Kisah Seorang Nelayan di Purirano

Ini adalah cerita saat saya bertemu dengan nelayan di purirano. Keadaan mereka penuh dengan ketidakadilan.

Kenangan di Puncak Terindah Buton Selatan

Ini adalah bentuk penghayatan, akan indahnya alam. Olehnya itu, alam harus dijaga dengan baik agar kita hidup dalam penuh damai dan tentram.

Menggeluti Ilmu di Perguruan Tinggi

Bersama dengan ilmu pengetahuan kita dapat maju, bergerak dan bersaing dengan pihak-pihak lain. Mari, kita dahulukan pendidikan kita.

Sebuah Perjalanan di Muna Barat

Kami mencari keadilan atas masyarakat yang selama ini teralienasi. Lahan-lahan mereka dipermainkan oleh elit-elit desa, mengeruk keuntungan dengan membodohi masyarakat. Kami menolak dan melawan.

Mencari Keindahan di Danau Maleura

Di danau ini, ada panorama keindahan, yang membuat pengunjung sangat menikmati suasana. Hawa dingin dan air yang jernih dan terdapat banyaknya gua-gua. Ini keren kan. Adanya hanya di Muna.

19 Januari 2017

Menanti Aksi ANTASARI AZHAR

Sumber: Dok. Pribadi
Koran Suluh Indonesia
KASUS yang menimpa Antasari Azhar sejak tahun 2009 sampai saat ini, masih menimbulkan tanya tanya besar di benak masyarakat luas. Siapakah otak dibalik pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen? Inilah yang terbersit didalam pikiran publik saat ini. Pasalnya, Antasari Azhar di berbagai sosial media membantah terlibat atau menjadi otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Dengan hal itu, Antasari berniat mengungkap kebenaran atas perkara yang membelit dirinya. Antasari mengungkapkan, “saya ikhlas menjalani hukuman, tapi saya tidak rela dengan dakwaan yang dituduhkan dan hukuman yang dijatuhkan kepada saya. Karena, saya tidak melakukan apa yang didakwakan itu. Kebenaran harus diungkap dan inilah saatnya” ujar Antasari (Koran Suluh Indonesia, edisi 19 Desember – 2 Januari 2017).

Saat ini Antasari Azhar telah bebas dari penjara. Sejak 10 November 2016 lalu, ia telah menghirup udara bebas, dengan melihat dunia yang lebih terang untuk kemudian berkiprah dalam dunia kerja. Ia belum memutuskan untuk berkiprah dimana, tapi ia bisa saja suatu waktu akan bergabung dalam partai politik. Namun, dalam waktu tiga bulan pertama Antasari mengatakan bahwa ia akan istrahat di rumahnya sebelum menentukan jalan hidup. Jalan hidupnya akan ditentukan setelah ia menunaikan ibadah umroh ke tanah suci.

Bertepatan dengan hari pahlawan, Antasari Azhar resmi menjalani pembebasan bersayaratnya. Ia menghadapi vonis hukuman penjara selama 18 tahun yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis Hakim menyatakan bahwa Antasari terbukti bersalah dengan turut melakukan pembujukan untuk membunuh Nasrudin Zulkanaen. Antasari kemudian menghabiskan waktunya didalam penjara selama 12 tahun, dengan 7 seperdua tahun dipenjara ditambah dengan remisi setiap tahun selama 4 seperdua tahun.

Dengan kebebasan yang diperolehya, kini publik menanti pernyataan Antasari Azhar, berupa aksi untuk mengungkap kebenaran, siapa aktor dibalik pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Berkali-kali didepan media ia membantah keterlibatannya dalam pembunuhan itu. Ia juga membantah terlibat cinta segitiga dengan Rani Juliani. “Saya tegaskan malam ini, tidak ada cinta segitiga, omong kosong itu semua. Dan saya tidak melakukan pembunuhan, apalagi otaknya” bantah Antasari Azhar dalam acara Mata Najwa yang ditayangkan Metro TV pada 24 Agustus lalu.

