Kisah Seorang Nelayan di Purirano

Ini adalah cerita saat saya bertemu dengan nelayan di purirano. Keadaan mereka penuh dengan ketidakadilan.

Kenangan di Puncak Terindah Buton Selatan

Ini adalah bentuk penghayatan, akan indahnya alam. Olehnya itu, alam harus dijaga dengan baik agar kita hidup dalam penuh damai dan tentram.

Menggeluti Ilmu di Perguruan Tinggi

Bersama dengan ilmu pengetahuan kita dapat maju, bergerak dan bersaing dengan pihak-pihak lain. Mari, kita dahulukan pendidikan kita.

Sebuah Perjalanan di Muna Barat

Kami mencari keadilan atas masyarakat yang selama ini teralienasi. Lahan-lahan mereka dipermainkan oleh elit-elit desa, mengeruk keuntungan dengan membodohi masyarakat. Kami menolak dan melawan.

Mencari Keindahan di Danau Maleura

Di danau ini, ada panorama keindahan, yang membuat pengunjung sangat menikmati suasana. Hawa dingin dan air yang jernih dan terdapat banyaknya gua-gua. Ini keren kan. Adanya hanya di Muna.

27 Agustus 2022

KISAH INSPIRATIF DARI SEORANG MANTAN NAPI

Gusti Made Dwiadya

Di pinggiran Kota Kendari, Kelurahan Wua-Wua, Sulawesi Tenggara, terdapat kisah menarik dan menakjubkan dari seorang mantan narapidana. Tadinya, ia tak mempunyai keterampilan apa-apa. Namun, berkat Lapas Kendari mengadakan pelatihan cara bertani hidroponik dengan salah satu SMA di Kendari, nasibnya kian berubah. Setelah keluar dari jeruji besi, ia mengembangkan keterampilannya dengan bertani modern, membangun mitra bisnis, dan mendirikan sebuah CV.

Baginya, penjara adalah tempat untuk kotemplasi, yang lalu menempa dirinya menjadi pribadi yang sabar dan ikhlas. Penjara bukan akhir dari perjalanan hidupnya. Ia menganggap, penjara sebagai tempat untuk transformasi diri. Selama dipenjara ia tetap memelihara impiannya, menjalani sebuah kehidupan yang lebih baik setelah mendapatkan kebebasannya. Dari keteguhannya itu, setelah bebas ia perlahan-lahan menata ulang keping demi keping masa depan. Hari-harinya lalu berubah, hidupnya lebih bermakna, dan bisa menginspirasi banyak orang.

***

Sore itu ia tersenyum dengan semringah. Lewat asistennya, ia sudah mengetahui tujuan kedatanganku. Sambutannya sangat bersahabat. Ia sedang sibuk dengan ketikan layar handphonenya ketika saya temui. Tak lama berselang, ia juga mengangkat telepon dari seseorang.

Ia mengatakan, tengah melayani konsumen untuk pengiriman sayuran di daerah pertambangan Morowali. “Lagi ada permintaan sayuran untuk pengiriman besok di daerah pertambangan Morowali sebanyak ¼ ton,” katanya. Setelah itu, ia mulai memberikan informasi dan berkisah banyak hal tentang dirinya dan usaha pertanian yang ia tengah kembangkan.

Lelaki itu bernama Gusti Made Dwiadya. Usianya berkisar 36-an tahun. Dengan senyum yang mengembang, ia mempersilahkan saya untuk menanyakan beberapa hal. Ia kemudian merenung sejenak ketika saya memintanya untuk bercerita tentang dirinya. Ia mencoba mengais-ngais ingatan. Ia mengenang masa lalu yang begitu pelik. Saat memasuki Rutan Kendari, ia menganggap hidupnya telah selesai. Ia tak pernah membayangkan bagaimana masa depan keluarganya setelah bebas. Skillnya tak ada sama sekali. Ia seperti telah kehilangan harapan.

Namun dibalik keterpurukan di dalam penjara, ia lalu menemukan keajaiban. Ia belajar bertani hidroponik dari suatu sekolah SMA yang mengadakan pelatihan di dalam rutan Kendari. Selama dua tahun di penjara, ia terus menerus membaca dan mempelajari cara-cara bertani hidroponik secara detail. Tiap hari, sebelum belajar ia merenungi nasibnya.

