., punya harga dan punya eksistensi
dalam kehidupan. Dan kemauan untuk hidup akan terus ada jika terus dibutuhkan
oleh lingkungan. Memberi manfaat seperti setitik embun yang kemudian menjalar
pada akar-akar pohon yang kering, kemudian menjadi rindang dengan dedaunan yang
hijau.
Terkadang
tak ada kemauan untuk hidup, ketika segala tujuan kita tak tercapai, merasa
frustasi dan tak dapat menyelesaikan problem yang ada dalam jiwa kita. Sehingga
hambarlah melihat kehidupan ini. Hidup ini memang terasa pahit, sulit namun
kita tak semestinya kita membuatnya sesulit dan sepahit itu lagi. Cukuplah kita
menjalaninya seperti halnya filososfi matahari yaitu apapun yang terjadi kita
akan selalu bersinar membawa kehangatan bagi kehidupan manusia. Iyaa….seperti
itulah sesungguhnaya kita harus menjalani kehidupan ini.
Kita
harus terus memakai kompas kehidupan, terus bergerak melaju dengan penuh tujuan.
Berlayar seperti kapal-kapal layar yang sedang mencari ikan-ikan yang indah, atau
mencari ikan-ikan yang hanya sebagai penghidupan mereka, yang selalu
lalu-lalang melintasi laut tanpa merasakan terik panasya matahari dan derasnya
gelombang. Hasrat mereka ada karena melihat kehidupan adalah sebuah momen yang
harus terus ditatap, ditantang, meskipun itu panas, meskipun itu pahit, dan
meskipun itu sakit.
Itulah
cintanya akan kehidupan. Mencintai kehidupan sama halnya memupuk hidup kita,
menciptakan akar-akar yang kokoh dibawah tanah, yang kemudian melebarkan
ranting-rantingnya yang menjuntai kelangit biru sehingga angin sekeras apapun
bertiup tak akan bisa merobohkannya atau sekedar mematahkan
ranting-ranting itu.
Sebab
jika kita tak mencintainya maka kita akan mengalami kegagalan, tak mampu
berdiri, tak mampu berkarya karena fisik kita dilumpuhkan oleh ketidakberdayaan
hasrat kita. Kita tak akan pernah memetik buah-buah yang ranum dengan ranting-ranting
yang menjuntai di pohon kehidupan itu. Dan oleh karena itu sepertinya kita
harus lebih mencintai hidup ini. Seperti dalam syair Chairil Anwar berjudul “AKU”
yang “Ingin hidup seribu tahun lagi”.
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Bagaimana hidup anda hari ini, apakah anda
mencintainya……..
La
ode Halaidin
Kendari
6 mei 2015
0 komentar:
Posting Komentar