PARAHNYA para pengajar yang
dibawakan oleh dosen di fakultas Ekonomi dan Bisnis UHO ini sungguh mengundang
keprihatinan saya. Tanggal 4 maret 2014 itulah kejadiannya di IESP, mata kulia
Ekonomi Industri. Sebuah ekspresi perbedaan pendapat antara mahasiswa dan dosen,
itu merupakan hal yang biasa yang terjadi didunia kampus. Ternyata anggapan
saya itu tidak semuanya benar bahkan ada juga yang memfonis bahwa argument atau
analisa kita salah tanpa ada penjelasan untuk meluruskan kesalahan pendapat
tersebut. Dan ada juga yang sama sekali tidak mau menerima pendapat kita.
Kampus adalah dimana kita bisa mendapatkan ilmu, mengukur kemampuan seberapa
jauh pemahaman kita. Kampus adalah tempat dimana kita bisa mendapatkan
kebenaran tentang ilmu yang lewat doktrinisasi oleh dosen. Kampus adalah
lembaga dimana kita bisa mengasa otak, berpikir, memecahkan masalah, dan melati
keterampilan yang kita miliki guna menjadi insane yang sejati. Setiap ilmu yang
kita dapatkan belum tentu benar, dan kita perlu pengkajian ulang, dan bahkan
kita bisa menformulasikan suatu ilmu.
Namun
saya memahami juga bahwa, Doktrinisasi tentang ilmu yang diberikan oleh dosen,
tidak bisa kita langsung menerima, bahkan kita langsung memberikan atau
menjelaskan kepada orang lain adalah salah besar. Tanpa ada pengkajian. Dosen
adalah manusia biasa, mereka bukan malaikat yang selalu benar. seharusnya
mereka bisa menerima apa, yang menjadi pendapat dan tanggapan dari seorang
mahasiswa tentang suatu ilmu tertentu. Bukan langsung memfonis bahwa itu adalah
salah. Tetapi mencoba untuk meluruskan. Dalam ilmu, setiap teori akan berbeda
tergantung siapa yang menemukan teori tersebut. Dengan itulah mahasiswa selalu
banyak menemukan Refrensi. Sehingga dalam penerapannya tentu selalu berbeda
dengan orang lain, terutama dalam proses belajar mengajar. Mahasiswa selalu
memberikan pendapat dan argumenya mengenai ilmu tertentu.
Pengertian
pasar oligopoly itulah awalnya kejadiannya, berbedaan pendapat mengenai
pemahaman itu sehingga mahasiswa mengeluarkan argument atau pendapat dari
pengertian tersebut. Saya bukan mau mencoba-coba untuk mengukur kemampuan
seorang dosen, saya tidak bermain-main dengan proses belajar mengajar karena
saya tau dengan belajar kita bisa memahami segala sesuatu yang belum kita
pelajari. Belajar, bukan saja di wilaya kampus tapi diluar kampus pun bisa kita
lakukan baik lewat diskusi-diskusi, seminar dan lain-lain. Pernyataan
argumentasi tentang suatu ilmu kebenaran sehingga saya mempunyai naluri untuk menjelaskan
apa yang menjadi pemahaman saya. Salah dan perbedaan itu adalah niscaya,
manusia berbuat salah karena ingin mencari sebuah kebenaran.
Bukankah manusia
adalah mahkluk yang tidak sempurna. Logikanya, kebenaran tidak akan ada jika
tidak ada kesalahan. Sama halnya dengan perbedaan, manusia diciptakan oleh yang
maha kuasa itu mempunyai perbedaan-perbedaan yang mendasar, dan mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda (pemikiran). Bukankah manusia diciptakan yang maha
kuasa secara berpasang-pasangan. Logikanya sederhananya ada laki-laki, ada
perempuan tentu kemampuan mereka akan berbeda. Nah, dari situ kita bisa
memahami bahwa penemuan suatu ilmu perlu pengkajian dan pengkajian yang secara
mendalam. Bukankah suatu ilmu banyak mendapat bantahan dari ilmu lain dalam
kajian teori yang sama. Seperti, teori kapitalis yang dikemukakan oleh Adam
Smith banyak mendapat bantahan dari teori Sosialis yang dikemukakan oleh Karl
Marx.
Contoh
diatas adalah hanya semacam gambaran tentang suatu temuan atau pemikiran, dan
saya bukannya menghakimi dosen bahwa apa yang mereka eksplikasikan kepada
mahasiswa adalah sesuatu yang tanpa ada kebenaran. Saya juga bukan menghakimi
dosen bahwa mereka salah menemukan suatu Refrensi. Dan saya bukannya lebih
pintar dari pada seorang dosen. Bagiku dosen adalah Guru, olehnya itu saya
selalu mengeluarkan argumentasi ketika pendapat kami berbeda itulah bentuk dari
pencarian ilmu tentang kebenaran.
Egoisme.
Itulah yang kadang kebanyakan saya temukan pada setiap orang. Sifat Egoisme ini
muncul ketika ada suatu pembicaraan tentang ilmu tertentu, sehingga menimbulkan
perdebatan pada setiap kelompok atau bahkan dalam proses belajar dikampus juga
terjadi termasuk di fakultas Ekonomi dan Bisnis UHO. Perbedaan pandangan,
perbedaan pendapat, dan perbedaan pemahaman itulah awal dari cikal bakal
terjadinya Egoisme. Mengadopsi berbagai ilmu sehingga dapat menemukan pijakan,
tentang ilmu kebenaran. Bukankah sebuah kebenaran patut untuk kita sampaikan.
Dalam bukunya “the Leadership secrets of Tan Malaka mengatakan “Egoisme itu
diperlukan untuk mempertahankan pendapat atau menegaskan pandangan seseorang
tetapi dengan tidak memaksakan kebenaran ilmunya, karena semakin besar suatu
ilmu akan semakin komplek pula hal yang dibahasnya. Demikianlah sifat dari
ilmu”.
Jadi menurut saya jelas,
perbedaan pendapat dan pemikiran itu merupakan hal yang wajar, dan lalu
kemudian terjadi perdebatan tetapi kita tidak bisa memaksakan bahwa argumentasi
kitalah yang paling benar, ilmu kitalah yang aling benar, dan pandangan kitalah
yang paling benar. Akan banyak pendapat lain yang akan bermunculan dan tentu
tidak akan sama. Sifat Egoisme juga terjadi ketika seseorang suda melewati
pendidikan yang lebih tinggi, sehingga menurutnya tidak pantas untuk
mendengarkan penjelasan dari seseorang yang mungkin baru melewati pendidikan
s1. bagi saya, semakin tinggi derajat seseorang dalam menempuh pendidikan pada
perguruan tinggi maka semakin rendah hatilah orang tersebut untuk selalu
mendengarkan pendapat atau argumentasi dari orang lain.
Orang-orang yang merasa Egois,
maka renda hatilah kalian……