Gambar AADC 2 dan AADC 1 |
Saya tak pernah membayangkan apa yang ku tulis
tentang film ini. Saya juga tak tahu apa yang bisa ku petik dari film ini.
Semua biasa-biasa saja dan tak ada yang menegangkan. Sama halnya seperti
sinetron-sinetron yang muncul tiap pagi, siang dan sore di teve-teve swasta.
Namun saya melihat film AADC 2 begitu
banyak penggemar. Dari hari pertama tanggal 28 April sampai dengan hari ini,
kesepuluh tanggal 7 Mei di bioskop holywood Kendari tak pernah sepi. Saya
bahkan baru mendapatkan satu kursi malam ini, itupun kursi depan sebagai sisa.
Lantaran banyaknya yang berminat, bahkan orang-orang rela nonton untuk jam dua
belas malam. Waaooww….. saking begitu sukanya dengan film ini.
Sebenarnya saya mempunyai banyak
pertimbangan untuk menonton film ini. Antara keuangan saya dan cerita film yang
kemungkinan seperti sinetron-sinetron kebanyakan nongol di teve-teve. Sejak
pertama tayang di bioskop sejak tanggal 28 April saya beranggapan film AADC 2 tidak
akan lebih seru dari film AADC 1. Namun ada yang membuatku begitu penasaran
untuk menonton film ini. Jutaan manusia bahkan rela untuk mengantri menonton
film ini. Saya pun ikut arus dan menempatkan waktuku untuk menonton dan
menghentikan buku bacaanku. Uang lima puluh ribu pun melayang. Selamat
tinggal……
Saya sempat mengulang-ngulang menonton
film AADC 1. Dari pertama nonton sejak empat belas tahun lalu, saya sangat suka
karakter sosok Rangga dan Cinta. Rangga yang suka menyendiri dan selalu
menempatkan waktunya untuk membaca, menulis puisi, yang kemudian puisi-puisinya
memenangi lomba. Dan Cinta sejak saat itu adalah sosok yang sangat populer,
pintar dan tercantik di sekolahnya. Lalu, dia diam-diam jatuh hati pada sosok
Rangga yang unik dan pendiam, selalu menyendiri yang membuat Cinta begitu
penasaran. Hingga mereka berdekatan dan saling jatuh hati.
Saya suka kata-kata Rangga, ketika
mereka pergi berbelanja buku, lalu kemudian bertengkar. Saat itu Cinta ada
janji untuk menonton konser Pas Band bersama dengan sahabat-sahabatnya. Cinta
lalu memilih untuk menonton konser daripada mencari buku-buku bacaan bersama
Rangga. Rangga mengatakan, kamu perempuan yang tidak berprinsip dan
berkepribadian. Kamu malah mementingkan pertemuan dengan sahabat-sahabatmu
untuk menonton konser daripada kepentingan masa depanmu sendiri. Cinta lalu
marah dan meninggalkan Rangga. Lalu penjual buku bekas itu menghampiri “
Rangga, kau lihat cewek itu, kalau dia menoleh berarti dia menginginkan kau
untuk menyusulnya”. Rangga dan penjual buku bekas itu kemudian melihat kemana
Cinta akan bergerak dan melangkahkan kakinya. Tak lama kemudian Cinta menoleh
kebelakang melihat Rangga dengan wajah yang sangat cemberut tetapi sebenarnya
Cinta berharap agar Rangga menyusulnya.
Saya menontonya begitu deg-degan dan ada
rasa emosional yang muncul karena kecantikan Dian Sastro, meskipun dia saat itu
cemberut namun aura mukanya begitu memesona. Hubungan yang suda terasa mengalir
dalam kebersamaan kini membeku kembali. Rasanya saya ingin membisikan sesuatu
kepada Rangga “betapa egonya, betapa malangnya dirimu mengacuhkan dia yang
begitu cantik, Rangga jangan lepaskan dia, jangan lepaskan dia. Susul dia, Rangkulah
dia, menyelamlah bersamanya dalam dunia yang bahkan kalian tak tahu, karena
dengan cinta dunia akan begitu indah”. Cintailah Cinta dengan cintamu. Cintailah
hingga engkau benci. Lalu, cobalah belajar engkau membenci cintamu, lalu
maafkan kebencianmu untuk mencintai benci itu Rangga.
