14 September 2017

MAHASISWA BARU: Selamat Datang di Kampus Impianmu

Foto dari: Laode Muliadi

WAHAI para mahasiswa/i baru yang gagah, yang cantik, yang kaya, yang miskin, dari kota maupun dari desa. Selamat datang dikampus impianmu. Kampus yang akan menempahmu menjadi manusia intelektual─yang siap menyelami dunia ilmu pengetahuan─atau menempahmu menjadi manusia yang peduli dan peka akan keadaan sosial-lingkunganmu. Atau hanya kampus yang akan menjadikanmu sebagai manusia pencari gelar dan ijazah sarjana dengan IP (Indeks prestasi) yang tinggi.

***
Kampus saat ini, dijadikan hanya semacam ritual perlombaan gaya penampilan maupun prestasi. Juga dijadikan tempat jalan-jalan seperti Mall dengan memamerkan mobil dan pakayan yang mewah sambil selfi-selfi. Di banyak tempat, kita menemukan kampus serupa medan laga dimana pertarungan kalah─menang ditonjolkan. Yang selesai cepat dan ber−IP tinggi adalah mereka para mahasiswa yang dianggap juara. Mereka diapresisasi dengan berbagai macam pujian─mahasiswa/i pintar, cerdas dan lain sebagainya. Sementara para mahasiswa/i yang terkatung-katung─terlambat selesai─bisa di cap sebagai mahasiswa yang malas bahkan bodoh.
Namun, benarkah demikian! Anggapan ini tentu salah kaprah. Tengoklah mereka para tokoh, cendekiawan, penemu hingga aktor, dimana kuliahnya pernah gagal namun karirnya sangat gemilang. Mereka tidak bersandar pada IP tinggi, tetapi keuletan dan kegigihanlah yang membawah mereka pada keberhasilan. Kampus, mereka jadikan sebagai pengujian terhadap mimpi-mimpi dan nyali untuk berpetualang dalam mencari pengalaman hidup.
Dalam memperdalam pengetahuan, jalan tidak hanya berpusat pada proses dibangku kuliah, mendengarkan penyampaian dosen. Mahasiswa dapat mengambil jalan tengah, menempah diri dengan membaca banyak buku, diskusi dan berorganisasi. Jalan ini ibarat berupa sangkar, yang akan menguji idealisme dan keberanian dalam mengarungi jalan panjang. Disana para mahasiswa akan dilatih, diuji tentang kepekaan, berpolemik serta melawan apa yang dianggap menyimpang terhadap keadaan sekitar.
Di organisasi, kita akan berguru dengan segala guru kehidupan. Apa yang kamu dapatkan di organisasi tidak didapatkan dibangku kuliah. Menolak korupsi, membela petani yang tertindas, menyuarakan ketidakadilan serta pelanggaran-pelanggaran HAM dan menolak kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para korporasi perkebunan. Semua tidak didapatkan dibangku kuliah. Tak ada mata kuliah yang terkait dengan hal itu. Hanya organisasilah yang membukakan pintu selebar-lebarnya, untuk mendapatkan pengetahuan itu semua. Diorganisasi, para mahasiswa akan terlatih dalam memimpin, membangun kepekaan, melindungi petani yang tertindas serta membangun solidaritas antar sesama aktivis.
Maka biarkanlah dirimu ter─ramu dalam berbagai macam aktivitas. Engkau akan tersesat seperti di gurun pasir─namun pada jalan yang benar. Di organisasi, mahasiswa/i tidak diajarkan untuk mencari IP tinggi, tetapi pengalaman sebagai bekal untuk menempuh jalan hidup yang sesungguhnya. Jalan, yang penuh dengan liku-liku, tantangan serta peluh-keringat bahkan darah. Itulah mahasiswa yang sesungguhnya, membangun kesadaran lewat realitas sosial, membumikan gagasan lewat dialog dan tulisan. Bukan sebaliknya; pergi, duduk manis, selfie-selfie, jalan-jalan dan pulang dikamar. Bukan juga memperbanyak koleksi sepatu, kosmetik, jaket kulit, Hp Android dan juga koleksi cowok-cewek, tetapi perbanyaklah koleksi buku-buku bacaan.
