09 Mei 2016

AADC 2 vs AADC 1

Gambar AADC 2 dan AADC 1
Saya tak pernah membayangkan apa yang ku tulis tentang film ini. Saya juga tak tahu apa yang bisa ku petik dari film ini. Semua biasa-biasa saja dan tak ada yang menegangkan. Sama halnya seperti sinetron-sinetron yang muncul tiap pagi, siang dan sore di teve-teve swasta.
Namun saya melihat film AADC 2 begitu banyak penggemar. Dari hari pertama tanggal 28 April sampai dengan hari ini, kesepuluh tanggal 7 Mei di bioskop holywood Kendari tak pernah sepi. Saya bahkan baru mendapatkan satu kursi malam ini, itupun kursi depan sebagai sisa. Lantaran banyaknya yang berminat, bahkan orang-orang rela nonton untuk jam dua belas malam. Waaooww….. saking begitu sukanya dengan film ini.
Sebenarnya saya mempunyai banyak pertimbangan untuk menonton film ini. Antara keuangan saya dan cerita film yang kemungkinan seperti sinetron-sinetron kebanyakan nongol di teve-teve. Sejak pertama tayang di bioskop sejak tanggal 28 April saya beranggapan film AADC 2 tidak akan lebih seru dari film AADC 1. Namun ada yang membuatku begitu penasaran untuk menonton film ini. Jutaan manusia bahkan rela untuk mengantri menonton film ini. Saya pun ikut arus dan menempatkan waktuku untuk menonton dan menghentikan buku bacaanku. Uang lima puluh ribu pun melayang. Selamat tinggal……
Saya sempat mengulang-ngulang menonton film AADC 1. Dari pertama nonton sejak empat belas tahun lalu, saya sangat suka karakter sosok Rangga dan Cinta. Rangga yang suka menyendiri dan selalu menempatkan waktunya untuk membaca, menulis puisi, yang kemudian puisi-puisinya memenangi lomba. Dan Cinta sejak saat itu adalah sosok yang sangat populer, pintar dan tercantik di sekolahnya. Lalu, dia diam-diam jatuh hati pada sosok Rangga yang unik dan pendiam, selalu menyendiri yang membuat Cinta begitu penasaran. Hingga mereka berdekatan dan saling jatuh hati.
Saya suka kata-kata Rangga, ketika mereka pergi berbelanja buku, lalu kemudian bertengkar. Saat itu Cinta ada janji untuk menonton konser Pas Band bersama dengan sahabat-sahabatnya. Cinta lalu memilih untuk menonton konser daripada mencari buku-buku bacaan bersama Rangga. Rangga mengatakan, kamu perempuan yang tidak berprinsip dan berkepribadian. Kamu malah mementingkan pertemuan dengan sahabat-sahabatmu untuk menonton konser daripada kepentingan masa depanmu sendiri. Cinta lalu marah dan meninggalkan Rangga. Lalu penjual buku bekas itu menghampiri “ Rangga, kau lihat cewek itu, kalau dia menoleh berarti dia menginginkan kau untuk menyusulnya”. Rangga dan penjual buku bekas itu kemudian melihat kemana Cinta akan bergerak dan melangkahkan kakinya. Tak lama kemudian Cinta menoleh kebelakang melihat Rangga dengan wajah yang sangat cemberut tetapi sebenarnya Cinta berharap agar Rangga menyusulnya.
Saya menontonya begitu deg-degan dan ada rasa emosional yang muncul karena kecantikan Dian Sastro, meskipun dia saat itu cemberut namun aura mukanya begitu memesona. Hubungan yang suda terasa mengalir dalam kebersamaan kini membeku kembali. Rasanya saya ingin membisikan sesuatu kepada Rangga “betapa egonya, betapa malangnya dirimu mengacuhkan dia yang begitu cantik, Rangga jangan lepaskan dia, jangan lepaskan dia. Susul dia, Rangkulah dia, menyelamlah bersamanya dalam dunia yang bahkan kalian tak tahu, karena dengan cinta dunia akan begitu indah”. Cintailah Cinta dengan cintamu. Cintailah hingga engkau benci. Lalu, cobalah belajar engkau membenci cintamu, lalu maafkan kebencianmu untuk mencintai benci itu Rangga.
Lalu, bagaimana dalam film AADC 2 ini!
