Kisah Seorang Nelayan di Purirano

Ini adalah cerita saat saya bertemu dengan nelayan di purirano. Keadaan mereka penuh dengan ketidakadilan.

Kenangan di Puncak Terindah Buton Selatan

Ini adalah bentuk penghayatan, akan indahnya alam. Olehnya itu, alam harus dijaga dengan baik agar kita hidup dalam penuh damai dan tentram.

Menggeluti Ilmu di Perguruan Tinggi

Bersama dengan ilmu pengetahuan kita dapat maju, bergerak dan bersaing dengan pihak-pihak lain. Mari, kita dahulukan pendidikan kita.

Sebuah Perjalanan di Muna Barat

Kami mencari keadilan atas masyarakat yang selama ini teralienasi. Lahan-lahan mereka dipermainkan oleh elit-elit desa, mengeruk keuntungan dengan membodohi masyarakat. Kami menolak dan melawan.

Mencari Keindahan di Danau Maleura

Di danau ini, ada panorama keindahan, yang membuat pengunjung sangat menikmati suasana. Hawa dingin dan air yang jernih dan terdapat banyaknya gua-gua. Ini keren kan. Adanya hanya di Muna.

19 September 2014

Negeri Mimpi, Awal Dari BirokrasiI Koruptif


                                                Sumber Ilustrasi Gambar: kickdahlan.wordpress.com

SEPINTAS KITA membaca Buku dari Kwik Kian Gie mengenai Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan (2003), memang menarik untuk disimak dan diperbincangkan. Seputar pertanyaan yang paling menarik adalah seberapa pentingkah KKN untuk di berantas?. Menurut Kwik Kian Gie, korupsi sangat penting untuk di berantas dan harus menjadi prioritas yang paling utama. KKN adalah akar dari praktis semua permasalahan bangsa yang sedang kita hadapi. KKN is the roots of all evils (akar dari semua kejahatan/malapetaka). KKN tidak terbatas pada mencuri uang, tetapi lambat laun juga merasuk ke dalam mental, moral, tata nilai dan cara berpikir. Sejak zaman Yunani kuno sudah dikenali adanya pikiran yang sudah teracuni oleh korupsi. Maka sangat sering kita baca istilah corrupted mind.

Saat ini, kita dapat menyaksikan diberbagai daerah, media massa, maupun media social banyak masyarakat yang berlomba-lomba mendaftarkan diri untuk menjadi CPNS. Hingga hari ini di sejumlah media tersebut mengklaim bahwa jumlah pendaftar CPNS sudah mencapai sekitar 1,2 juta orang. Pendaftaranyapun yang dilakukan yaitu melalui media online, dimana sering kali membuat kebingunan dibanyak kalangan masyarakat, apalagi bagi mereka yang tidak mengerti atau memahami dengan teknologi /computer. Rekrutmen CPNS ini dilakukan untuk mengisi berbagai lembaga kementerian dan juga lembaga-lembaga non-kementrian yang dianggap perlu dan untuk mengisi kekosongan kursi yang ada dilembaga pemerintahan tersebut.

Jika kita melakukan hitung-hitungan mengenai banyaknya pegawai negeri pada Januari 2013, sebanyak 4.467.982 orang dan pada periode yang sama tahun 2011 tercatat 4.708.330 orang atau menyusut 240.348 orang atau sekitar 5,1% demikian dikutip dari data statistik BKN, Senin (16/9/2013) (sumber, Detik finance). Sekilas, kita bisa melihat seperti gedung-gedung yang besar di kementerian, gedung-gedung lembaga pemerintahan lainnya dan juga lembaga-lembaga non-kementerian yang semakin sesak, banyak dihuni oleh para PNS. Kendatipun demikian cara perekrutan dan penempatan birokrasi di pemerintahan masih patut untuk dipertanyakan. Apakah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ada atau malah sebaliknya yaitu karena ada koneksi atau upeti.

Contoh yang terjadi hari ini dibanyak daerah, penempatan birokrasi tidak sesuai dengan profesi atau bidang yang mereka miliki. Ini mereka lakukan karena akibat dari asas kekeluargaan/nepotisme, tanda balas jasa, ataupun yang berkaitan dengan pejabat pencari rezeki dengan cara melakukan lobi-lobi, “ada uang, maka anda akan lolos” atau presepsi seperti “untuk menjadi pegawai, anda harus mempunyai koneksi dan upeti”.'