Dari itu semua, mahasiswa/i akan berbauran dengan banyak kenangan; manis ataupun pahit. Kenangan saat melawan elit-elit penguasa desa, aparat keamanan, menentang keputusan yang tidak adil dan sewenang-wenang, bahkan membangkang pada kebijakan yang merugikan rakyat petani. Juga kenangan saat berani mengoleksi berbagai macam buku dengan keterbatasan uang. Setidaknya, dari pergumulan itu, mahasiswa/i berani bersikap, mengambil posisi dengan pendirian teguh, menghargai kebebasan berpendapat dan tak gampang lesu dengan keterbatasan keadaan.
Pada konteks ini, organisasi dapat mengajarkan mahasiswa/i bahwa kebenaran itu bukan cuman ilusi. Ia ada dan berada ditengah-tengah kehidupan masyarakat, meskipun sering tertutupi oleh berbagai macam kepalsuan. Mahasiswa/i diajarkan untuk selalu menyelidiki dan mencurigai, dengan menajamkan logika pemikiran. Hal itu akan membawamu pada keyakinan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Engakau akan menemukan keberpihakan yang benar saat para petani kita dizalimi, tidak membenarkan mereka yang memberikan kebijakan pada rakyat miskin yang justru ditindas. Dengan organisasi, engkau akan mengerti bahwa hidup itu adalah sebuah pertalian yang terus jalin-menjalin; masih banyak yang membutuhkan uluran tangan, akibat kehidupan yang terampas, bukan monoton; kawin, beranak, cari makan lalu mati.
***
Wahai mahasiwa baru, yang masih bersemangat tinggi. Engkau yang masih polos dalam menyikapi keadaan bangsamu. Apakah engkau percaya dengan himbauanku ini! Memang tak mudah saya membangun kepercayaan ini padamu dan tak berhak menuntut agar engkau percaya padaku. Dari kampung, engkau sudah dituntut bagaimana menjadi mahasiswa yang baik, soleh dan pintar; rajin ke kampus, dapat nilai baik, lulus dengan cepat, lalu dapat gelar sarjana. Pikiran itu sudah engkau bawah jauh-jauh datang dari desa ke kota untuk kuliah dikampus impian. Harapanmu hanya satu, mengondol ijazah sarjana lalu ingin meraih kesuksesan.
Tetapi, asal kau tau, kampus tidak menyediakan bahkan tidak memfasilitasi apa yang engkau mau─menyiapkan kesuksesan. Kampus hanya menyiapkan selembar ijazah, lalu membiarkan engkau lalu-lalang dalam lalulintas kehidupan. Selebihnya, dirimulah yang menentukan dimana titik keberhasilanmu. Tengoklah, berapa juta jumlah sarjana yang gelisah, akibat tak tau arah akan hendak kemana. Tengoklah, berapa juta jumlah sarjana yang bingung, karena tak kunjung mendapat pekerjaan dan kekayaan. Membangun usaha, tak ada modal. Tes PNS pun masih gagal, karena banyak oknum yang bermain curang.
Lalu, engkau akan termenung, menyalakan diri sendiri. Entah hendak berbuat apa lagi dikehidupan ini.
Inilah akibat dari kampus hari ini, yang seolah-olah mendoktrinkan mahasiswa bagaimana agar mendapatkan uang secara cepat. Mau terima uang tiap bulan, sambil jalan-jalan ke Mall maka jadilah PNS, mau jadi orang terkenal dengan jabatan maka jadilah politisi, mau kaya raya, jadi konglomerat maka jadilah pengusaha dan lain-lain.
Kampus seolah mengajarkan engkau ilmu kesuksesan, bukan sebuah pertualangan dalam melawan badai kehidupan. Bukan mengajarkan engkau untuk membangun kepekaan terhadap realitas sosial, tetapi mengajarkan agar engkau menjadi manusia sukses meskipun itu menerobos aturan. Seolah-olah kampus menginginkan engkau menjadi manusia yang terkenal dan punya banyak kekayaan. Maka tak heran, kampus dipoles, dengan membangun gedung-gedung megah bak istana, tapi lupa membangun gedung perpustakaan sebagai taman surga pengetahuan.
