Kisah Seorang Nelayan di Purirano

Ini adalah cerita saat saya bertemu dengan nelayan di purirano. Keadaan mereka penuh dengan ketidakadilan.

Kenangan di Puncak Terindah Buton Selatan

Ini adalah bentuk penghayatan, akan indahnya alam. Olehnya itu, alam harus dijaga dengan baik agar kita hidup dalam penuh damai dan tentram.

Menggeluti Ilmu di Perguruan Tinggi

Bersama dengan ilmu pengetahuan kita dapat maju, bergerak dan bersaing dengan pihak-pihak lain. Mari, kita dahulukan pendidikan kita.

Sebuah Perjalanan di Muna Barat

Kami mencari keadilan atas masyarakat yang selama ini teralienasi. Lahan-lahan mereka dipermainkan oleh elit-elit desa, mengeruk keuntungan dengan membodohi masyarakat. Kami menolak dan melawan.

Mencari Keindahan di Danau Maleura

Di danau ini, ada panorama keindahan, yang membuat pengunjung sangat menikmati suasana. Hawa dingin dan air yang jernih dan terdapat banyaknya gua-gua. Ini keren kan. Adanya hanya di Muna.

25 Juli 2017

KAKUS Rusman Emba

Pixabay.com

Semua kakus itu memang busuk. Tetapi kakus yang paling busuk itu adalah kakus tanpa penampung−lalu tetap saja orang-orang berak menghambur dibelakang rumah. Kotoran ini dihambur dihamparan luas tanpa batas, yang kemudian menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Biasanya ini dilakukan tanpa kesadaran akan pentingnya kesehatan.
Kakus yang demikian dilakukan oleh masyarakat kampung. Mereka secara kolektif melakukannya karena kemiskinan dan juga tidak terorganisirnya kesadaran mereka untuk selalu menjaga kesehatan. Intinya, mereka tidak adanya pengetahuan tentang pentingnya membangun sanitasi.
Kita dapat membayangkan betapa amburadulnya kehidupan mereka. Persoalan kakus saja, tidak dapat dipecahkan persolannya. Apalagi misalnya dengan persoalan-persoalan lain yang berat, yang tidak dapat dijangkau dengan pemikiran mereka.
Kakus tanpa batas atau saya menyebutnya dalam pemerintahan sebagai ‘kakus liberal’, dapat menimbulkan berbagai problem dalam masyarakat. Lalat-lalat akan datang mengerumunin taik−lalu hinggap dimakanan warga. Yang terjadi kemudian adalah munculnya berbagai penyakit dalam masyarakat; ada penyakit Malaria, Muntaber dan berbagai penyakit lainnya.
Dalam pemerintahan daerah juga terdapat kakus-kakus yang menyebabkan bau amis dan penyakit dikehidupan masyarakat. Kakus itu adalah sebuah institusi/lembaga atau dinas-dinas yang didalamnya terdapat birokrasi yang bekerja dengan sistem. Mereka juga adalah arsitek pembangunan, yang merancang/menyusun dan memanajemen daerah.
Birokrasi di Muna itu, seperti sebuah kakus tanpa penampung. Mereka membuang taik dihamparan luas, tanpa ada pertimbangan tentang kesejahteraan warga. Banyak lalat-lalat yang hinggap disana−lalu mengerumunin makanan warga. Yang ada justru muncul berbagai penyakit yang meyerang; dari anak-anak, orang dewasa dan orang tua/petani.
