Kisah Seorang Nelayan di Purirano

Ini adalah cerita saat saya bertemu dengan nelayan di purirano. Keadaan mereka penuh dengan ketidakadilan.

Kenangan di Puncak Terindah Buton Selatan

Ini adalah bentuk penghayatan, akan indahnya alam. Olehnya itu, alam harus dijaga dengan baik agar kita hidup dalam penuh damai dan tentram.

Menggeluti Ilmu di Perguruan Tinggi

Bersama dengan ilmu pengetahuan kita dapat maju, bergerak dan bersaing dengan pihak-pihak lain. Mari, kita dahulukan pendidikan kita.

Sebuah Perjalanan di Muna Barat

Kami mencari keadilan atas masyarakat yang selama ini teralienasi. Lahan-lahan mereka dipermainkan oleh elit-elit desa, mengeruk keuntungan dengan membodohi masyarakat. Kami menolak dan melawan.

Mencari Keindahan di Danau Maleura

Di danau ini, ada panorama keindahan, yang membuat pengunjung sangat menikmati suasana. Hawa dingin dan air yang jernih dan terdapat banyaknya gua-gua. Ini keren kan. Adanya hanya di Muna.

27 Maret 2017

Aku, Kamu dan Penyatuan

Sumeber Gambar: pixabay.com
Ada pertanyaan kritis yang membayangi pikiranku tentang cinta. Apakah cinta itu ada? Jika orang berpacaran atau menikah, apakah semua itu didasari atas nama cinta, bukan nafsu? Atau jangan-jangan, selama ini kita tidak sedang mencintai tapi hanya ketertarikan, sekedar rasa suka karena lekuk tubuh yang seksi.

Jika sudah demikian, bukankah itu jauh dari kata cinta. Yang ada adalah nafsu belaka, yang bertopengkan atas nama cinta dan mencintai.

Lalu, bagaimana cinta datang kepada seseorang? Saya kadang tak memahami ini. Apakah ketika jantung kita berdetak kian kencang saat bertemu perempuan, pertanda bahwa ada perasaaan kepadanya, cinta. Saya pernah bertemu dua perempuan dalam tahun yang berbeda, merasakan degup jantung itu.

Pertanyaannya, apakah itu yang namanya cinta? Saya sungguh tak paham. Berhari-hari kadang saya melamun, terpikir oleh perempuan itu. Tetapi, apakah ia juga memikirkanku?


Namun, dua perempuan lainnya sangat jauh berbeda. Satunya, saya merasakan biasa-biasa saja, lalu kami menjalin asmara beberapa tahun. Tak lama, putus ditengah jalan karena saya tak menemukan yang namanya cinta. Satunya, ia mendekatiku tapi kujauhi, perasaanku biasa-biasa saja, tak merasakan cinta di hati saya.

Saya sungguh bingung dengan semua itu. Ketika ada degup jantung yang begitu ber-genderang, saya dibuat oleh ketidakberdayaan. Apakah itu cinta? Mungkin cinta, tapi mengapa saya tak berani mengungkapkannya.

Tetapi, saat degup jantung tak ada, saya berani mengatakan kata yang aneh itu dan ia menerimanya. Kami menjalani hubungan bertahun-tahun, dan terhenti karena saya tak merasakan cinta. Sama halnya dengan perempuan yang satunya, degup jantung tak ada. Ia mencoba mendekatiku, tapi saya tak merasakan apa-apa. Maka ia kujauhi secara perlahan-lahan.

Cinta, engaku sungguh begitu aneh bagiku.

Mengapa engkau tegah membunuh orang, yang tak bisa membunuhmu.
Aku terbunuh oleh ketidakberdayaanku sendiri.
Atas nama cinta, engkau bahkan membunuhku berhari-hari.

***
Saat itu, ketika kuliahku memasuki semester tiga, saya bertemu perempuan yang membuat degup jantung ini berdetak kian kencang. Inisialnya CMP. Ia satu angakatan denganku di Universitas Halu Oleo. Dimata saya ia begitu anggun, natural dan sangat mempesona. Ia cantik, bukannnya dipoles dengan berbagai ragam rupa make-up, tapi dandanannya yang ala kadarnya.

