Ilustrasi
Saya
menulis ini, bukan membuat propaganda, dengan mengesampingkan dan mengatakan
bahwa seseorang yang hanya sekedar tau tapi tidak paham adalah orang yang bodoh
atau orang yang mempunyai keterbelakangan pemikiran. Tetapi mereka yang hanya
sekedar tau itu adalah orang-orang yang telah berusaha untuk belajar tapi tidak
berusaha untuk memahaminya sehingga antara yang di tau dengan fakta prilaku,
entah yang di lingkungan masayarakat sekitarnya, keluarga, dll tidak
menggambarkan ke-paralel-an dan sifat yang positif.
Ketika, kemarin saya diskusi dengan keluarga saya itu, saya menemukan hal yang seperti saya paparkan diatas.
Pada malam tahun baru, orang-orang dengan riang gembiranya menikmati pemandangan langit yang dihiasi oleh berbagai macam kembang api dan yang tidak menikmati itu mereka lebih memiliki focus untuk menikmati karaokeannya. Saya sendiri menikmati kedua hal itu, tetapi saya tidak meluncurkan roket yang meletuskan berbagai macam hiasan di langit itu dan menyanyi. Saya lebih suka melihat dan memandangi hiasan-hiasan dilangit yang indah itu dan yang karaokeaan.
Pada saat pergantian tahun saya diberikan selamat tahun baru, mereka mengulurkan tangan mereka untuk dijabat dengan mengucapkan “selamat tahun baru, semoga tahun ini lebih sukses, dapat rezeki yang banyak dan juga dapat jodoh”. Mendengar hal ini saya hanya tersenyum, dan mengucapkan hal yang sama kepada teman-teman ini. Wajah mereka mengeluarkan mimik muka yang bahagia dengan penuh ke-optimis-an bahwa tahun ini teman-teman ini akan selalu berusaha memperbaiki kehidupan mereka.
Ketika, kemarin saya diskusi dengan keluarga saya itu, saya menemukan hal yang seperti saya paparkan diatas.
Pada malam tahun baru, orang-orang dengan riang gembiranya menikmati pemandangan langit yang dihiasi oleh berbagai macam kembang api dan yang tidak menikmati itu mereka lebih memiliki focus untuk menikmati karaokeannya. Saya sendiri menikmati kedua hal itu, tetapi saya tidak meluncurkan roket yang meletuskan berbagai macam hiasan di langit itu dan menyanyi. Saya lebih suka melihat dan memandangi hiasan-hiasan dilangit yang indah itu dan yang karaokeaan.
Pada saat pergantian tahun saya diberikan selamat tahun baru, mereka mengulurkan tangan mereka untuk dijabat dengan mengucapkan “selamat tahun baru, semoga tahun ini lebih sukses, dapat rezeki yang banyak dan juga dapat jodoh”. Mendengar hal ini saya hanya tersenyum, dan mengucapkan hal yang sama kepada teman-teman ini. Wajah mereka mengeluarkan mimik muka yang bahagia dengan penuh ke-optimis-an bahwa tahun ini teman-teman ini akan selalu berusaha memperbaiki kehidupan mereka.
Bagaimana
dengan keluarga yang satu ini, yang saya sudah menganggap sebagai teman diskusi
setiap kami bertemu. Tenyata mereka justru sebaliknya, malah pertengkaranlah
yang terjadi dalam keluarga ini.
Ketika pagi yang belum sempat saya
sarapan, saya dikagetkan dengan bunyi dering hp saya, yang ternyata istri dari
keluarga ini. Saya mengangkat telfon saya yang berdering itu, ternyata yang
saya dengar adalah suara tangisan istrinya dan dalam hati saya berkata “pasti istrinya tidak
diperlakukan dengan sewajarnya”. Sebelum memutuskan telfonnya saya
dipanggil untuk hadir di rumahnya. Saat itu juga, saya langsung menuju ke
rumahnya.
Setibanya
di rumahnya, keluarga ini lagi diskusi dengan keluarganya yang lain dan saya
langsung bergabung dengan mereka. Mereka sudah berbicara panjang lebar
bagaimana cara memperbaiki dan membina keluarga mereka agar tidak terjadi
pertengkaran. Saya yang hanya bagian dari keluarga dan belum berkeluarga tentu
saya tidak mau ikut campur, apalagi memberikan masukan-masukan karena sudah
tentu saya belum mempunyai pengalaman bagaimana cara membina keluarga yang
harmonis dan bahtera itu.
