Anak-anak yang menonton film G30S/PKI |
Para warga
kampung itu terlihat antusias, sambil berteriak-teriak.
Maimo.....maimo...dokalamana
(bahasa Muna), dengan suara keras.
“Ada
apa itu bro”? tanyaku pada teman.
Maklum.
Dikampung kalau sudah berteriak-teriak pasti ada kejadian. Pertama, ada orang-orang mabuk yang berkelahi. Kejadian ini akan
mengundang banyak orang untuk pergi melihat, menjadi penonton. Kedua, para pencuri yang ketangkap, apakah
itu pencuri ayam, atau pencuri harta benda seperti uang dan yang lainnya. Ini juga
akan mengundang banyak orang, bukan melihat tapi digebukin sampai benjol. Ketiga, panggilan untuk merapat minum kameko
(berasal dari pohon enau). Jangan tanya, kalau anak-anak muda dikampung
dipanggil minum kameko, itu masuk nomor wahid. Rata-rata anak-anak mudanya
peminum. Bahkan masing-masing diatas rumahnya menyimpan satu jeregen.
“Biasa
bro. Malam ini ada pemutaran film G30S/PKI. Kemarin malam kan, di desa tetangga
sebelah. Sekarang giliran disini,” seorang teman menjelaskan.
Pemutaran
film G30S/PKI kali ini bukan saja diputar dilingkungan TNI sendiri, tetapi menyasar
ke desa-desa. Ini mengundang tanya saya. Mengapa harus diputar di desa-desa,
lalu kemudian menyasar banyak anak-anak kecil, anak sekolah dasar dan menengah.
Yang menghawatirkan adalah akan adanya mengundang kebencian para pemuda-pemudi
terhadap eks PKI.
Kalau
mau meluruskan sejarah, apakah harus dengan mempertontonkan atau memutar film
itu ke desa-desa? Biarkan para peneliti sejarah yang meluruskannya. Bukan juga
pihak TNI sendiri. Tetapi semua harus dilibatkan.
Pemutaran
film ini adalah bentuk dari propaganda, untuk mempengaruhi anak-anak muda di
desa-di desa, untuk membenci PKI. Bahwa PKI adalah dalang kekacuan di negeri
ini. Bahwa PKI adalah pembunuh keji para jendral-jendral.
Etis...tenang
dulu bro. Saya bukan pro PKI. Saya adalah pembenci ideologi yang radikalisme,
yang menggunakan dengan cara-cara kekerasan.Lihat ada juga ceweknya |
“Mari kita nonton PKI.....kita nonton PKI, PKI yang jahat, pembunuh,” kata seorang pemuda itu.
Masalahnya,
dikampung-kampung sebelah ada keluarga mantan-mantan eks PKI. Kita dapat
membayangkan, para pemuda habis menonton film tersebut lalu menenggak kameko. Bisa
saja mereka menyerang rumah para eks mantan keluarga PKI. Ini yang kita
khawatirkan.
Saat
saya tiba bersama dengan teman-teman, yang terlihat kebanyakan menonton,
ternyata anak-anak kecil. Mereka duduk didepan, sambil memelototi para jendral
yang dibuang ke sumur lubang buaya.
Terdengar
suara anak kecil yang bertanya pada ibunya:
“Ma,
namanya sumur lubang buaya ya. Ia nak, kata ibunya. Berarti didalam ada
buayanya dong. Memang buaya, bisa hidup didalam sumur. Yang saya tau tidak. Buaya
hanya bisa hidup di danau, seperti di Lawulamoni. Ia kan Ma” ibunya mengangguk,
para penonton tertawa.
Hahahaha.......
Laode
Halaidin
Kendari,
15/10/2017
0 komentar:
Posting Komentar