Saya kembali bertanya-tanya, apakah saat itu saya betul-betul jatuh cinta dengan CMP? Cinta bagiku begitu abstrak, ia sama sekali tak bisa terartikan, spontan dan tak bisa ditebak. Itulah yang saya artikan selama ini. Lalu, saya kemudian mencoba berbaik hati, memberinya perhatian, mendekatinya agar saya bisa betul-betul mengetahui, cinta.

Pendekatan dan perhatian itu, sempat berjalan beberapa tahun. Saya menemukan arti cinta
--saat degup jantung itu berdetak--ia menginginkan penyatuan antara aku dan kamu--menjadi kita. Detak itu, ingin menghilangkan ke-egoan antara aku dan kamu, lalu kemudian kita melebur menjadi satu--kita menyatu.

Cinta itu adalah proses penyerahan diri segala tentang aku, kepada kamu
--lalu kita melebur dalam penyatuan. Yang ada, bukan lagi aku dan kamu tetapi kita--kita bersama. Maka dari itu, setiap pasangan harus selalu menjaga perasaan, saling menyayangi dan tidak menyakiti. Karena mereka pada dasarnya suda satu---ada dalam satu bingkai yang bernama cinta.

Apa yang saya rasakan tak menemui kenyataan. Saat saya ingin menyerahkan diriku, memberikan segala egoku tentang aku kepada CMP, ia dikabarkan akan menikah. Harapan itu pupus dan memori semua terhapus. Saya ingin mencoba menghapus semua
--bahwa perasaan itu bukan apa-apa.

Apakah selama ini, CMP tidak merasakan hal yang sama? Apakah hanya saya yang mersakan itu? Lalu, apa artinya ketika cinta terjalin, tapi aku dan dia tidak merasakan hal yang sama.
***

Cinta lalu berubah, yang pada kenyataannya adalah gua-gua yang gelap. Kita tidak akan menemukan terang dan keindahan, saat kita terbunuh oleh ketidakberdayaannya. Tak bisa mengungkapkan cinta, sama halnya engkau masuk didasar jurang yang akan menyiksamu bertahun-tahun.

Itulah yang saya alami. Saya terpenjara oleh rasa minder, seorang pemuda yang hanya lahir dari desa. Saya datang hanya membawa diri, otak
--pikiran, untuk sebuah pertarungan dengan nasib. Dengan rasa itu, saya memutuskan untuk menutup celah-celah yang ada, agar tidak ada lagi yang mengalir memasuki labirin-labirin yang telah kering-kerontang itu. Untuk sementara waktu saya ingin mengeringkannya.

Namun, proses pengeringan itu tidak terjadi. Ada setetes embun yang datang dan menghampiri, lalu ingin mengisi celah yang kosong. Perempuan itu berinisial EVR. Ia baik dan perhatian, sering memanggilku untuk membaca diperpustakaan.

Setelah kuperhatikan, ternyata ia sudah punya kekasih. Lalu, untuk apa ia mendekatiku? Apakah ia hendak memutuskan pacarnya atau ia hanya memanfaatkan kepintaranku, untuk mengerjakan tugas-tugas dan skripsinya.

Aahhh....ia begitu jahat seperti sosok Mak Lampir yang berubah wujud  menjadi perempuan cantik, lalu menggoda lelaki polos untuk dijadikan budaknya. Tak akan kubiarkan semua itu terjadi. Saat itu, saya memutuskan untuk tidak menemuinya dan menghindar secara perlahan-lahan. Saya juga tak menemukan cinta dengannya.

Diakhir-akhir semester, saya kembali bertemu perempuan yang membuat degup jantung itu berdetak kian kencang. Ia adalah junior saya di jurusan Ilmu Ekonomi. Inisial perempuan itu adalah PAP. Ia begitu indah dan mempesona. Kecantikannya seperti dibentuk oleh alam yang diciptakan oleh maha indah sang pencipta. Ia juga sederhana, natural dan tidak bermake-up berlebihan.