Apakah saya kecewa pada saat menonton film AADC 2 ini! sama sekali tidak. Saya hanya tidak suka adegan-adegannya yang begitu monoton, sama seperti sinetron-sinetron era sekarang. Seharusnya di AADC 2 harus dibuat lebih indah, lebih memesona lagi. Ketika Rangga dan Cinta terpisah beberapa purnama, pertemuan di Jogja pertama kali sama sekali tak menegangkan. Ada surat kata putus dari Rangga yang membuat Cinta memperlihatkan aura yang begitu cuek dan cemberut, namun sebenarnya masih menyimpan perasaan yang mendalam dihatinya. Seharusnya harus dibuat ekting yang membuat penonton tegang dan akan mengatakan, wwaaooww….. mereka akan bertemu, kira-kira apa yang terjadi ya. Saya melihatnya datar-datar saja, biasa-biasa saja. Inilah jalan ceritanya, dan tidak membuatku merasa wwaaoww terhadap film ini. Dahaga saya terasa belum terpuaskan dengan cerita dan ekting dalam film AADC 2 ini.
Namun ada yang ku suka tentang sosok Rangga yang pekerja keras dan terus berkarya dengan menulis puisi dan buku yang dibuatnya meskipun tak pernah selesai. Ditengah kegundahan hatinya pada sosok Cinta yang jauh terpisahkan antara samudra dan benua, dia tetap bekerja keras. Dia tetap berusaha dari keterbatasannya dari biaya kuliah, meskipun saat itu kuliahnya hancur, yang kemudian memutuskan hubungannya dengan cinta melalui surat. Pemutusan cinta itu, bukan karena tak lagi mencintai Cinta, namun sosok rangga takut tidak akan membahagiakannya. Lalu ia bahkan bekerja di sebuah kedai kopi sahabatnya, yang juga kesekian tahun membantunya.
Saat Rangga sedang mencari Cinta dan tak kunjung menemukannya di Jogjakarta, dentuman musik terdengar mengalun dengan begitu indahnya. Rangga lalu berucap dalam hati dalam berbaris puisi “ saya menyelam bersama kesepian, seperti halnya menyelam bersama kata-kata Pablo Neruda.
Saya sangat suka dengan karakter seorang Rangga, yang selalu menulis puisi. Rangga juga adalah seseorang yang kritis terhadap seseorang yang memilih cinta bukan karena mencintainya dengan setulus hati tapi karena harta dan kemewahan. Ini sangat menyentuh budaya selebritis dan bahkan masyarakat kita hari ini, dimana pernikahan dilakukan atas dasar karena harta dan kemewahan dan bukan atas dasar cinta. Inilah yang membuat Cinta marah ketika Rangga menanyakan tunangannya. Rangga berucap, tunanganmu pasti berasal dari keluarga kaya raya dan banyak harta. Cinta tidak menerima ucapan Rangga dan marah, lalu meninggalkannya.
Apa yang diperlihatkan dalam adegan ini sebenarnya menggambarkan bahwa Cinta yang diperankan oleh Dian Sastro menolak cinta yang bersifat materialistik. Dia hendak ingin mengatakan bahwa cinta adalah cinta, bukan sesuatu yang bersifat materialistik. Cinta adalah kerelaan dua insan yang saling jatuh hati, penyatuan hati dalam bingkaian ketulusan. Cinta adalah penghilangan ego, menyatukan diri menjadi kita. Cinta adalah dentuman hati yang selalu berdesir, dikala siang maupun malam dan dikala dekat maupun jauh.
Lalu pertanyaanya, bagaimana dengan isu-isu yang selalu beredar bahwa pernikahan Dian Sastro didasari karena harta dan kemewahan. Apakah benar Dian Sastro menikah karena harta dan kemewahan sang suami!
Entahlah. Semoga saja ini tidak benar. Namun dalam film ini kita dapat menarik benang merah, bahwa Dian Sastro menolak hal-hal yang berbau materialistik dalam kehidupannya.
                                                                                                             Kendari, 7 Mei 2016
                                                                                                              La Ode Halaidin

0 komentar:

Posting Komentar