Sementara itu, Andi Syamsudin Iskandar yang merupakan adik Nasrudin Zulkarnaen, juga tidak menyakini bahwa Antasari terlibat dalam pembunuhan itu. “Ada orang besar, pejabat besar yang menjadi dalang pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen” kata Andi Syamsudin dalam acara yang sama di Mata Najwa.

Bagi Antasari Azhar, kasusnya memang ada unsur kriminalisasi untuk memasukannya kedalam penjara. Ada orang-orang tertentu yang ingin memasukannya kedalam penjara, yang disinyalir terkait dengan penangkapan besan SBY, Aulia Pohan pada waktu itu. Setelah penangkapan itu, maka dibuatlah salah satu skenario dengan mengaitkannya dengan seorang wanita, cinta segitiga antara Rani Juliani, Antasari Azhar dan Nasrudin Zulkarnaen. Ketika ditemui wartawan koran Suluh Indonesia pada tanggal 9 Desember lalu, Antasari mengungkapkan bahwa “mereka menginginkan saya membusuk di penjara” kata Antasari (Koran Suluh Indonesia edisi 19 Desember – 2 Januari 2017).

Prahara besar Antasari yang kemudian membuat dirinya dipenjara, tak menurunkan semangat untuk mengungkap rekayasa perkaranya. Selama dipenjara bertahun-tahun, tak juga membuat dirinya menjadi ‘ayam sayur’ apalagi membusuk didalam penjara. Semangatnya masih berkobar, suaranya masih terdengar jelas, wajahnya masih segar, fisiknya masih terlihat sehat. Ini menandakan elan vital yang masih bergelora dalam jiwa Antasari Azhar. Publik pun seakan bertanya-tanya, akankah Antasari Azhar mengungkap adanya kriminalitas atas kasus yang menimpanya!

Ada pertanyaan yang muncul dibenak publik, ketika melihat pernyataan Antasari Azhar diberbagai sosial media. Apakah Antasari Azhar punya kebernaian mengungkap kebenaran itu? Apakah benar-benar ia akan mengungkap adanya rekayasa atas kasusnya? Memang, mengungkap kebenaran lebih mulia daripada didiamkan saja. Namun, untuk mengungkap kebenaran Antasari harus butuh keberanian. Pasalnya, yang dihadapi orang-orang besar, bukan orang-orang kecil.

Antasari pernah menyatakan bahwa ia hanya takut kepada Tuhan. Artinya ia tidak pernah takut dengan orang-orang yang telah mengkriminalisasi dan merekayasa  kasusnya. Ia pun mengatakan akan mengungkap kebenaran itu. Sebagai masyarakat yang selama ini melihat hukum masih hitam-putih, kita hanya perlu mengatakan ‘ayo’, agar kebenaran dan keadilan hukum di Indonesia dapat terlihat terang-benderang. Hal ini Tentunya sangat penting, untuk dijadikan sebagai pembelajaran bagi generasi mendatang dalam hal penegakan supermasi hukum.

Di Indonesia sendiri memang banyak kasus yang belum terungkap dan bahkan dianggap misterius. Misalnya saja seperti kasus pembunuhan terhadap Munir aktivis dan pejuang Hak Asasi Manusia (HAM), Kasus penghilangan aktivis 98 seperti Whiji Tukul dan sebagian sahabat-sahabatnya, kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dan kasus-kasus besar lainnya. Kasus-kasus ini menimbulkan tanda tanya besar bagi publik, siapa otak dibalik pembunuhan manusia-manusia yang tidak bersalah itu. Kebenaran seperti tertutupi, tidak pernah terungkap dipermukaan sampai saat ini.

