Cinta itu ibarat pentas panggung, yang lakonnya dimainkan
antara dua pasang manusia, laki dan perempuan, berkomunikasi dalam sebuah
narasi tentang mimpi-mimpi, cita dan harapan. Ada yang menginginkan orang baik,
namun pada kenyataannya dianggap jahat, hanya nafsu belaka. Ada manusia yang
kuat, tetapi tak dapat menjaga pasangannya. Ada manusia yang tampan, cantik,
ada pula manusia yang dianggap ‘biasa aja’.
Ada yang cerdas, pintar tetapi ada juga yang tidak....(Oon). Dan terakhir, ada
hitam dan ada pula yang berkulit putih.
Kita manusia disodorkan dengan banyak opsi, berbagai macam
aneka pilihan. Perempuan menginginkan ketampanan, kesetiaan dan kemapanan dari
laki-laki. Sementara laki-laki memilih kecerdasan, kecantikan, kesalehan dan
juga kesetiaan pada pihak perempuan. Pada intinya, dua-duanya sama;
menginginkan suatu kesempurnaan cinta (aahh....kaya film di tv Net saja).
Tetapi dapatkah kita mengejar lalu menggenggam kesempurnaan
itu! Atau jangan-jangan kesempurnaan itu, tidak ada sama sekali.
Namun jika berbicara mengenai perempuan, memang tak terlepas
dengan penuh kerumitan. Laki-laki membutuhkan perempuan yang dinilainya cocok,
mulai dari hobi hingga prilaku. Hal ini membutuhkan proses pencarian atau
bahasa kerennya, suatu investigasi (macam kasus saja), yang lalu kemudian kita
dapat memilikinya. Ada peran mencari, mendekati lalu membuat kita menelusuri
apa yang menjadi hobi, kebiasaan atau hal-hal yang disukainya. Dari situ,
penemuan hanya akan punya dua kesimpulan; bersama atau menjauh.
***
Sebagai manusia yang ketampanannya serupa Rangga dalam film
ADDC (jangan iri, ya...haha), tentu tak sembarang berkawan dengan perempuan. Setelah
melalui banyak pengamatan dan pelajaran akan hidup, kita patut memiliki alasan,
perempuan seperti apa yang layak menjadi kekasih atau pendamping hidup kedepan.
Berikut beberapa alasan untuk mencintai perempuan:
Pertama, Perempuan pembaca buku. Sebagai seorang pembaca dan
pengkoleksi buku bacaan, mencari perempuan pecinta buku merupakan pilihan yang
tepat dan keren. Dengan hobi yang sama, kita dapat mendiskusikan berbagai macam
buku; mulai dari novel, syair, puisi dan buku-buku lainnya. Kita juga dapat
mendiskusikan tentang persoalan ekonomi dan politik, sosial maupun budaya. Dalam
keseharian, saya membayangkan, hidup yang dipenuhi dengan banyak buku koleksi,
menjelajahi berbagai macam pemikiran dari Timur hingga pemikir Barat. Bahkan
kita bersama akan terlibat didalamnya, penuh dengan gejolak dan romantisme.
Bukankah itu, kehidupan yang indah! Dikelilingi dengan
banyak buku, bagi saya adalah bentuk kesempurnaan hidup. Kita akan bersapa
dengan kata, banyak pemikir lalu bergumul didalamnya. Setiap membuka lembar
perlembar, kita akan disuguhi dengan bau wangi khas buku, yang baru keluar dari
percetakannya. Aromanya memikat, yang membuat hidup kita berada dalam surga-surga
perpustakaan yang tersimpan banyak pemikir dunia.
Maka, mencari perempuan pendamping hidup juga harus butuh
kejelian. Bukankah kita selalu mendambakan pasangan yang punya kecerdasan dan
berikutnya romantis! Saya mendambahkan sebuah kehidupan yang siap menjelajah,
yang memenuhi otak-otak banyak pemikir, sambil beriringan melintasi anak-anak
sungai lalu menuju ke samudra pengetahuan.
Sungguh, ini sebuah kehidupan yang sangat menggairahkan.