Saya sering memperhatikan aktivitasnya dikampus. Saat saya merampungkan penelitianku di Badan Pusat Statistik (BPS), kami bertemu dan ia memberikan senyuman. Ia adalah orang yang tulus kepada semua, untuk memberikan kebaikan. Senyuman bagi saya adalah kebaikan, yang tanpa besifat materi. Sama halnya membantu tanpa mengharapkan imbalan.

Sejak saa itu, saya telah dibuat jatu hati olenya. Saya telah menemukan apa itu arti cinta dan mecintai. Saya berniat menuliskan sebuah surat untuknya serta memberikan hadiah buku novel. Tetapi, saya tak kunjung bertemu denganya. Surat dan hadiah itu tak pernah kesampaian.

Cinta kau begitu membunuh.

Membunuh orang-orang yang tak berdaya akan cinta. 
Cinta kau begitu indah.
Tapi membunuh, saat cinta itu tak pernah kesampaian.

Wahai perempuan- perempuanku, datang dan kemarilah. 

Aku disini menunggu.
Menginginkan penyatuan bersama kalian.
Karena aku tersadar, aku, kamu.
Adalah cinta.
                                                                     Laode Halaidin
                                                                     Kendari, 27 Maret 2017

PS. Saya sengaja menuliskan inisialnya saja, agar tak diketahui oleh mereka.

07 Maret 2017

Hari Perempuan Internasional: Ibu adalah Pahlawanku

Ibu dan Ponakanku
Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional, maka hargai dan berilah cinta serta kasih sayang pada ibu kita, ibu kalian semua. Dan perempuan-perempuan yang ada disekeliling, istri, tetangga, teman kos, kantor, sambutlah mereka dengan senyum yang tulus, yang menggambarkan bahwa mereka itu ada.
Karena pada dasarnya, perempuan-perempuanlah yang melahirkan kita di dunia ini. Mereka yang membuat mata kita terbuka, demi melihat dunia yang begitu dinamis. Perempuanlah yang selalu mengajarkan kita bagaimana kesabaran itu ditanam di dalam diri. Dan perempuanlah yang selalu mengajarkan kita tentang ketegaran, ketegasan, ketulusan dan rasa syukur dengan apa yang ada pada hari ini.
Siapa perempuan itu? Dia adalah Ibu, yang selama ini selalu hadir ditengah-tengah, dikala kegelisahan menggunting semangat kita.
Kata Ibu, sabarlah nak! Kehidupan di dunia memang seperti ini. Tapi, kamu jangan pernah menyalahkan Tuhan, jika saja hidupmu dirundung dengan kesulitan dan kesusahan. Tawakal adalah obat mujarab agar kita tidak mengingkari kekuasaannya. Jalani kehidupanmu dengan semestinya. Dan jangan lupa bersyukur dengan apa yang kamu kerjakan hari ini. Itu akan lebih baik bagimu, jika tidak nak! Saya akan mendoakanmu disini, semoga apa yang kamu cita-citakan dapat tercapai.
***
Perempuan itu dikatakan sebagai pahlawan (untuk diri kita sendiri) bukan saja karena dia berani turun ke medan perang, lalu berperang habis-habisan. Perempuan pahlawan adalah perempuan yang setiap tetes katanya dapat menggerakan manusia, membuat kita tersadar, lalu kita melakukan hal-hal yang baik.
Kita teringat dengan apa yang diperjuangkan oleh R.A. Kartini. Dalam kungkungan adat Jawanya, ia berani melawan untuk kemudian mendirikan sekolah perempuan. Kartini perihatin dengan nasib kaum perempuan saat itu, yang bahkan untuk pintar saja tidak diperbolehkan, kecuali kaum ningrat. Dia melawan batasan-batasan itu dengan tutur bahasanya yang lembut, yang bermuarakan pada gagasan-gagasan untuk memperbaiki nasib para kaum perempuan.
Kartini terhenti mengajar, saat ia menikah dengan Bupati Rembang. Namun, ia telah berhasil memperjuangkan emansipasi perempuan, menempatkan perempuan sebagai subyek penggerak kemajuan masyarakat bumiputra.
Kisah ini dapat kita tonton di filmnya “ Surat Cinta Untuk Kartini” yang diperankan oleh Chicco Jerikho dan Rania Putri. Ini adalah film edukasi tentang sejarah perjuangan Kartini, saat ia ingin mengangkat derajat perempuan bumiputra. Meskipun film lama, saya sangat suka, dan lagian pemeran utamanya Rania Putri cantik sekali. Tak bosan untuk dipandang. Rania Putri telah membuat saya jatuh hati.
***
Untuk itulah, bahwa perempuan keberadaannya harus dihargai. Pemikirannya juga harus dihargai. Perempuan juga harus ditempatkan dalam dunia sebagai penggerak peradaban.
Kata, Pramoedya Ananta Toer dalam novel Jejak Langkah “Perempuan adalah lautan kehidupan. Tak akan ada peradaban dimuka bumi ini, jika tak ada perempuan.” Jadi hargailah.
Untuk laki-laki dan perempuan, hargailah perempuan-perempuan yang ada disekeliling kalian. Buatlah mereka ada. Terutama untuk Ibu kita, Ibu kalian sendiri. Karena merekalah cahaya yang terang disaat purnama menjelang.
Ibu, rinduku dan cintaku bagai genderang perang, menyelimuti diri ini, yang ingin selalu dekat disampingmu. I Love Ibu.
                                     