Dengan adanya presepsi seperti diatas maka pos-pos birokrasi banyak diperebutkan oleh kalangan-kalangan tertentu untuk mengisih yang istilah digunakan oleh Prof. Dr. Hendrawan Supratikno “jabatan-jabatan basah”. Para petualang jabatan ini tidak tanggung-tanggung mengeluarkan fulus yang sekian besar untuk mendapatkan kursinya. Dengan cara sehat atau tidak sehat, bergaji besar atau kecil yang terpenting tujuan mereka tercapai. Atau seperti plesetan yang sering muncul, maju tak gentar untuk membayar yang bayar dan ada juga seperti terkena HIV (Hemangnya I Vikirin). Dan jangan sampai muncul presepsi, jangan takut untuk menjadi pegawai negeri, gaji teri tetapi bisa korupsi.

Para ilmuwan atau para pengamat birokrasi pemerintah dan juga sejumlah teks book banyak yang menyatakan birokrasi pemerintah merupakan organisasi yang gemuk, lamban, dan juga red tape (prosedur yang berbelit-belit sehingga memakan banyak waktu dan biaya). Selain itu, selama ini juga banyak disindir bahwa birokrasi kita dianggap sebagai birokrasi yang boros dan crazy. Dianggap boros karena saat ini ditatanan birokrasi dimana seperti yang dikutip dalam buku Kwik Kian Gie Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan (2003) bahwa telah berlakunya seperti apa yang dikenal dalam ilmu organisasi dan manajemen sebagai “Hukum Parkinson”.

Teori ini mengatakan bahwa manusia selalu mempunyai kebutuhan dirinya dianggap penting oleh sekelilingnya. Simbol bahwa dirinya penting adalah kalau dapat memperlihatkan dirinya mempunyai banyak anak buah. Maka tanpa sadar bagaikan hukum alam setiap orang dalam organisasi ingin menunjukkan bahwa dirinya penting dengan mengangkat bawahan. Bawahannya ingin dianggap penting dengan cara mengangkat bawahannya juga. Semakin banyak bawahannya semakin dianggap penting kedudukannya dalam masyarakat. Dengan berlakunya teori ini yang sampai dinamakan “hukum alam”, setiap organisasi mempunyai kecenderungan membengkak tanpa ada gunanya.

Dianggap Crazy sebagaimana yang dikutip oleh Hendrawan Supratikno karena peraturan dengan mudah berubah-ubah, semua bisa diurus asalkan ada uang atau istilah dengan “komisi melayani”. Atau sekarang banyak plesetan yang dikenal dalam birokrasi “selama masih bisa dipersulit, mengapa harus dipermuda”. Merupakan cara birokrasi untuk mempersulit pihak lain dengan menggunakan berupa senjata tinggi jabatan yang dimiliki sehingga peraturan yang tujuan baik dengan muda untuk dipersulit untuk mendapatkan rezeki yang tidak resmi.

Hal ini akan menjadi suatu kebiasaan para birokrasi dipemerintahan ketika tidak adanya pembenahan yang sistemik dan jelas akan melahirkan para birokrasi koruptif. Kebiasaan memberikan agunan berupa sogokan atau “komisi melayani” sebenarnya akan mendorong kerusakan yang akan memperparah kondisi patologi birokrasi dan secara langsung prilaku tersebut akan melahirkan birokrasi tawar menawar atau yang dapat dibeli.

Dengan adanya hal tersebut, maka pemerintah perlu mengeluarkan regulasi yang secara signifikansi dapat mempengaruhi kinerja birokrasi yang berorientasi pelayanan public yang efektif dan terukur. Seperti yang dikatakan oleh Max Weber bahwa aktivitas birokrasi merupakan rasionalitas aktivitas kolektif guna mencapai tingkatan tertinggi dari efesiensi. Regulasi ini dapat dilakukan dengan menerapkan reformasi birokrasi yang ada pada lingkungan pemerintahan setempat. Seperti yang telah di amandemen dalam UUD 1945 bahwa reformasi birokrasi dimaknai sebagai penataan ulang terhadap system penyelenggaraan pemerintah yang dijalankan aparatur pemerintah local maupun maupun nasional.

