Kisah Seorang Nelayan di Purirano

Ini adalah cerita saat saya bertemu dengan nelayan di purirano. Keadaan mereka penuh dengan ketidakadilan.

Kenangan di Puncak Terindah Buton Selatan

Ini adalah bentuk penghayatan, akan indahnya alam. Olehnya itu, alam harus dijaga dengan baik agar kita hidup dalam penuh damai dan tentram.

Menggeluti Ilmu di Perguruan Tinggi

Bersama dengan ilmu pengetahuan kita dapat maju, bergerak dan bersaing dengan pihak-pihak lain. Mari, kita dahulukan pendidikan kita.

Sebuah Perjalanan di Muna Barat

Kami mencari keadilan atas masyarakat yang selama ini teralienasi. Lahan-lahan mereka dipermainkan oleh elit-elit desa, mengeruk keuntungan dengan membodohi masyarakat. Kami menolak dan melawan.

Mencari Keindahan di Danau Maleura

Di danau ini, ada panorama keindahan, yang membuat pengunjung sangat menikmati suasana. Hawa dingin dan air yang jernih dan terdapat banyaknya gua-gua. Ini keren kan. Adanya hanya di Muna.

08 April 2020

Bertahan Hidup atau Takut Corona?

Kamis sore yang lalu, saya memberanikan diri untuk keluar menyusuri kota Kendari, setelah selama 14 hari mengisolasi diri. Sepanjang jalan, saya memperhatikan jejeran para pedagang kaki lima, Toko dan Pasar Sentral Tradisional. Beberapa tetap aktif dengan berjualan, tapi tak sedikit juga memilih untuk tutup. Tak Cuma itu, sepanjang jalan para driver ojek online berkurang, tak banyak yang lalu-lalang.
Saya tidak terkejut dengan pemandangan ini. Sejak pemerintah pusat mengumumkan dua pasien positif Covid-19, lalu lintas perdagangan kota Kendari masih berjalan normal. Pedagang kaki lima masih memenuhi lapaknya. Toko-toko dan mall masih buka. Masyarakat masih beraktivitas seperti biasa. Kekhawatiran yang kemudian memunculkan keresahan di tengah masyarakat, saat 49 TKA asal Tiongkok memasuki Bandara Halu Oleo Kendari. Empat hari setelah itu, tanggal 19 Maret, juru bicara gugus tugas Covid-19 Sultra mengumumkan sebanyak tiga orang positif Covid-19.
Masuknya TKA asal Tiongkok dan pengumuman tiga positif Covid-19, membuat ketegangan masyarakat Sultra terutama kota Kendari dan Konawe. Tentu masyarakat di daerah kepulauan seperti Muna dan Buton, juga mengalami kepanikan. Banyak warga Muna dan Buton baik yang bekerja maupun kuliah di dua daerah tersebut. Tanggapan netizen di media sosial dan grup-grup whatsapp lebih tegang lagi, penuh kemarahan dan menyayangkan pemerintah menerima serta memberi izin atas masuknya para TKA. Ditambah lagi kasus-kasus ODP, PDP yang terus bermunculan. Situasi itu kemudian mencekam berubah menjadi sebuah ketakutan.
Saya cukup memahami mengapa terjadi segenting itu. Dugaan saya, karena ancaman wabah sudah benar-benar tampak di depan mata. Semua merasakan ancaman bahaya. Ketika informasi di hari pertama meledak, warga di penuhi dengan kecemasan. Belum lagi, tidak adanya peta penyebaran wabah Covid-19. Kesimpangsiuran informasi penyebaran wabah, membuat warga dilingkupi dengan rasa takut yang luar biasa. Sebagian pemilik warung, pedagang kaki lima dan toko pun memilih untuk tutup. Begitu juga dengan para driver ojek online memilih untuk tidak aktif.
Rasa takut ini tentu sangat wajar, ketika manusia dihadapkan dengan ancaman bahaya. Rasa takut adalah salah satu emosi dasar manusia. Ia adalah insting alamia manusia yang timbul pada diri seseorang karena kecenderungan untuk membela atau mempertahankan diri. Dalam bahasa Tony Whitehad, rasa takut adalah sesuatu yang sangat kompleks, didalamnya terdapat suatu perasaan emosional dan sejumlah perasaan jasmaniah. Maka, ketika wabah Covid-19 meledak, manusia dihadapkan dengan perasaan emosional, antara menghindarkan diri tetap berdiam dirumah atau memilih bertahan hidup dan tetap bekerja di luar.
Dalam menghadapi kenyataan itu, manusia tentu saja berusaha menelaah apa yang menjadi masalah pada lingkungan dan dirinya sendiri. Tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau membiarkan rasa takut dengan berdiam dirumah sembari menyaksikan keluarga menahan lapar. Atas dua tekanan itu, manusia mencoba beradaptasi untuk mencari menyelesaikan masalah dalam dirinya dan juga lingkungannya.
Seperti halnya ketika saya mencoba bercerita dengan beberapa pekerja informal di Kota Kendari. Para pedagang dihantui dengan ketakutan. Juga sama dengan driver ojek online dan tukang becak. Ada rasa was-was terhadap wabah Covid-19. Mereka tidak berjualan, menarik becak dan mengambil penumpang. Mereka memilih berdiam dirumah, mengikuti himbauan pemerintah sembari mengikuti perkembangan informasi tentang persebaran wabah.