Kita percaya ungkapan “Saya yakin Tuhan akan membuka pintu kebenaran” sebagaimana yang dikatakan Antasari sendiri. Namun, selama itu kita hanya diam, tidak bergerak, tidak ada aksi, tidak mau membuka lembaran lama untuk kemudian mengungkap lembaran baru, kebenaran selamanya akan tertutupi, tidak akan pernah terungkap.

Kasus yang menimpa Antasari Azhar akan menjadi tolak ukur, untuk penegakan supermasi hukum di Indonesia. Semua institusi harus melayani dengan tangan terbuka, agar di Indonesia tidak lagi berlaku hukum rimba. Hukum rimba mengatakan seperti ini, “Semua harus disingkirkan, jika ia menghalang-halangi, menganggu pemerintah yang berkuasa”. 
Maka hukum seperti ini akan berbuat sewenang-wenang, para penguasa bisa saja berdiri diatas hukum untuk kemudian memenjarakan dan menghilangkan nyawa orang-orang yang tidak bersalah. Tentu, ini sama sekali tidak berlaku dan perlu dihilangkan jauh-jauh di Indonesia, karena merusak Indonesia sebagai negara hukum dan bertentangan dengan sila-sila dalam pancasila.

Bagi publik, aksi Antasari sangat dinantikan untuk kemudian dapat mengungkap kebenaran, siapa otak dibalik pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Ini reaksi masyarakat, untuk melihat bagaimana para penguasa dan penegak hukumnya bekerja selama ini dan sebelum-sebelumnya. Adilkah dia. Atau justru ia sewenang-wenang.

                                                                                  La Ode Halaidin
                                                                                  Kendari, 19 Januari 2017

18 Januari 2017

Menulis Dalam Ke'Lapar'an

Berjudul Lapar
Buku Knut Hamsun
Banyak orang sekarang menggeluti dunia menulis dalam keadaan kenyang. Mereka membaca dalam keadaan kenyang, belajar dalam keadaan kenyang, dan segala aktivitas yang dilakukan dalam keadaan kenyang. Fasilitas kenyang dan semua dilakukan dalam serba kekenyangan.

Nama-nama penulis yang terpampang di tokoh Gramedia, saya lihat juga menulis dalam keadaan kenyang. Ini menandakan bahwa mereka menikmati proses kekenyangan mereka, menulis dalam ruang ber-AC, fasiitas moderen dan tak pernah merasakan kelaparan dan kehausan.

Ini tentu bukan salah dan dipermasalahkan. Tapi, apakah karya mereka juga ikut mengenyakan pembacanya? Saya kira tidak.

Inilah yang membedakan antara penulis dalam keadaan lapar dan kenyang. Penulis dalam keadaan kenyang, tentu kita berpikir mereka dapat menghasilkan kata-kata dan bahasa yang indah dan memikat pembacanya. Tentu ini adalah anggapan yang salah. Semakin kita menikmati kenyamanan dalam keadaan kenyang, semakin bahasa kita kaku dan tak mengalir. Lihat saja sebagain karya-karya yang ada di tokoh buku saat ini.

Lain halnya menulis dalam keadaan lapar. Kita mengenal nama Knut Hamsun. Penulis yang miskin yang kemudian menulis terlonta-lonta dalam keadaan lapar. Dalam keadaan lapar ia berhasil menulis sala satu buku berjudul "Lapar". Atas karya ini, ia mendapatkan hadia nobel sastra pada tahun 1920.

“Ya Tuhan, Yang Empunya surga dan dunia, aku rela menukar satu hari hidupku untuk satu detik bahagia! Seluruh hidupku untuk sepiring kacang merah! Dengarlah padaku satu kali ini saja!” (Lapar, hal 190)

Silahkan cari dan baca bukunya.....

13 Januari 2017

Film Bright Star: Kisah Cinta Seorang Penyair dan Penjahit

04 Januari 2017

Ngomong-Ngomong TKA di SULTRA

TKA asal Tiongkok: Sumber elshinta.com