Sesuatu
hal yang konyol dan bobrok ketika dalam keluarga si suami selalu memonopoli
pembicaraan, menganggap apa yang dilakukan adalah sesuatu yang benar dan
lebih-lebih menganggap si istri hanya merupakan obyek semata yang tidak pantas
di dengarkan. Menurut saya keluarga yang bahagia adalah keluarga yang saling
berbagi, mempertautkan dan saling melengkapi segala bentuk kekurangan yang ada.
Setelah
beberapa menit mendengarkan diskusi mereka, ternyata yang ada hanya ke-
egois-an. Menganggap bahwa apa yang di lakukan si suami ini adalah benar, sudah
tau dan bahkan dia tidak mau menerima masukan-masukan dari orang lain. Dia
menganggap bahwa Istri tidak pantas untuk memberikan masukan dan mengajarkan suaminya.
Saya sempat kaget ketika mendengar ucapan itu. Lalu pertanyaanya, apakah biar
suami dalam posisi salah, seorang istri tidak pantas untuk berbicara?
Saat
teman yang satu ini berbicara bahwa dalam keluarga tidak bisa dilakukan dengan
kekerasan fisik, misalnya menampar seorang istri. Pada saat itu saya ikut
menyambung bahwa memang tidak bisa, dan suda ada Undang-Undang yang mengatur itu,
si suami ini juga suda tau bahkan dia menjelaskan dengan lancar. Saat itu saya
hanya mengangguk-nganggukan kepala, dalam pemikiran saya mau mengatakan “ternyata kamu tau,
tapi kamu mungkin tidak memahaminya” mulut saya mau berkata tapi tidak bisa
sehingga kata-kata itu hanya tersimpan dalam benak pemikiran saya. Yang dia
ketahui itu, tidak ia lakukan dan bahkan sering istrinya diperlakukan dengan
kekerasan fisik. Inilah yang saya sebut tidak memahami cuman sekedar tau.
Ibarat membaca sebuah buku, yang di tau hanya judulnya tetapi isi didalamnya
tidak ia ketahui bahkan di pahami
Banyak
orang-orang yang tau tentang sesuatu disiplin ilmu, tetapi sebagian dari itu
tidak menggambarkan apa yang di tau itu akan menunjukan prilaku mereka sesuai
dengan yang dia ketahui. Contoh dekatnya adalah korupsi, bahkan orang yang awam
saja tau bahwa korupsi itu bukan prilaku yang terpuji tetapi orang-orang
tertentu melakukannya. Dalam kasus dari tulisan ini silahkan direnungkan
sendiri dan memberikan contoh-contoh di setiap kasus tersendiri.
Saya
setuju seperti yang dikatakan oleh sahabat sekaligus kakanda Patta Hindi Asis,
bahwa dalam mengarungi bahtera keluarga, individu (ego) musti dilebur, berani
terbuka dan saling membuka ruang dialogis. Jika tidak, keluarga hanya akan
menjadi cerita usang, dan kemudian karam. Egolah masing-masinglah yang merusak
bahtera keluarga yang di impikan semua orang. Seperti yang saya ungkapkan
diatas kita tidak bisa menganggap seseorang (baca: istri maupun suami) sebagai
obyek tetapi harus dianggap sebagai subyek.
Pernikahan
memang selalu tidak mudah dan selalu beresiko, seperti yang diungkapkan
kebanyakan orang. Tetapi sebagai insan yang normal pernikahan itu tentu akan
datang, sebagaimana yang di impikan oleh orang-orang, berkeluarga yang bahagia
sakkinah mawadah warahma. Menikah dan tidak menikah merupakan persoalan menata
diri seperti yang diungkapkan oleh Karlina Supelli bahwa perkawinan adalah
kemampuan menata diri dalam kehidupan, sekalipun menikah dan tidak menikah.
Ketika kita menikah dan tidak menikah berarti kita harus mampu menata diri kita
sendiri dan keluarga. Inilah pelajaran bagi saya sendiri sebagai anak muda yang
nantinya akan mengarungi sebuah bahtera keluarga. Semoga bisa membahagiakan
istri dan anak-anakku kelak.
0 komentar:
Posting Komentar