Kisah Seorang Nelayan di Purirano

Ini adalah cerita saat saya bertemu dengan nelayan di purirano. Keadaan mereka penuh dengan ketidakadilan.

Kenangan di Puncak Terindah Buton Selatan

Ini adalah bentuk penghayatan, akan indahnya alam. Olehnya itu, alam harus dijaga dengan baik agar kita hidup dalam penuh damai dan tentram.

Menggeluti Ilmu di Perguruan Tinggi

Bersama dengan ilmu pengetahuan kita dapat maju, bergerak dan bersaing dengan pihak-pihak lain. Mari, kita dahulukan pendidikan kita.

Sebuah Perjalanan di Muna Barat

Kami mencari keadilan atas masyarakat yang selama ini teralienasi. Lahan-lahan mereka dipermainkan oleh elit-elit desa, mengeruk keuntungan dengan membodohi masyarakat. Kami menolak dan melawan.

Mencari Keindahan di Danau Maleura

Di danau ini, ada panorama keindahan, yang membuat pengunjung sangat menikmati suasana. Hawa dingin dan air yang jernih dan terdapat banyaknya gua-gua. Ini keren kan. Adanya hanya di Muna.

24 Oktober 2019

Semalam Bersama ILA


Semalam, seorang teman bernama ILA menghubungiku untuk bertemu. Tak tahu persis kami hendak bertemu tentang apa. Namun diujung telpon, dia seperti sedikit memaksa saya untuk bertemu malam itu. Rasanya dia juga kangen, sama seperti diriku. Karena mau ditraktir, akhirnya saya memutuskan untuk bertemu dengannya.
Sehari sebelumnya, dia juga sempat menghubungiku, mengajak untuk nonton bersama di bioskop Hollywood Cinema Kendari. Tidak dua kali, saya pun langsung meng-iya-kan. Katanya, dia ingin nonton film yang dibintangi oleh pasangan suami istri, Cut Meyriska dan Roger Danuarta itu bersama saya. Judul film bergenre religi itu yakni Ajari Aku Islam.
Tapi ternyata malam itu tidak jadi. Dia masih punya urusan kerja dan harus dibatalkan. Semalamlah pertemuan itu baru terjadi. Duh, kira-kira apa ya, yang ingin dibicarakan?
Kami bercerita sekitar sejam lebih. Dia masih ceria seperti dulu, waktu sama-sama kos di Asrama Tersanjung. Sesekali dia mengingat-ingat persahabatan di asrama dulu. Juga menanyakan kabar teman-teman Asrama yang dia sudah tidak ketahui dimana keberadaannya.
Ada nama Firman, Amir, Rasul dan teman-teman lainnya. Dia masih kangen dengan sahabat-sahabat itu. Dia terhenti berbicara saat mengingat dan menyebut nama Alan. Katanya, dia tak menyangka sahabat kita, Alan pergi begitu cepat, menghadap pada sang pemberi kehidupan. Dalam hati kami mengucap, membacakan Alfatiha untuknya.
Kedatangannya di Kendari mewakili sekolahnya, untuk mengikuti kegiatan pendampingan dan pelatihan. Rupanya dia kini telah menjadi guru di salah satu SMA di Tampo. Ada rasa senang mendengar dia memilih mengabdi menjadi guru meski dengan honor kecil. Di luar sana, ada banyak orang yang menolak mengabdi untuk menjadi guru karena honor kecil atau tak menerima honor sama sekali.
Dia berujar, alasan seperti itu masuk akal sebab guru yang mengabdi juga punya tanggungan baik untuk orang tua, maupun anak-anaknya bagi yang sudah menikah. Mereka harus punya pendapatan. Di desanya, bahkan ada yang memilih untuk menjadi petani tambak dari pada mengabdi jadi guru.
Namun, dia tak mempermasalahkan hal itu. Baginya, honor kecil tidak ada masalah. Yang dipentingkan sekarang adalah dia bisa berbagi ilmu pengetahuan dengan siswa-siswinya. Dia juga belajar membangun jejaring sesama guru-guru untuk mendapatkan akses dan pengalaman yang lebih luas. Buktinya, dia dimintai oleh kepala sekolah di SMA-nya untuk berangkat ke Jakarta dalam rangka mengikuti kegiatan pelatihan. Katanya, di usia sekarang pengalaman itu memang lebih penting.
Sambil menikmati makanan dan minuman yang tersedia, dia lalu menunjukan chat whatsapp dengan siswa-siswinya. Untuk mempermuda komunikasi dengan siswa-siswinya, dia lalu membuatkan WAG (WhatsApp Grup). “Ini untuk mempermuda komunikasi dengan siswa-siswi saya. Saat ada kegiatan seperti ini, saya tinggal menyuruh mereka agar tetap di dalam kelas. Saya memberitahu mereka, tidak ingin di kantor ada yang menelpon saya gara-gara mereka ribut. Nah, sekarang sudah ada siswa yang sering nelpon-nelpon saya nih”, cetusnya sambil tertawa.
“Jangan-jangan siswanya naksir sama gurunya”, kataku sambil terkekeh bersama.
Saat bergegas pulang dan hendak mengendarai motor masing-masing, ada suara yang tiba-tiba seperti berbisik.
“Din, nanti kalau pulang dikampungmu, jangan lupa singgah di rumah ya. Nanti saya kenalkan kamu ke.....” katanya seraya bergegas pergi bersama malam.
Kata-kata itu tiba-tiba terputus, tak dilanjutkan. Pada hal saya masih penasaran apa kelanjutannya. Apakah saya akan dikenalkan ke orang tuanya atau ke komunitas petani tambak di desanya. Duh, ingin rasanya ku chat saja, memintai penjelasannya.