                                                                                    Kendari, 8 Maret 2017
                                                                                    Laode Halaidin

05 Maret 2017

Membaca Novel Tan Malaka

Buku Novel Tan: Karangan Hendri Teja. Sumber ; Dok. Pribadi
Membaca novel Tan, sama seperti menyuruput kopi di pagi hari. Bahasanya renyah, mengalir dan tidak bisa berhenti jika tidak sampai pada ujungnya. Kopi juga seperti itu, ada renya-renyanya, mengalir dengan lancar jika diseruput dan tak bisa berhenti jika tak sampai pada dasar-dasar cangkirnya, yang tinggal menyisakan ampasnya.
Buku ini, bukan cerita heroik yang dialami oleh Tan Malaka. Buku ini adalah buku yang menceritakan tentang perjuangan, perjalanan, perburuan, buah pikiran dan keterhempasan Tan Malaka di sebuah negeri yang terjajah. Negeri terjajah itu, negeri yang selama ini menjadi tempat tumpah darah Tuan Tan Malaka sendiri, yaitu Hindia.
Selama sekian tahun negeri Hindia dijajah, yang kemudian diperas untuk keuntungan Nederland, membuat Tan Malaka resah. Ia tak tenang melihat negerinya dijadikan sapi perah berpuluh-puluh tahun. Matahari yang menyengat, panas menembusi kulit para buruh petani kopi, teh serta buruh-buruh kereta api dan buruh kapal ternyata untuk kekayaan negeri Nederland yang sempit itu, bukan untuk rakyat negerinya.
Kenyataan ini, sangat membakar jiwa Tan Malaka sendiri. Baginya, untuk melepaskan sebuah negeri yang terjajah, masyarakat Hindia harus diberi kepintaran. Mereka harus mendapatkan pengetahuan tentang negerinya. Anak-anak negeri harus didik, agar terlepas dari jerat nista yang dialaminya.
Lewat kesadaran itu, lalu Tan mulai mengajar, menjadi guru. Negeri ini butuh seseorang untuk mencerdaskan anak-anak bangsanya agar lagi tidak menjadi babu ditanah air sendiri. Saat ia mulai mengajar, ia melihat kenyataan dilapangan, para buruh dipukuli dengan rotan. Hal ini kemudian merubah nuraninya untuk memperjuangkan kaum-kaum buruh dengan pergerakan.
Perjuangan lewat pergerakan membawanya terus menyelam bersama kritiknya. Ia menulis tentang penderitaan rakyat Hindia dibawah kerja rodi pemerintah Nederland. Negerinya yang kaya akan rempah-rempah tak memberikan setetes keringanan untuk beban hidup yang dialami rakyat Hindia.
Mereka masih tercekik oleh kemiskinan. Kelaparan, terus menganggu siang dan malam, yang menyebabkan banyak rakyat yang meninggal, penyakit terus menggempur dan kurus kering tinggal kulit berlapis tulang. Kekayaan akan negeri, ternyata hanya memakan ulu hati masyarakat miskin, bukan memberikan penghidupan yang baik buat mereka.
Lalu, sampai kapankah penderitaan itu akan berakhir?
***
Tan adalah seorang pemikir sosialis. Ia juga sangat dekat dengan ajaran agama Islam sewaktu berada di Nagari Lumuik Suliki, Minangkabau. Di Minangkabau ia banyak belajar agama, bersama dengan ayah dan kakek-kakeknya. Sehinnga, Tan tidak bisa jauh dari ajaran agama yang suda melekat dalam darah dagingnya selama ini. Baginya, Islam dan sosialis sewaktu penjajahan Nederland isi pemikirannya tidak jauh berbeda. Sama-sama ingin melepaskan rakyat Hindia dari penjajahan, merdeka dari penindasan, kerja rodi dan buruh-buruh upah murah.