Namun, mereka tak bisa terus-menerus hidup dalam ketakutan. Setelah selama sepekan berdiam dirumah, aktivitas mereka kembali normal seperti biasanya. Salah satu pedagang mengatakan bahwa dia tak bisa lama-lama berdiam dirumah. Dia ketakutan, tapi juga sedih melihat kondisi keluarganya. Ada kebutuhan rumah tanggah yang harus dipenuhi. Meskipun dengan resiko sepi pembeli, pedagang itu tetap memilih berjualan.
“Saya takut dengan wabah ini. Tapi, sampai kapan kita hidup dalam ketakutan, sementara anak-anak butuh makan dirumah. Di luar saya takut Corona, dirumah anak-anak saya harus makan. Jadi, saya beranikan diri mencari rezeki, meskipun memang calon pembelinya sangat berkurang” katanya kepada saya.
Seorang pedagang pakayan juga mengatakan hal yang sama. Dia khawatir dengan wabah ini, takut, namun tak punya pilihan lain. Jika menutup semua tokonya, dengan memilih tidak berjualan, maka sasarannya delapan karyawannya akan ikut di PHK. Dia sedih karena yang dipikirkan bukan saja ekonomi keluarganya, namun nasib beberapa karyawan tokonya.
“Kalau takut, tentu kami takut,” katanya. Ketidakpastian penanganan wabah ikut mempengaruhi kondisi kegiatan usahanya. Berkurangnya calon pembeli membuat omsetnya turun sangat drastis. Sebelum wabah Covid-19, transaksinya bisa melebihi sebanyak tiga puluh kali transaksi. Namun saat ini, lima kali transaksi saja menurutnya sudah terasa banyak. Dengan kondisi seperti itu, pilihannya hanya memberhentikan lima karyawannya.
 “Ketidakjelasan penanganan wabah ini yang membuat saya khawatir. Sampai kapan? Pembeli dan penjual sama-sama takut. Pembeli datang hanya untuk belanja kebutuhan pokok. Omset saya sudah mulai turun drastis. Sedih, iya. Dengan keadaan terpaksa, saya tidak lagi mempekerjakan lima karyawanku. Saya sudah tidak mampu lagi memberi gaji buat mereka.” katanya kepada saya.
Ketakutan akan bahaya memang bisa dialami oleh siapa pun. Manusia normal pasti merasakan rasa takut. Ada berbagai macam ketakutan yang menghantui dalam diri kita sendiri. Takut gagal, takut kecelakaan, takut kehilangan dan berbagai macam ketakutan lainnya. Namun lambat laun, kita selalu bisa beradaptasi dengan ketakutan itu.
Seorang driver ojek online takut keluar rumah mengambil penumpang karena tidak ingin terinfeksi wabah Covid-19. Jika dia terinfeski dan sakit atau bahkan dengan resiko meninggal, lalu siapa yang membiayai kehidupan mereka. Di sisi yang lain, ada keluarga, anak dan istri yang harus dihidupinya. Dalam keadaan tertekan, ketakutan dan juga kesedihan, dia harus memilih satu diantara dua pilihan; takut Corona atau tetap jalan demi sesuap nasi. Karena ada naluri untuk terus melanjutkan kehidupan, maka dia memilih untuk tetap jalan.
Setahun yang lalu saya juga merasakan takut, saat orang tua menderita sakit yang dialaminya. Takut jangan sampai Bapak pergi lebih cepat meninggalkan kami. Yang kami lakukan saat itu, berusaha mengobati penyakit Bapak dengan membawanya di berbagai Rumah sakit. Saat sang pemilik kehidupan berkehandak lain dengan memanggilnya, kami sangat terpukul. Sangat sedih. Kehilangan dalam hal apapun adalah hal yang paling meyakitkan. Namun, kami mencoba beradaptasi dengan kesedihan itu, mengikhlaskan kepergian Bapak pada sang Illahi. Mungkin, itulah yang terbaik buat Bapak.
Setiap manusia selalu beradaptasi untuk melawan rasa takut dan kesedihan. Saya, pedagang dan driver ojek online sama-sama mengalami ketakutan dan kesedihan. Tapi, larut dalam kesedihan dan mempertahankan ketakutan dalam diri sangat tidak baik. Hidup saya akan berefek buruk, jika saya terus larut dalam kesedihan. Saya mencoba melupakan semuanya, dengan mengikhlaskannya. Pedagang dan driver ojek online akan berdampak buruk pada ekonomi keluarganya, jika melarutkan diri dalam ketakutan. Maka pilihannya, tetap mencari uang demi bertahan hidup.
Demikianlah, hidup manusia selalu diperhadapkan dengan masalah yang sangat kompleks. Corona memang menakutkan. Per Selasa 7 April, jumlah terinfeksi virus Corona di seluruh dunia sebanyak 1,34 juta kasus. Yang meninggal pun sudah cukup banyak sekitar 74.565 orang.
Tapi, bagi para pekerja informal seperti driver Ojol dan pedagang kaki lima jika berdiam lama dirumah, itu lebih mengerikan lagi. Kelaparan menghantui mereka. Tak ada pilihan lain, kematian karena virus Corona atau mati karena kelaparan. Demi alasan bertahan hidup, mereka memilih tetap jalan dan berjualan.