Kedua, Perempuan yang tidak menuntut. Kehidupan yang modernis,
bukan saja identik dengan berkembangnya industri teknologi dan ilmu
pengetahuan, tetapi juga identik dengan kehidupan manusia yang bersarang dalam
hidup konsumerisme. Sifat konsumeris ini, juga penyebab dari adanya korupsi
yang mewabah di negeri yang kaya ini.
Jika banyak tuntutan dari pihak perempuan, laki-laki mencari
jalan alternatif untuk mencari bahkan mencuri kemewahan hidup. Yang dilakukannya,
bisa dengan melawan hukum, memanfaatkan kekuasaan, yang tidak sesuai aturan
dimana harta itu didapatkan. Atau ikut kongkalingkong
mengamankan proyek untuk mendapatkan fee
besar.
Perempuan yang tidak menuntut merupakan harapan banyak dari
kaum laki-laki. Bagaimana tidak, perempuan seperti itu bisa mengartikan
kesederhanaan hidup. Segala pekerjaan yang kita geluti hanyalah titipan, bukan
untuk menghasilkan pundi-pundi kekayaan yang tak tentu adanya.
Saya sangat mendambakan hidup dengan perempuan yang tidak
menuntut ini dan itu. Perempuan seperti itu, sama sekali tak memprioritaskan
harta kepada laki-laki, harus mempunyai kekayaan dan kemewahan yang melimpa. Dalam
diri, saya akan menemukan sebuah arti hidup, bahwa dunia bukan saja tentang pencarian
kekayaan dan kemewahan tetapi bagaimana agar kita bisa meneteskan setiap embun
ke ladang-ladang yang lalu mengairi sumber kehidupan pada orang banyak.
Tugas kita adalah sebuah karya, yang lalu menginspirasi
banyak orang di dunia. Dan biarkan saya bekerja─bekerja untuk keabadian. Itu
bisa kulalui bersama perempuan yang tidak menuntut.
Ketiga, Perempuan yang suka membuatkan kopi. Ini memang sederhana,
tapi dengan secangkir kopi, perhatian ini membuat hati saya jatuh berkeping-keping.
Kopi itu punya daya tarik, yang bisa melelehkan rasa. Aroma baunya yang
mengepul, membuatku dapat menyerahkan diri pada seseorang. Rasa kopi, dapat
menggairahkan kehidupan, menghilangkan rasa ego yang lalu menghantarkan kita
pada dunia yang luas. Kita bercengrama, sambil bercerita tentang dunia, kemana
kita akan membawa cita, mimpi dan harapan itu.
Tidak percaya. Coba buatlah kopi bersama pasangan anda dan
silahkan dibuktikan. Kecuali, pasangan anda memang tak banyak membaca, maka
cerita itu tak akan mengalir.
Sebagai pecinta buku dan kopi, saya selalu mendambakan saat
saya sedang sibuk bekerja, membaca, menulis atau merampungkan sebuah penelitian,
seseorang dapat menyediakan kopi. Saya duduk diruang meja kerja, lalu kekasih
datang menyuguhkan sebuah kopi yang sangat begitu nikmat.
Bukankah ini, kehidupan yang selalu didambakan banyak
manusia! Tak perlu mencari kedai kopi diluar, sebab buatan orang yang kita
cintai, lebih mantap dari buatan siapa pun.
Apakah anda menginginkannya? Maka carilah perempuan yang
punya perhatian, meskipun hanya sekadar membuatkan kopi untukmu.
Keempat, Perempuan yang apa adanya. Selama di Kendari, saya mengenal
banyak perempuan-perempuan cantik, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Saat menjadi mahasiswa, saya juga dikelilingi wanita-wanita cantik, bukan
karena kekayaan dan kecerdasan, tetapi karena selalu memegang absen. Mereka
yang terlambat datang menghampiri, lalu meminta dihadirkan setelah itu pergi.
Ia akan kembali esoknya, jika terlambat lagi, melakukan hal yang sama
(haha...saya betul-betul dimanfaatkan).
Bicara mengenai perempuan, memang tak pernah ada
selesai-selesainya. Apalagi jika kita mengacu pada data, bahwa perempuan menjadi
populasi terbanyak jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini akan membuat
laki-laki kewalahan, memilih satu diantara jutaan perempuan.