Maka perhatikanlah mereka yang kuliahnya berhasil, yang ber-IP tinggi. Mereka mendapat kekayaan besar dan punya jabatan yang terhormat. Apakah engkau dalam hidupmu hanya menginginkan yang demikian! Sungguh pendek pemikiranmu, duhai para mahasiswa baru. Apakah engkau ingin menjalani kuliahmu datar-datar saja, tak memilih sibuk dalam dunia aktivis, agar cepat meraih kesuksesan yang kamu inginkan! Sungguh, hidupmu berada dalam fatamorgana. Engkau hadir untuk dirimu sendiri, bukan hadir untuk semua orang yang membutuhkanmu.
Apakah engkau tak pernah melihat para petani kelapa sawit yang hak-haknya dirampas dan dipermainkan secara licik oleh perusahaan perkebunan? Apakah engkau tak pernah melihat para politisi yang membuat aturan dengan seenak perutnya sendiri? Apakah engkau tak pernah melihat kepala daerah kongkalingkong membagi-bagi yang rakyat? Apakah juga engkau tak melihat bagaimana para penegak hukum memperjual belikan perkara? Apakah matamu dan nuranimu tertutup, saat elit-elit desa mencaplok dana desa? Sungguh, ini merupakan kondisi yang sangat berbahaya untuk bangsa ini jika engkau menutup mata. Lihatlah mereka, menari-nari dalam istana kemegahan, sementara masyarakat petani kita menangis histeris dalam gubuk tak beratap.
Wahai mahasiswa baru penerus bangsa. Para pendiri bangsa ini sangat berharap pada generasi muda sepertimu untuk melanjutkan kepemimpinan. Engkaulah harapan masa depan untuk membangun bangsa ini. Saat para pejabat kita sibuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan dengan cara korupsi, maka niatkanlah dalam hatimu bahwa generasimu tak akan melakukan yang demikian. Jauhilah perilaku kotor yang merugikan masyarakat miskin. Saat para korporasi mengusir petani dari tanah tumpah darahnya, maka lawanlah. Jangan biarkan para korporasi menindas para petani kita. Engaku dan kita semua hidup dari keringat mereka.
Tak apa jika amarahmu berkobar saat melihat kesewenang-wenangan dan ketidakadilan terjadi dikehidupan masyarakat. Tak apa jika engkau membela mereka dengan gigih dan berani sampai dara membuncah dan berakhir dipenjarah. Jalanmu tidak salah. Justru itulah jalan yang benar sebagai generasi muda. Tidak diam saat melihat ketidakadilan membelenggu hidup petani kita. Itulah jejak langka generasi muda yang harus diambil. Bukan berdiam diri dan hanya mengejar IP tinggi dan gelar. Tetapi berani bersikap, memperjuangkan yang benar.
Menarilah dikampus impianmu itu. Kampus yang membawamu pada pertualangan dan perjumpaan dengan masaalah. Kampus itu kelak akan membentukmu menjadi pribadi yang tangguh ketika berbenturan dengan apapun. Kebohongan, kriminalisasi, manipulatif dan segala bentuk kepalsuan. Engkau terseleksi dari segala empati, yang kemudian membentuk dirimu menjadi manusia yang peka dan tersentuh. Dari sini, engkau tidak akan menjual kebenaran demi kerakusan segelintir elit di bangsa ini.
    
                                                                                    Kendari, 15-09-2017
                                                                                    Laode Halaidin

0 komentar:

Posting Komentar