Dalam pergerakan, ia berusaha menyatukan dua kekuatan besar itu, Pan Islamisme yang berbasiskan Syarikat Islam (SI) dan Partai  Komunis Hindia (PKH) yang berbasikan orang-orang sosialis. Namun, ide-ide ini banyak ditentang oleh sahabat-sahabatnya, lalu dikhianati.
Baginya, untuk mengakhiri penderitaan di Hindia ia perlu sebuah organisasi. Dengan itu, ia memobilisasi para buruh untuk mendirikan sebuah organisasi. Perkumpulan-perkumpulan para buruh didirikan, yang kemudian disatukan dalam organisasi tersebut. Ia bersama buruh memulai perlawanan, melakukan pembangkangan dan pemogokan disana-sini.
Pemikiran-pemikiran Tan Malaka itu sangat ditakuti oleh pemerintah Nederland, Gubernur Jenderal. Apalagi ia hendak menyatukan dua kekuatan massa Islam dan PKH. Baginya Tan sendiri, Pan Islamisme dan PKH punya cita-cita dan tujuan yang sama, membebaskan rakyat dari rantai-rantai penindasan pemerintahan Nederland, menginginkan kemerdekaan negeri Hindia tanpa ada lagi kerja rodi dan perbudakan lainnya.
Namun apalah daya, diperjalanannya dalam sebuah pergerakan itu, ia banyak ditentang yang kemudian dikhiantai oleh sahabat-sahabat seperjuangannya. Ia dijebak dan dipenjara bertahun-tahun, yang membuat jiwanya tersiksa dalam penjara dekil. Setelah keluar bukannya malah bebas, sebebas burung elang, malah kembali menjadi buronan. Ia membuatnya berlari dan terus berlari.
***
Seorang Tan bukanlah seorang islamisme, ia juga bukan seorang komunis. Tan adalah keduanya, menyatukan dua pemikiran itu demi sebuah negeri yang terjajah. Hasratnya yang begitu menggebuh-nggebuh untuk sebuah cita-cita kemerdekaan Hindia, membuatnya terus berontah. Ia mengatakan, didepan Tuhan saya seorang Islam, tapi didepan masyarakat/rakyat saya seorang sosialis.
Itula Tan Malaka. Hidupnya telah ia berikan untuk negeri ini. Ancaman kematian tak membuatnya takut dan mundur sedikitpun. Dalam perjalanan hidupnya, ia terhempas dan dihempaskan oleh kekuasaan. Sebelum Indonesia merdeka, ia dihempaskan oleh kekuasaan Nederland. Sementara itu, sesudah Indonesia merdeka ia dihempaskan oleh kekuasaan anak negeri sendiri.
Tan, aku masih ingat kata-katamu, bahwa dari dalam kubur suaramu akan lebih keras daripada diatas bumi. Apakah hari ini sudah mulai lebih keras? Belum Tan, belum. Tapi saat ini engkau sudah mulai diperbincangkan. Pemikiranmu dalam buku-buku sudah mulai bermunculan, diperbincangkan dan didiskusikan.
Sosokmu bukan akan menjadi pemimpin Indonesia saat itu dan saat ini. Sosokmu dipersiapkan untuk memimpin Indonesia kedepan, untuk manusia-manusia baru.


                                                                                 La Ode Halaidin
                                                                                 Kendari, 6 Maret 2017