Lalu, bagaimana dalam film AADC 2 ini!
Apakah saya kecewa pada saat menonton
film AADC 2 ini! sama sekali tidak. Saya hanya tidak suka adegan-adegannya yang
begitu monoton, sama seperti sinetron-sinetron era sekarang. Seharusnya di AADC
2 harus dibuat lebih indah, lebih memesona lagi. Ketika Rangga dan Cinta
terpisah beberapa purnama, pertemuan di Jogja pertama kali sama sekali tak
menegangkan. Ada surat kata putus dari Rangga yang membuat Cinta memperlihatkan
aura yang begitu cuek dan cemberut, namun sebenarnya masih menyimpan perasaan
yang mendalam dihatinya. Seharusnya harus dibuat ekting yang membuat penonton
tegang dan akan mengatakan, wwaaooww….. mereka akan bertemu, kira-kira apa yang
terjadi ya. Saya melihatnya datar-datar saja, biasa-biasa saja. Inilah jalan
ceritanya, dan tidak membuatku merasa wwaaoww terhadap film ini. Dahaga saya terasa
belum terpuaskan dengan cerita dan ekting dalam film AADC 2 ini.
Namun ada yang ku suka tentang sosok
Rangga yang pekerja keras dan terus berkarya dengan menulis puisi dan buku yang
dibuatnya meskipun tak pernah selesai. Ditengah kegundahan hatinya pada sosok Cinta
yang jauh terpisahkan antara samudra dan benua, dia tetap bekerja keras. Dia
tetap berusaha dari keterbatasannya dari biaya kuliah, meskipun saat itu kuliahnya
hancur, yang kemudian memutuskan hubungannya dengan cinta melalui surat.
Pemutusan cinta itu, bukan karena tak lagi mencintai Cinta, namun sosok rangga
takut tidak akan membahagiakannya. Lalu ia bahkan bekerja di sebuah kedai kopi sahabatnya,
yang juga kesekian tahun membantunya.
Saat Rangga sedang mencari Cinta dan tak
kunjung menemukannya di Jogjakarta, dentuman musik terdengar mengalun dengan
begitu indahnya. Rangga lalu berucap dalam hati dalam berbaris puisi “ saya
menyelam bersama kesepian, seperti halnya menyelam bersama kata-kata Pablo
Neruda.
Saya sangat suka dengan karakter seorang
Rangga, yang selalu menulis puisi. Rangga juga adalah seseorang yang kritis
terhadap seseorang yang memilih cinta bukan karena mencintainya dengan setulus
hati tapi karena harta dan kemewahan. Ini sangat menyentuh budaya selebritis
dan bahkan masyarakat kita hari ini, dimana pernikahan dilakukan atas dasar
karena harta dan kemewahan dan bukan atas dasar cinta. Inilah yang membuat
Cinta marah ketika Rangga menanyakan tunangannya. Rangga berucap, tunanganmu pasti
berasal dari keluarga kaya raya dan banyak harta. Cinta tidak menerima ucapan
Rangga dan marah, lalu meninggalkannya.
Apa yang diperlihatkan dalam adegan ini
sebenarnya menggambarkan bahwa Cinta yang diperankan oleh Dian Sastro menolak
cinta yang bersifat materialistik. Dia hendak ingin mengatakan bahwa cinta
adalah cinta, bukan sesuatu yang bersifat materialistik. Cinta adalah kerelaan
dua insan yang saling jatuh hati, penyatuan hati dalam bingkaian ketulusan.
Cinta adalah penghilangan ego, menyatukan diri menjadi kita. Cinta adalah dentuman
hati yang selalu berdesir, dikala siang maupun malam dan dikala dekat maupun
jauh.
Lalu pertanyaanya, bagaimana dengan
isu-isu yang selalu beredar bahwa pernikahan Dian Sastro didasari karena harta
dan kemewahan. Apakah benar Dian Sastro menikah karena harta dan kemewahan sang
suami!
Entahlah. Semoga saja ini tidak benar. Namun
dalam film ini kita dapat menarik benang merah, bahwa Dian Sastro menolak
hal-hal yang berbau materialistik dalam kehidupannya.
Kendari,
7 Mei 2016
La
Ode Halaidin
0 komentar:
Posting Komentar