Sebuah kakus jika dikelola dengan baik, sebenarnya akan jauh dari masalah. Ia bisa menjadi pupuk untuk menyuburkan sebuah pohon, yang tergolong tua. Atau  bisa menjadi pupuk yang dapat menyuburkan sebuah tanaman yang baru tumbuh. Cara ini, bisa menghasilkan sebuah pohon yang hijau daunnya dan buah-buah yang ranum. Yang lainnya sudah tentu dapat membantu ekonomi petani.
Namun dalam perjalanannya, kakus-kakus di pemerintah daerah Muna tidak bekerja dengan baik, bahkan jauh dari efektif. Kakus-kakusnya bermasalah dan sangat buruk.
Bahkan dalam kesempatan yang lain saat saya berkunjung pada dinas tertentu, birokrasinya tak menunjukan kinerja-kinerja yang serius. Mereka malah dengan asyik bermain domino, duduk dipojokan menggosip, pulang lebih duluan atau sekedar bercerita santai pada jam kerja sambil merokok dan menyeruput kopi. Atau, ada Camat yang tak tahan dengan kritik warga.
Apa yang ingin saya katakan, di Muna perlu ada reformasi birokrasi yang menyeluruh. Seluruh jajaran birokrasinya harus ditempatkan sesuai dengan Tupoksi dan keahliannya bukan dipilih berdasarkan dukungan politik. Misalnya, seorang kepala dinas A, yang sebelumnya menjabat tidak menunjukan kinerja dan gagasan yang baik untuk membangun daerah. Karena dalam perjalanannya ia mendukung salah satu calon dan menang, ia masih dipertahankan untuk menjadi kepala dinas tertentu.
Bagi saya, ini tentu sesuatu yang salah kaprah dalam menata dan membangun suatu daerah. Terselenggaranya pemerintahan yang baik, tentu harus didukung dengan personil yang baik pula. Muna perlu birokrasi yang kompetitif−sebuah birokrasi yang mampu bersaing dengan birokrasi daerah lain. Ia harus mampu menemukan sebuah terobosan untuk mengeksplorasi daerah dengan segala sumber kekayaan alam yang ada. Ia juga harus bisa memacu kreatifitas warga, dengan memanfaatkan segala potensi ekonomi yang tersedia.
Muna, selama ini mempunyai pengalaman yang buruk, masih banyaknya kakus-kakus yang tidak tertata dengan baik. Birokrasi dibangun bukan berdasarkan kemampuan untuk me-manejemen bawahanya agar bekerja dengan efektif, tetapi birokrasi yang dibangun karena faktor politik. Birokrasi yang demikian, dapat menimbulkan berbagai penyakit yang kronis; korupsi, kolusi dan juga nepotisme.
Maka tak heran, jika selama ini kita mendengar bahwa Muna memang sebuah daerah yang masih terbelakang, tertinggal dan tak pernah bangkit dari tidur lelapnya.
***
Lalu, pertanyaannya, siapa yang dapat mereformasi kakus-kakus tersebut?
Dulu, saya adalah orang yang sangat mengagumi sosok Rusman Emba saat menjadi ketua DPRD Sulawesi Tenggara. Saya masih teringat, ketika menjadi mahasiswa kami berdemonstrasi menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di depan gedung Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi tenggara. Ditengah kerumunan demonstrasi mahasiswa itu, ia datang dan menyambut ramah mahasiswa. Dengan senyumannya yang ramah, ia kemudian merespon aspirasi mahasiswa yang juga merupakan aspirasi rakyat Sulawesi Tenggara. Ia naik diatas kap mobil angkot, lalu berdemonstrasi ikut mendukug tuntutan mahasiswa.

