06 Mei 2015

Cinta Merupakan Motor Kehidupan

                                                                                        Ilustrasi


Kita memang butuh kemauan yang mengebuh-ngebuh jika hendak melakukan sesuatu. Jika kemauan itu mati, meskipun kita bernapas sebenarnya kehidupan itu suda tak ada lagi. Tentu kemauan yang didorong oleh hasrat jiwa maupun hati kita, dan emosi yang meluap-luap lebih tinggi ketika sayap-sayap semangat kita hendak dipatah-patahkan. Yahh…hanya kemauanlah yang akan terus mendorong kemajuan kita, semangat serta motivasi untuk terus hidup, melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat untuk lingkungan sekitar kita.

Kadangkala ketika kita hendak membuat suatu karya atau belajar merangkai kata-kata dalam sebuah tulisan, semangat itu ada. Namun, semangat itu akan rapuh hanya dengan sekejap ketika kemauan itu musnah dalam diri kita. Iyaa…musnah bagai ditelan sang bumi yang perkasa di kegelapan malamnya dan tak menyisakan harapan apapun untuk hanya sekedar memacu kita untuk tegak berdiri.

Itulah penghancur hati dan  jiwa kita yang sesungguhnya. Hidup kita hancur ketika nurani dan naluri tak lagi singggah direlung hati kita. Hidup kita hancur ketika tak melihat kemegahan dunia yang terus menyimpan berbagai misteri di dalamnya. Hidup kita hancur ketika tak menyimpan satu tetes cinta pun terhadap kehidupan. Dan semua akan terasa kosong. Kosong dan hambar lalu kitapun hidup seperti tidak ada rmanfaatnya.

Bunga-bunga mawar dengan kelopaknya yang indah, seperti di taman surga yang menarik perhatian banyak orang yang sering berseliweran, kini tak menarik lagi. Semua terasa layu. Layu bagaikan di sinari pengapnya matahari di musim panas dan tak mendapatkan setetes air pun di akarnya. Bunga-bunga itupun kian hari kian berguguran. Bunga-bunga itu berguguran karena tak pernah dipupuk dengan cinta oleh alam kehidupan.

Cinta. Iya cintalah yang terus membangun semangat itu. Cintalah yang akan terus memacu kita, untuk terus mendayung menyelami sengitnya kehidupan. Cinta akan kehidupan, dan cinta apapun yang ada di alam ini. Karena dicinta dan mencintai itu menganggap manusia terus punya arti., punya harga dan punya eksistensi dalam kehidupan. Dan kemauan untuk hidup akan terus ada jika terus dibutuhkan oleh lingkungan. Memberi manfaat seperti setitik embun yang kemudian menjalar pada akar-akar pohon yang kering, kemudian menjadi rindang dengan dedaunan yang hijau.

Terkadang tak ada kemauan untuk hidup, ketika segala tujuan kita tak tercapai, merasa frustasi dan tak dapat menyelesaikan problem yang ada dalam jiwa kita. Sehingga hambarlah melihat kehidupan ini. Hidup ini memang terasa pahit, sulit namun kita tak semestinya kita membuatnya sesulit dan sepahit itu lagi. Cukuplah kita menjalaninya seperti halnya filososfi matahari yaitu apapun yang terjadi kita akan selalu bersinar membawa kehangatan bagi kehidupan manusia. Iyaa….seperti itulah sesungguhnaya kita harus menjalani kehidupan ini.

Kita harus terus memakai kompas kehidupan, terus bergerak melaju dengan penuh tujuan. Berlayar seperti kapal-kapal layar yang sedang mencari ikan-ikan yang indah, atau mencari ikan-ikan yang hanya sebagai penghidupan mereka, yang selalu lalu-lalang melintasi laut tanpa merasakan terik panasya matahari dan derasnya gelombang. Hasrat mereka ada karena melihat kehidupan adalah sebuah momen yang harus terus ditatap, ditantang, meskipun itu panas, meskipun itu pahit, dan meskipun itu sakit.

Itulah cintanya akan kehidupan. Mencintai kehidupan sama halnya memupuk hidup kita, menciptakan akar-akar yang kokoh dibawah tanah, yang kemudian melebarkan ranting-rantingnya yang menjuntai kelangit biru sehingga angin sekeras apapun bertiup tak akan bisa merobohkannya atau sekedar mematahkan ranting-ranting  itu.

Sebab jika kita tak mencintainya maka kita akan mengalami kegagalan, tak mampu berdiri, tak mampu berkarya karena fisik kita dilumpuhkan oleh ketidakberdayaan hasrat kita. Kita tak akan pernah memetik buah-buah yang ranum dengan ranting-ranting yang menjuntai di pohon kehidupan itu. Dan oleh karena itu sepertinya kita harus lebih mencintai hidup ini. Seperti dalam syair Chairil Anwar berjudul “AKU” yang “Ingin hidup seribu tahun lagi”.


Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

           Bagaimana hidup anda hari ini, apakah anda mencintainya……..


                                                                                              La ode Halaidin
                                                                                           Kendari 6 mei 2015


           

0 komentar:

Posting Komentar