Masaalah yang secara fundamental kita hadapi saat ini dalam tubuh bangsa Indonesia sebenarnya ada pada lingkungan birokrasi pemerintahan. Kita dapat mencatat kasus korupsi yang terjadi sangat banyak, terutama pada lembaga kementrian dan juga lembaga legislative yang katanya merupakan perwakilan dari rakyat. Seperti Mantan Menteri Agama  Suryadharma Ali, Mantan Menteri ESDM Jero Wacik dan masih banyak lagi terutama pada lembaga legislative seperti LHI, Sultan Bahtoegana dan lain-lain. Selain itu PNS juga terlibat seperti yang terjadi di Batam yang memiliki rekening gendut 1,3 Triliun atas nama  Niwen Khaeriyah, Du Nun pegawai honorer lepas TNI AL bersama rekannya Aripin Ahmad, pegawai senior Pertamina Ahmad Mahbub, bersama Yusri, (Sumber, Tempo.co Kamis 04 September 2014). Jika kita mau menelisik lebih dalam atas kejadian ini sesunggunya dilakukan penuh dengan konspirasi dan terorganisir dengan baik, (Baca: Rekening Gendut PNS Batam dari Jualan BBM Curian).

Yang ingin saya sampaikan disini adalah perubahan kerangka pola pikir pemimpin nasional dan daerah sangat diperlukan untuk menata atau memperbaiki lingkungan internal pemerintah dengan membangun solidaritas birokrasi dalam bekerja secara professional. Selain harus melakukaan perubahan pola pikir, juga harus menghilangkan doktrin nilai-nilai pemikiran feodalisme bahwa tugas mereka adalah untuk mengendalikan dan mengawasi prilaku public. Tetapi sebaliknya memberikan pelayanan publik seperti cita-cita ideal dalam perspektif Weberian yaitu organisasi skala besar modern yang professional.

Kerangka pemikiran seperti yang bernuansa feodal ini, tentu akan melahirkan perilaku yang cenderung untuk mengapdi pada kepentingan penguasa bukan pada upaya yang serius untuk melakukan akselerasi peningkatan kualitas pelayanan public atau yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Olehnya itu, maka perlu ada penyadaran yang secara subtantif bahwa masyarakat adalah tax payer atau pembayar pajak yang merupakan sumber pendapatan negara untuk menggaji mereka.

Reformasi birokrasi dalam lembaga pemerintah itu sangat diperlukan guna untuk menunjang adanya kualitas birokrasi yang berkompeten dan tidak dapat dikesampingkan. Maka dari itu, seluruh stakeholders baik masyarakat maupun pelaku ekonomi di bangsa ini harus turun berperan serta dalam mendorong reformasi birokrasi. Penemuan titik kajian yang perlu dikembangkan tidak lagi harus berfokus pada dikotomi politik dan administrasi tetapi lebih kepada bagaimana mengkreasi administrasi professional yakni kemampuan birokrasi untuk tampil prima dalam memberikan pelayanan public yang efektif dan efisen.

Tidak bisa kita memungkiri bahwa saat ini banyak gagasan yang dikemukakan untuk mereformasi birokrasi di Indonesia yang salahsatunya adalah melalui audit birokrasi dengan penataan menyeluruh baik strategi, struktur, system, proses maupun sumber daya manuisa dengan mengedepankan pengembangan Goog governance (tata kelola yang baik) di seluruh tatanan birokrasi pemerintah.

Kemajuan bangsa Indonesia dalam pembangunan sesunggunya dapat diukur dengan kemajuan dalam penataan birokrasi dan pembinaan aparaturnya. Selanjutnya, kualitas pembangunan yang dilakukan melalui system ekonomi pasar sangat ditentukan oleh kualitas intervensi regulative pemerintah bukan pada resistensi procedural birokrasi yang syarat dengan biaya tinggi. Jika hal ini terjadi maka kondisi psikologi pasar tidak akan bergairah untuk menggulirkan investasi.

Oleh sebab itu, reformasi birokrasi harus dijadikan sebagai titik dobrak reformasi disegala bidang dan merupakan Panacea (obat mujarab) untuk menigkatkan persaingan dikanca global. Tanpa disertai reformasi birokrasi yang secara mendasar dan yang subtantif, maka kebijakan sehebat apapun kemungkinan hanya akan indah diatas kertas dan tentu ujung-ujungnya kita hanya akan menyaksikan sebuah negeri “wacana” atau negeri “mimpi”. Banyak negara-negara untuk dijadikan pembelajaran atau rujukan bahwa negara dengan tingkat ekonomi yang maju didukung oleh perangkat institusi birokrasi yang demokrastis dan mengedepankan terhadap penghargaan kinerja yang dilakukan dengan budaya transparansi dan akuntabilitas.