Foto dari: Laode Muliadi |
WAHAI para mahasiswa/i baru yang gagah, yang cantik, yang kaya, yang miskin, dari kota maupun dari desa. Selamat datang dikampus impianmu. Kampus yang akan menempahmu menjadi manusia intelektual─yang siap menyelami dunia ilmu pengetahuan─atau menempahmu menjadi manusia yang peduli dan peka akan keadaan sosial-lingkunganmu. Atau hanya kampus yang akan menjadikanmu sebagai manusia pencari gelar dan ijazah sarjana dengan IP (Indeks prestasi) yang tinggi.
***
Kampus
saat ini, dijadikan hanya semacam ritual perlombaan gaya penampilan maupun
prestasi. Juga dijadikan tempat jalan-jalan seperti Mall dengan memamerkan mobil
dan pakayan yang mewah sambil selfi-selfi. Di banyak tempat, kita menemukan
kampus serupa medan laga dimana pertarungan kalah─menang ditonjolkan. Yang selesai
cepat dan ber−IP tinggi adalah mereka para mahasiswa yang dianggap juara. Mereka
diapresisasi dengan berbagai macam pujian─mahasiswa/i pintar, cerdas dan lain
sebagainya. Sementara para mahasiswa/i yang terkatung-katung─terlambat selesai─bisa
di cap sebagai mahasiswa yang malas bahkan bodoh.
Namun,
benarkah demikian! Anggapan ini tentu salah kaprah. Tengoklah mereka para
tokoh, cendekiawan, penemu hingga aktor, dimana kuliahnya pernah gagal namun
karirnya sangat gemilang. Mereka tidak bersandar pada IP tinggi, tetapi
keuletan dan kegigihanlah yang membawah mereka pada keberhasilan. Kampus, mereka
jadikan sebagai pengujian terhadap mimpi-mimpi dan nyali untuk berpetualang
dalam mencari pengalaman hidup.
Dalam
memperdalam pengetahuan, jalan tidak hanya berpusat pada proses dibangku
kuliah, mendengarkan penyampaian dosen. Mahasiswa dapat mengambil jalan tengah,
menempah diri dengan membaca banyak buku, diskusi dan berorganisasi. Jalan ini
ibarat berupa sangkar, yang akan menguji idealisme dan keberanian dalam
mengarungi jalan panjang. Disana para mahasiswa akan dilatih, diuji tentang
kepekaan, berpolemik serta melawan apa yang dianggap menyimpang terhadap
keadaan sekitar.
Di organisasi,
kita akan berguru dengan segala guru kehidupan. Apa yang kamu dapatkan di
organisasi tidak didapatkan dibangku kuliah. Menolak korupsi, membela petani
yang tertindas, menyuarakan ketidakadilan serta pelanggaran-pelanggaran HAM dan
menolak kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para korporasi perkebunan. Semua
tidak didapatkan dibangku kuliah. Tak ada mata kuliah yang terkait dengan hal
itu. Hanya organisasilah yang membukakan pintu selebar-lebarnya, untuk
mendapatkan pengetahuan itu semua. Diorganisasi, para mahasiswa akan terlatih
dalam memimpin, membangun kepekaan, melindungi petani yang tertindas serta
membangun solidaritas antar sesama aktivis.
Maka biarkanlah
dirimu ter─ramu dalam berbagai macam aktivitas. Engkau akan tersesat seperti di
gurun pasir─namun pada jalan yang benar. Di organisasi, mahasiswa/i tidak diajarkan
untuk mencari IP tinggi, tetapi pengalaman sebagai bekal untuk menempuh jalan
hidup yang sesungguhnya. Jalan, yang penuh dengan liku-liku, tantangan serta
peluh-keringat bahkan darah. Itulah mahasiswa yang sesungguhnya, membangun
kesadaran lewat realitas sosial, membumikan gagasan lewat dialog dan tulisan. Bukan
sebaliknya; pergi, duduk manis, selfie-selfie, jalan-jalan dan pulang dikamar. Bukan
juga memperbanyak koleksi sepatu, kosmetik, jaket kulit, Hp Android dan juga
koleksi cowok-cewek, tetapi perbanyaklah koleksi buku-buku bacaan.