Rusman Emba

Kekaguman saya bertambah ketika ia dikenal sangat dekat dengan anak-anak muda. Ia tak ingin membangun jarak dengan pemuda yang merupakan generasi penerus bangsa. Ia hendak membangun komunikasi dengan pemuda, untuk bersama-sama memikirkan persoalan bangsa dan daerah masing-masing.
Meskipun saya tidak pernah bertemu langsung dengan sosok Rusman Emba, pada pencalonannya di Pilkada Muna tahun 2014 lalu, saya tetap mendukungnya. Bagi saya, dia merupakan sosok yang visioner−yang mampu membawah daerah Muna menuju kemajuan. Ia dikenal mempunyai gagasan yang banyak, untuk membangun ekonomi petani masyarakat Muna.
Dalam perjalanan karir politiknya, Rusman Emba terpilih sebagai Bupati Muna. Sebelumnya ia sempat menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) Sulawesi Tenggara, lalu mengundurkan diri untuk mengikuti perhelatan pemilihan Bupati Muna. Dengan kemenangan yang diperolehnya dan menjabat sebagai Bupati untuk lima tahun, masyarakat Muna menyandarkan harapan agar gagasan Rusman Emba dapat memengaruhi kehidupan mereka.
Disinilah, peran Rusman Emba sangat diharapkan untuk dapat mereformasi kakus-kakus di Muna yang bermasalah.
Namun, harapan itu tinggal harapan dan belum ada gagasan yang langsung bersentuhan dengan kehidupan masyarakat Muna. Belum ada kinerja yang menunjukan keprogresifannya untuk memajukan daerah. Ia hanya mempopulerkan tag-line Mai Te Wuna (bahasa Indonesianya: datang di Muna), yang bergerak dibidang kepariwisataan dan budaya. Ia hendak, memperkenalkan budaya-budaya Muna dan potensi pariwisata yang dimiliki Muna.
Di jajaran birokrasi, ia tidak melakukan banyak hal. Bahkan ada kepala dinas, yang tidak mempunyai kinerja baik, masih dipertahankan hanya karena faktor dukungan politik. Perombakan di birokrasi tidak berjalan secara demokratis, yang ditunjuk berdasarkan kemampuan dan keahliannya. Ia sama halnya mempekerjakan orang-orang tanpa gagasan, yang tidak hendak sama sekali membangun ekonomi petani.
Sekarang, kekaguman itu menipis bahkan tidak ada lagi, saat ia mendeklarasikan untuk menuju kursi Gubernur Sulawesi Tenggara. Ia seperti hendak menjadikan Muna seperti lompatan untuk menuju kursi kekuasaan yang lebih luas lagi. Di media sosial ia mengumumkan ingin mencalonkan diri sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara. Baliho-balihonya sudah tersebar luas. Bahkan dengan pakaian yang necis memakai jas dan dasi, ia terlihat membingungkan. Ia sebenarnya mewakili siapa!
Dari pakayan yang dikenakannya kita dapat menebak, ia seperti mewakili kelas menengah dan golongan kaya. Bukan petani, buruh dan nelayan. Inilah yang saya lihat.
***
Bagi saya, Rusman Emba seharusnya tak perlu buru-buru untuk menebar opini tentang pencalonanya. Ia seharusnya fokus terlebih dahulu untuk membangun dan menata Muna, ia sudah sekian lama tak berkembang. Selama pemilihan dan sampai dibawahnya proses hukum ke Mahkama Konsistusi (MK), Muna seperti dibuat terseok-seok. Perseteruannya memakan waktu satu tahun lebih. Ketika daerah lain sudah mulai membangun, Muna masih berseteruh tentang pelanggaran pemilihan. Ini sangat menguras tenaga dan membuat pembangunan Muna terlihat dikesampingkan.
Kini, Rusman Emba menjabat sebagai Bupati Muna sudah dua tahun lebih. Ia harus fokus dan progresif menata kakus-kakus yang bermasalah. Penataan kakus-kakus itu, juga dapat membuat masyarakat Muna agar tak membuang taik ditempat hamparan luas lagi. Mereka harus dibuatkan sanitasi−toilet agar tak menimbulkan berbagai macam penyakit.
Inilah sikap saya sebagai warga Muna, yang juga sangat mencintai Muna. Saya kritik terhadap opini pencalonanya sebagai Gubernur, sementara di Muna, ia belum berbuat banyak. Kakus-kakusnya masih banyak yang bermasalah, namun ia hendak memanjat kekuasaan yang lebih tinggi lagi.
Ia tak bisa, memanjat kekuasaan seperti Jokowi yang dimulai dari bawah. Jokowi terkenal dan disenangi rakyatnya karena berhasil mereformasi kakus-kakus di Solo. Sementara Rusman Emba, apa yang dilakukan di Muna, itu belum ada.
Saya hanya ingin mengatakan, kekuasaan dapat membuat keterlenaan, tergoda yang kemudian dapat diselewengkan. Ketika kekuasaan digenggam, ia sewaktu-waktu juga akan lepas. Maka kekuasaan seharusnya dipegang teguh, menjaga kepercayaan itu agar terus mendapat legitimasi kepercayaan terhadap masyarakat Muna. Karena seperti yang dikatakan Daniel Dhakidae bahwa kekuasaan begitu nyata dan juga begitu misterius.
Rakyat dalam kehidupannya sangat membutuhkan orang-orang baik dan berkemauan baik dalam membangun kesejahteraan. Obama dalam buku autobiografinya The Audacity of Hope, seperti yang tertulis dalam buku Teten Masduki: Panglima Domba Melawan Korupsi menulis “Jika ada cukup banyak orang yang percaya pada kebenaran proposisi itu dan bertindak sesuai dengannya, boleh jadi kita tidak hanya dapat menyelesaikan persoalan tetapi juga mampu melakukan sesuatu yang lebih bermakna.”
Jadi, pilihan ada ditangan Rusman Emba. Ia lebih mendengar golongannya untuk berkuasa atau mendengar aspirasi rakyat Muna yang lebih membutuhkannya.
Untuk saya, ia seharusnya fokus untuk memperbaiki kakus-kakusnya.

                                                                                                L. Halaidin
                                                                                                Muna, 18 Juni 2017