Namun, ada saja mana perempuan yang harus didekati dan
dijauhi. Perempuan yang perlu dijauhi adalah perempuan yang memaksakan diri
menjadi sesuatu. Ia tidak bisa tetapi memaksakan bisa. Ia terlihat ingin
menonjol, dihargai lalu menerapkan banyak aturan. Kadang lantaran suda sekolah
S2, ia ingin terlihat seperti paling tahu, paling tua. Perempuan seperti itu
tak pernah bisa dibedakan antara tegas, pintar atau jangan-jangan pelit.
Dalam hidup, saya hanya menginginkan perempuan yang apa
adanya, mulai dari penampilan hingga kecerdasan. Saya merasa ngeri melihat perempuan-perempuan yang
memaksakan diri, yang bukan ada pada diri mereka sendiri. Kadang saya juga
melihat perempuan seperti itu tak punya etika yang baik. Sementara perempuan
yang apa adanya, ia sama sekali tidak melebih-lebihkan diri, tampil dan cerdas
apa adanya.
Namun, apa pun itu, saya selalu menempatkan mereka untuk selalu
dihargai. Toh, mereka juga manusia ciptaan Tuhan.
Kelima, Perempuan yang suka bertani. Saya pernah berkunjung di salah
satu rumah dosenku, di belakang kampus pasca sarjana Universitas Halu Oleo.
Saat itu, sebagai mahasiswa yang masih gelisa, saya selalu meminta nasehat
bagaimana menghadapi masa depan yang kian sulit. Sambil merawat tanamannya, ia mengatakan,
“Sudah. Semua kehidupan harus dihadapi Din, sesulit apa pun itu. Apakah kamu
akan menyerah? Hidup itu selalu berproses, maka berproseslah dengan baik.”
Saya mendengar kalimat itu sebagai pedang, yang langsung
menebas rasa pesimis saya pada kehidupan. Dosen saya yang satu itu, bukan saja
rajin menyemangati mahasiswa-mahasiswa dari kampung seperti saya, ternyata ia
juga rajin merawat kebun bunga dan tanaman-tanaman tani lainnya. Sontak,
perhatian saya langsung tertujuh pada tanaman-tanaman itu. Lalu, pembicaraan
kami hanya terfokus pada aktivitasnya, setelah melalui kesibukan mengajar.
Ide menanam dan merawat bunga itu, ternyata awalnya dari
istrinya. Mereka lalu memanfaatkan lahan dibelakang rumah yang berukuran kecil
sebagai tempat menyimpan bunga dan tanaman. Yang saya lihat seperti Marisa,
Nangka, Lemon dan berbagai tanaman lainnya. Yang menarik, semua ditanam di
dalam pot bunga, sehingga tanaman itu tidak membesar atau meninggi, namun sudah
menghasilkan buah.
Aktivitas seperti ini memang selalu menarik perhatianku. Rasanya
menarik, selain mempunyai kesibukan lain, hidup bisa diluangkan dengan aktivitas
merawat tanaman untuk bertani kecil-kecilan.
Bagiku, memiliki pasangan yang sama-sama suka merawat
tanaman, bisa menjadi sesuatu yang keren. Perempuan yang suka dengan tanaman,
biasanya dikenal dengan kelembutan dan rasa kasih sayang. Jika perempuan pandai
merawat tanaman maka ia sudah tentu pandai merawat cinta.
Bukankah demikian! Jika tidak percaya, mari kita sama-sama
buktikan. Cari perempuan yang suka bertani, merawat bunga dan tanaman berbuah
lainnya.
***
Inilah alasan, kepada sosok perempuan seperti apa saya harus
menyukai. Tulisan ini, merupakan jawaban dari pertanyaan teman-teman. Kata
seorang sahabat, “Ijazah sarjana sudah ada, kapan memiliki surat nikah.”
Pertanyaan ini sempat membuatku diam seribu bahasa.
Tapi, aahh....Entahlah. Kita masing-masing punya pandangan
yang berbeda, bagaimana menilai perempuan atau sosok perempuan seperti apa yang
pas bersama kita.
Bukankah kita menginginkan sebuah bahtera keluarga yang
paling bahagia di dunia! Jika ia, maka anda harus menentukannya.
L.
Halaidin
Kendari,
3-12-2017