Dari itu
semua, mahasiswa/i akan berbauran dengan banyak kenangan; manis ataupun pahit. Kenangan
saat melawan elit-elit penguasa desa, aparat keamanan, menentang keputusan yang
tidak adil dan sewenang-wenang, bahkan membangkang pada kebijakan yang
merugikan rakyat petani. Juga kenangan saat berani mengoleksi berbagai macam
buku dengan keterbatasan uang. Setidaknya, dari pergumulan itu, mahasiswa/i
berani bersikap, mengambil posisi dengan pendirian teguh, menghargai kebebasan
berpendapat dan tak gampang lesu dengan keterbatasan keadaan.
Pada konteks
ini, organisasi dapat mengajarkan mahasiswa/i bahwa kebenaran itu bukan cuman ilusi.
Ia ada dan berada ditengah-tengah kehidupan masyarakat, meskipun sering
tertutupi oleh berbagai macam kepalsuan. Mahasiswa/i diajarkan untuk selalu
menyelidiki dan mencurigai, dengan menajamkan logika pemikiran. Hal itu akan
membawamu pada keyakinan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah
salah. Engakau akan menemukan keberpihakan yang benar saat para petani kita dizalimi,
tidak membenarkan mereka yang memberikan kebijakan pada rakyat miskin yang
justru ditindas. Dengan organisasi, engkau akan mengerti bahwa hidup itu adalah
sebuah pertalian yang terus jalin-menjalin; masih banyak yang membutuhkan
uluran tangan, akibat kehidupan yang terampas, bukan monoton; kawin, beranak,
cari makan lalu mati.
***
Wahai
mahasiwa baru, yang masih bersemangat tinggi. Engkau yang masih polos dalam
menyikapi keadaan bangsamu. Apakah engkau percaya dengan himbauanku ini! Memang
tak mudah saya membangun kepercayaan ini padamu dan tak berhak menuntut agar
engkau percaya padaku. Dari kampung, engkau sudah dituntut bagaimana menjadi
mahasiswa yang baik, soleh dan pintar; rajin ke kampus, dapat nilai baik, lulus
dengan cepat, lalu dapat gelar sarjana. Pikiran itu sudah engkau bawah
jauh-jauh datang dari desa ke kota untuk kuliah dikampus impian. Harapanmu hanya
satu, mengondol ijazah sarjana lalu ingin meraih kesuksesan.
Tetapi,
asal kau tau, kampus tidak menyediakan bahkan tidak memfasilitasi apa yang
engkau mau─menyiapkan kesuksesan. Kampus hanya menyiapkan selembar ijazah, lalu
membiarkan engkau lalu-lalang dalam lalulintas kehidupan. Selebihnya, dirimulah
yang menentukan dimana titik keberhasilanmu. Tengoklah, berapa juta jumlah
sarjana yang gelisah, akibat tak tau arah akan hendak kemana. Tengoklah, berapa
juta jumlah sarjana yang bingung, karena tak kunjung mendapat pekerjaan dan
kekayaan. Membangun usaha, tak ada modal. Tes PNS pun masih gagal, karena
banyak oknum yang bermain curang.
Lalu,
engkau akan termenung, menyalakan diri sendiri. Entah hendak berbuat apa lagi
dikehidupan ini.
Inilah
akibat dari kampus hari ini, yang seolah-olah mendoktrinkan mahasiswa bagaimana
agar mendapatkan uang secara cepat. Mau terima uang tiap bulan, sambil
jalan-jalan ke Mall maka jadilah PNS, mau jadi orang terkenal dengan jabatan
maka jadilah politisi, mau kaya raya, jadi konglomerat maka jadilah pengusaha
dan lain-lain.
