|
Sumber foto: Herwin Ewin. Puncak Katelemando, Rongi, Buton Selatan |
Seorang sahabat di tanah Rongi, mengirimkan gambar puncak
Teletubies atau biasa disebutnya puncak Katelemando. Sontak saja, saya begitu
kagum dan merindukan keindahan alam disana. Semenjak saya meninggalkan Rongi, pada
masa KKN 2015 lalu, ada keinginan untuk berkunjung kembali. Bukan saja untuk
menikmati keindahan alamnya, tapi mencoba mempelajari budaya, adat serta
kearifan lokal yang masih dipertahankan sampai saat ini.
***
Pagi itu desa Rongi diselimuti oleh kabut tebal. Seluru badan
terasa menggigil. Seorang sahabat terlihat menghisap rokoknya dengan asap yang
mengepul. Ini pengobat dingin, kata sahabat itu. Sebagian sahabat perempuan,
tengah sibuk membuatkan teh hangat. Tehnya sudah siap pak ketua, cetus seorang
kawan. Sambil memandangi puncak yang terbelah di depanku, teh hangat itu
kuseruput. Dingin, masih terasa membungkus paru-paruku.
Hawa di Desa Rongi berbeda dengan desa-desa yang lain di
Buton Selatan. Kapan saja bisa berubah. Jika datang hujan, kedinginan dapat
membekukan jantung. Namun bisa saja, sehabis hujan, kembali akan bersuhu panas,
hingga terik matahari menyengat kulit yang begitu perih.
Di hari minggu, saya menjadwalkan untuk mendaki puncak
Katelemando. Hari minggu kita mendaki puncak itu, cetusku. Sontak saja
kawan-kawan kaget. “Baru seminggu KKN, kita sudah mau mendaki puncak. Kita kan
belum tuntas merampungkan program kerja” bantah seorang sahabat. “Hari minggu
kita coba nikmati pemandangan alam. Bagi yang mau, silahkan ikut saya, kataku.
Minggu subuh, kami masih menggigil kedinginan. Sebagian
sahabat masih ketiduran, nyenyak seperti masih dinyanyikan nina bobo oleh
ibunya. Tubuh mereka tebungkus selimut hingga menutupi seluruh badan.
“Bangun-bangun. Ayo kita mendaki. Cuaca sangat mendukung.
Ini waktu yang pas, untuk menikmati pucak, sambil mengabadikan momen disana,
kataku.”
Dan ternyata, yang berhasil bangun hanya satu orang. Namanya
Misrin Lamoane, seorang sahabat KKN asal Ternate. Berdua, kami berhasil mendaki
puncak tertinggi di tanah Rongi itu.
|
Sumber foto: Herwin Ewin |
|
Sumber foto: Herwin Ewin. Puncak Katelemando, Rongi, Buton Selatan |
Banyak kesan-kesan yang saya dapat selama menetap satu bulan
lebih di tanah Rongi. Kearifan lokal yang masih dipertahankan serta adat dan budaya
yang masih tetap dijaga dengan baik. Dan satu lagi, seorang sahabat, paling suka
dengan arak Rongi yang nomor satu. Katanya, mantap. Hehehe.....
***
Sahabat saya di Rongi Herwin mengatakan, setelah kami
melakukan Kulia Kerja Nyata (KKN) disana, puncak itu kemudian terkenal dan banyak
dikunjungan oleh orang-orang dari daerah lain. Bukan saja itu, ia juga
mengatakan, orang mancanegara seperti Jerman dan Australia sudah mulai
berkunjung, menikmati puncak Katelemando tersebut. Sahabat saya itu, tidak tau
persis dalam kunjungan apa. Tapi menurut saya, orang mancanegara tersebut
tengah melakukan penelitian di Buton, lalu meluangkan waktu untuk mengunjungi
puncak Katelemando.
Tentu saya turut berbangga dengan informasi itu. Meskipun, kami
tak bisa melakukan banyak hal saat melakukan KKN di Rongi. Sudah tiga tahun
lebih ke tanah Rongi, kenangan masi tersimpan dimemori pikiran. Bagaimana masyarakat
disana menyambut kami dengan baik, anak-anak yang ceriah yang mengunjungi kami
setiap saat. Bahkan saya menjadi guru ngaji mereka. Sebelum mengaji, biasanya saya
selalu memberikan cerita dongeng tentang bagaimana agar anak-anak mencintai
alam.
Yang kudapatkan adalah antusias anak-anak menyambut hal
tersebut. Dengan sabar dan senang hati, anak-anak Rongi mau mendengarkan. Mereka
kadang bertanya dan sesekali tersenyum malu saat saya menunjuk mereka untuk memintanya
bercerita. Yang membuatku teringat saat ini yaitu ada seorang anak kecil SD
yang bernama Desi datang ke posko dengan senyum malu-malu sambil meminta buku
yang saya baca, Khalil Gibran. Informasi dari Herwin, anak itu saat ini sudah
kelas dua SMP.
|
Sumber Foto: Herwin Ewin |
|
Sumber Foto: Herwin Ewin |
Yang membuatku bangga yaitu saat saya menanyakan alasannya meminta
buku. Anak tersebut mengatakan, ia suka membaca buku bahkan Ibunya selalu
membacakan cerita dongeng sebelum ia tertidur. Setelah buku pertama ia selesai
baca dengan Ibunya, ia datang meminta buku kembali. Tujuh buku yang saya bawah
saat itu, duanya saya berikan kepada Desi dan satunya lagi saya berikan kepada Kepala
Desa Rongi, buku tentang Revolusi dari Desa.
Semoga kedepan, saya bisa berkunjung kembali di desa Rongi
atau Sandang Pangan, dengan membawa beberapa buku untuk anak-anak disana. Itulah
yang membuatku tertarik, selain alamnya yang indah, juga anak-anaknya yang
ceriah dan mau diajak untuk belajar.
Kendari,
19 Mei 2018
Laode
Halaidin