Gusti Made beranggapan, ketakutan terbesar setelah bebas adalah ketika ia tidak bisa diterima dimasyarakat. Stigma negatif sebagai mantan napi sangat melekat pada dirinya. Maka jalan satu-satunya agar bisa menafkahi istri dan anaknya, dengan membangun usaha pertanian hidroponik.

Bertani Di halaman Rumah

Gusti Made matanya berkaca-kaca ketika ia menceritkan titik tanjak kisah hidupnya. Tak ada yang bisa dikerjakan selain bertani. Melamar pekerjaan pun akan sulit diterima. Dengan bekal keahlian yang dipelajari di dalam rutan Kendari, ia mencoba bertani hidroponik di halaman rumahnya. Dengan luas lahan yang seadanya, ia mulai merancang instalasi hidroponik dengan modal sepuluh juta rupiah. Ia memulai dengan mencoba menanam sayur pakcoy dan selada.

Di tengah jalan, pertanian hidroponik yang ia kembangkan ternyata tak berjalan mulus. Ada banyak tantangan yang ia hadapi. Mulai dari kekurangan modal, sayurnya yang gagal panen, hama dan penyakit yang tidak diketahui, ukuran tanaman yang tidak maksimal, pasar yang sulit dan tidak ada yang mau menerima hingga cuaca yang buruk.

Dalam situasi itu, Made tak pernah patah arang. Ia mesti mempelajari segala hal yang menderahnya. Ia tak ingin berdiam cukup lama. Ia harus menemukan solusi atas apa yang dihadapinya.

Berkat internet ia kemudian menemukan jawaban-jawabannya. Ia bercerita, kebiasaannya dengan mencari informasi melalui internet karena tidak ingin ketinggalan informasi. Ia juga percaya, di era digital petani tak lagi tertinggal. Semburan informasi di internet bisa memberi kemudahan bagi petani. Di youtube katanya, ia belajar banyak hal, termasuk menemukan inspirasi dari petani-petani hidroponik yang sukses.

Dari situ ia lalu mulai bangkit. Perlahan-lahan ia mencoba mengembangkan pertanian hidroponiknya. Dari segi pemasaran, ia tak lagi menemui kesulitan. Pemasaran produk sayurannya kini berada dalam ekosistem digital, melalui media sosial seperti instagram, youtube, dan facebook.  Usahanya kini hampir menguasai seluruh pasar yang ada di Sulawesi Tenggara, terutama pasar restoran dan rumah makan. “Jadi pasar kami itu bukan saja di Kendari, tetapi di daerah-daerah pertambangan seperti Morosi dan Morowali. Kami juga pernah mengirim sayuran di Muna dan Buton,” katanya.

Berkat kegigihannya dalam mengembangkan pertanian hidroponik, Made lalu mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak. Ia juga banyak mendapat undangan untuk memberikan sosialisasi pertanian hidroponik. Di Lapas Kendari, ia turut memberikan pelatihan kepada para narapidana. Ia kerap memberikan pelatihan wirausaha produktif yang bekerjsama dengan UPTD Balai Peningkatan Produktivitas (BPP) dan Rumah Tahanan Kelas IIA Kendari. Di pertaniannya atau biasa ia sebut sebagai Rumah Bali Hidroponik, sering dijadikan sebagai tempat magang dari beberapa kampus. Ia juga melatih beberapa peserta dari Balai Pelatihan Kerja (BLK) Kendari.

Tak hanya sampai disitu, Made hebatnya adalah ketika ia berhasil menginspirasi anak-anak muda untuk bertani hidroponik. Ia berbagi pengalaman dan dengan senang hati selalu mengedukasi anak-anak muda. Dan kini anak-anak muda itu punya lahan pertanian hidroponik sendiri. Mereka hanya menanam dan merawat, sementara pemasarannya ditangani oleh Made.

Kata Made, “Dulu awalnya saya hanya perlu modal sepuluh juta, kini punya aset dua miliar”. Ini pembuktian, bahwa seorang mantan narapidana pun bisa sukses.

Di pinggiran kota Kendari, saya merasa beruntung bertemu dengan lelaki yang penuh semangat dan inspirasi ini. Bahwa di jeruji besi adalah tempat awal untuk membangun keping demi keping masa depan yang bahagia.