Kampus seolah mengajarkan engkau ilmu kesuksesan, bukan sebuah pertualangan
dalam melawan badai kehidupan. Bukan mengajarkan engkau untuk membangun
kepekaan terhadap realitas sosial, tetapi mengajarkan agar engkau menjadi
manusia sukses meskipun itu menerobos aturan. Seolah-olah kampus menginginkan
engkau menjadi manusia yang terkenal dan punya banyak kekayaan. Maka tak heran,
kampus dipoles, dengan membangun gedung-gedung megah bak istana, tapi lupa
membangun gedung perpustakaan sebagai taman surga pengetahuan.
Maka perhatikanlah
mereka yang kuliahnya berhasil, yang ber-IP tinggi. Mereka mendapat kekayaan
besar dan punya jabatan yang terhormat. Apakah engkau dalam hidupmu hanya menginginkan
yang demikian! Sungguh pendek pemikiranmu, duhai para mahasiswa baru. Apakah engkau
ingin menjalani kuliahmu datar-datar saja, tak memilih sibuk dalam dunia
aktivis, agar cepat meraih kesuksesan yang kamu inginkan! Sungguh, hidupmu
berada dalam fatamorgana. Engkau hadir untuk dirimu sendiri, bukan hadir untuk
semua orang yang membutuhkanmu.
Apakah
engkau tak pernah melihat para petani kelapa sawit yang hak-haknya dirampas dan
dipermainkan secara licik oleh perusahaan perkebunan? Apakah engkau tak pernah
melihat para politisi yang membuat aturan dengan seenak perutnya sendiri? Apakah
engkau tak pernah melihat kepala daerah kongkalingkong membagi-bagi yang
rakyat? Apakah juga engkau tak melihat bagaimana para penegak hukum memperjual
belikan perkara? Apakah matamu dan nuranimu tertutup, saat elit-elit desa
mencaplok dana desa? Sungguh, ini merupakan kondisi yang sangat berbahaya untuk
bangsa ini jika engkau menutup mata. Lihatlah mereka, menari-nari dalam istana
kemegahan, sementara masyarakat petani kita menangis histeris dalam gubuk tak
beratap.
Wahai
mahasiswa baru penerus bangsa. Para pendiri bangsa ini sangat berharap pada
generasi muda sepertimu untuk melanjutkan kepemimpinan. Engkaulah harapan masa
depan untuk membangun bangsa ini. Saat para pejabat kita sibuk mengumpulkan
pundi-pundi kekayaan dengan cara korupsi, maka niatkanlah dalam hatimu bahwa
generasimu tak akan melakukan yang demikian. Jauhilah perilaku kotor yang
merugikan masyarakat miskin. Saat para korporasi mengusir petani dari tanah
tumpah darahnya, maka lawanlah. Jangan biarkan para korporasi menindas para
petani kita. Engaku dan kita semua hidup dari keringat mereka.
Tak apa
jika amarahmu berkobar saat melihat kesewenang-wenangan dan ketidakadilan
terjadi dikehidupan masyarakat. Tak apa jika engkau membela mereka dengan gigih
dan berani sampai dara membuncah dan berakhir dipenjarah. Jalanmu tidak salah. Justru
itulah jalan yang benar sebagai generasi muda. Tidak diam saat melihat
ketidakadilan membelenggu hidup petani kita. Itulah jejak langka generasi muda
yang harus diambil. Bukan berdiam diri dan hanya mengejar IP tinggi dan gelar. Tetapi
berani bersikap, memperjuangkan yang benar.
Menarilah
dikampus impianmu itu. Kampus yang membawamu pada pertualangan dan perjumpaan
dengan masaalah. Kampus itu kelak akan membentukmu menjadi pribadi yang tangguh
ketika berbenturan dengan apapun. Kebohongan, kriminalisasi, manipulatif dan
segala bentuk kepalsuan. Engkau terseleksi dari segala empati, yang kemudian
membentuk dirimu menjadi manusia yang peka dan tersentuh. Dari sini, engkau tidak
akan menjual kebenaran demi kerakusan segelintir elit di bangsa ini.
Kendari, 15-09-2017
Laode
Halaidin
0 komentar:
Posting Komentar