                             Kendari, 24 Oktober 2019

21 Oktober 2019

Belajar Jadi Juru Foto

JIKA banyak orang lebih senang di foto, saya justru sebaliknya, lebih senang jadi juru foto. Ada rasa senang tersendiri setelah saya memotret sesuatu, meskipun masih amatiran.
Kemarin, saat jalan-jalan ke pantai Toronipa, Konawe, saya mencoba memotret hal-hal yang saya sukai. Sebenarnya ada banyak hal untuk di foto, termasuk perempuan-perempuan cantik yang berjejer di ujung bibir pantai Toronipa. Karena tak ada keberanian, saya menggugurkan niatku, lalu memilih menikmati kopi yang saya buat.
Di bibir pantai itu, saya melihat seorang gadis yang sedang asyik berselfi sendiri. Dari jauh, saya memantaunya. Dia sesekali bergaya, mencari posisi dan pemandangan yang menurutnya indah. Sambil menyalakan kamera, dia memotret dirinya lalu melihat hasil foto-fotonya. Sebentar-sebentar dia melihat gambarnya, lalu gadis cantik itu kembali selfi dengan senyumnya yang mengembang. Pikirku, mungkin dia butuh juru foto. Maka, saya berusaha mendekati lalu memintanya untuk menjadi juru fotonya.
Apakah saya bisa jadi juru fotonya? Dia hanya tersenyum, tak menjawab apa-apa. Ku beritahukan bahwa saya lagi belajar memotret. Dia diam lagi. Tapi dari raut wajahnya, dia terlihat tak menolak.
Saat saya hendak mengambil gambar, gadis itu terlihat tersipu malu. Dia tak lagi bergaya, seperti saat saya memantaunya dari jauh. Sesekali dia membuang senyum. Dia terlihat tidak biasa untuk di foto. Dia kurang percaya diri. Ku yakinkan saja, bahwa tak bergaya pun dia tetap terlihat cantik dan menawan.
Mendengar pujianku, dia seperti sudah menemukan rasa percaya dirinya. Gadis itu sudah siap untuk diambil gambarnya. Dengan sigap, saya memotretnya. Saat saya perlihatkan hasilnya, dia memujiku dan mengatakan bagus. Bagus, katanya. Lalu dia kembali tersenyum.
Saat hendak pulang, saya menanyarankan agar dia mengambil foto-fotonya. Ujarku, nanti saya kirimkan lewat nomor WhatsApp saja. Responnya justru membuatku tersipu.
“Fotonya untuk Kakak saja, untuk dilihat-lihat. Jangan lupa dijadikan wellpapers ya.” Lalu gadis itu bergegas pulang.
Ayokk, siapa yang mau di foto sama juru foto amatiran ini, hehehe.

                   Kendari, 21 Oktober 2019