Pixabay.com |
SANGAT banyak, saya menemukan anak-anak muda yang pandai bicara politik. Mereka bicara seperti orator hebat, yang tutur katanya tersusun rapi. Saya kadang mengatakan, mereka sangat luar biasa, bicara bak pengamat yang lihai meneropong keadaan perpolitikan tanah air.
Kita
patut mengapresiasi hal-hal yang demikian. Itu pertanda positif, banyak
anak-anak muda yang sudah melek politik. Saya bersepakat dengan salah satu
sahabat, bahwa bicara ranah politik, itu bukan saja bagian mereka yang sudah
menapaki ilmuwan/intelektual politik. Juga tidak mesti harus didiskusikan lewat
forum-forum formal. Semua bebas.
Dengan
aliran berita diberbagai media—yang berseliweran dijagat maya, anak muda bebas
membicarakan politik dimanapun dan kapan saja. Sebagaimana kita menganut
kebebasan berpendapat, maka tentu tak ada masalah. Ketika, anak muda ramai
bicara politik—mengutarakan pendapat, secara tidak langsung sebenarnya mereka
sudah ikut berpolitik. Ia itu—berpolitik lewat mulut ke mulut.
Dari
itu, saya menyeruhkan, mari kita ramai-ramai berpolitik.
Namun,
bagi saya, berpolitik hanya lewat mulut ke mulut itu tidak cukup. Itu sama
halnya seperti membuat jaring ke laut, yang sama sekali tak punya ikan.
Hasilnya nol, meskipun cara membuangnya sangat baik.
Apa
yang ingin saya katakan adalah, anak muda minimal harus berani berpolitik lewat
media sosial. Caranya? Sederhana saja, berani melempar opini ke publik melalui
tulisan. Di media sosial, sangat banyak ditemukan kanal-kanal yang bisa
menampung tulisan-tulisan kita. Atau anak muda bisa membuat kanal sendiri, yang
lalu membuat tulisan untuk dikonsumsi publik. Sederhana, bukan!
Hal
tersebut merupakan salah satu cara, ketika anak-anak muda belum menemukan
ideologi yang pas dengan salah satu partai. Anak muda bisa memilih jalur kanal
media sosial untuk berpendapat—mengutarakan ide politik dan opininya. Itu jalur
independen, berhak mengkritik berpedaan politik dengan siapa pun. Dari itu,
kita harus mempunyai keberanian, meskipun opini yang kita sampaikan
bersinggungan dengan orang lain.
Inilah
yang saya lakukan hari ini. Berani berpolitik lewat media sosial. Minimal, apa
yang terbenam dikepala, dikelola, lalu melahirkan opini, pendapat tentang
perpolitikan. Lalu, anak muda juga harus berani, mengalihkan dukungan atau
mendukung salah satu figur ketika pemilihan akan berlangsung. Intinya, agar
kita tak terlihat seperti seorang pragmatis.
Saya
mengutip, salah satu percakapan dalam novel Tan yang ditulis oleh Hendri Teja,
bahwa “orang yang bermuka tebal itu bisa memiliki separuh dunia.” Artinya, kita
jangan takut salah atau takut didebat, karena beribu-ribu kesalahan itu masih
lebih baik daripada kita bungkam dan tak melahirkan apapun.
Anak
muda, mari kita berani berpolitik lewat media. Ayolah. Jangan hanya banyak
bicara.
L. Halaidin
20 Juni 2017
0 komentar:
Posting Komentar